Share

Good Bye London

     

Semua dokumen keberangkatan ke Indonesia sudah di urus Mommy, dan besok adalah hari keberangkatanku ke Indonesia. Malam ini aku tidak bisa tidur, gelisah bagaimana hidupku selanjutnya.

“Tok..tok..tok, Henzie are you sleeping honey? There's something Mommy has to talk to you.” (“Henzie, apakah kamu sudah tidur sayang? Ada yang harus Mommy bicarakan sama kamu.”)

Kali ini aku membuka pintu dan mempersilahkan Mommy masuk, namun tanpa kata. Mommy masuk dan duduk dipinggir ranjangku, akupun duduk disampingnya.

“Henzie..! Mommy knows this is not easy for you, and so is Mommy. But Mommy thought, this is the best for your future. Tomorrow you go, and when you arrive in Indonesia, Opa and Oma will pick you up at the airport. If living with them is not comfortable for you, temporarily you stay in a hotel, Mommy will find an apartment for you.”

(“Mommy tahu ini gak mudah buat kamu, dan begitu juga dengan Mommy. Tapi Mommy pikir, inilah yang terbaik untuk masa depanmu. Besok kamu pergi, dan sesampainya di Indonesia, Opa sama Oma akan jemput kamu di bandara. Jika tinggal dengan mereka tidak nyaman buat kamu, untuk sementara kamu tinggal dihotel, Mommy akan segera cara apartemen buat kamu.”)

Aku memandangi wajah Mommy dengan seksama, mencari kejujuran dimatanya. Apakah benar jika Mommy ingin aku hidup dengan baik? Apa rencana Mommy dibalik semuanya? Aku belum bisa mempercayainya, tapi aku juga tidak punya pilihan lain.

“As far as I know, Indonesian people are very friendly. Don't worry, I'll adapt quickly. But don't be too long, Mommy has to catch up with me soon.” (“Yang aku tahu, orang Indonesia sangat ramah. Jangan khawatir, aku akan beradaptasi dengan cepat. Tapi jangan terlalu lama, Mommy harus segera menyusulku.”)

Aku mencoba meyakinkan Mommy, dan juga meyakinkan diriku sendiri bahwa kehidupan yang damai sedang menantiku di Indonesia.

“Can Mommy sleep with you tonight?” (“Bisakah Mommy tidur denganmu malam ini?”)

“Ohh please, don't make me feel uncomfortable.” (“Ohh tolong, jangan membuatku merasa risih.”)

Aku menolak mentah-mentah permintaan Mommy, walaupun sebenarnya ada rasa hangat dihatiku mendengar permintaannya, tetapi itu terasa sangat aneh karena tidak pernah terjadi sebelumnya. Mungkin jika Bibi Adney yang memintanya, aku tidak akan menolak, karena hanya pelukannya yang pernah kurasakan.

Mommy tersenyum mengusap rambutku, mencium keningku, lalu beranjak dari kamarku tanpa sepatah kata lagi, aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkannya. Yang pasti ada rasa kecewa dihatinya, atau mungkin penyesalan.

Kubaringkan tubuhku diatas ranjang, ini adalah malam terakhirku di London. Air mataku tak bisa lagi kubendung. Membayangkan hidup yang selama ini kujalani tanpa sentuhan kasih kedua orangtuaku.

Bahkan dimalam terakhirku di London, aku tidak tahu keberadaan Daddy karena dalam dua minggu dia tidak pernah pulang kerumah. Jujur sebagai anak, aku tidak pernah bosan menunggu mereka hadir mengisi hatiku dengan cinta.

Sedikit cinta yang Mommy tunjukkan dalam beberapa hari ini membuatku merasa hidup. Walaupun aku juga tidak tahu, sampai kapan akan begitu. Aku hanya mencoba meyakinkan diri bahwa semua perlahan akan baik-baik saja, hingga aku terlelap begitu saja.

Paginya aku terbangun, dan bersiap-siap berangkat ke Bandara, aku tidak berharap Mommy akan mengantarkanku dengan baik. Karena aku sudah terbiasa sendiri dalam hal apapun. Jadi aku mempersiapkan sendiri apa saja yang akan aku butuhkan dalam perjalanan.

Kudorong koperku kedepan pintu kamar, sejenak kulihat kamar yang kutempati belasan tahun lamanya, kumatikan lampu dan menutup pintu kamarku. Dari tangga kulihat Mommy berjalan mondar-mandir, sesekali melihat layar ponselnya, aku tidak tahu apa yang membuatnya terlihat begitu gelisah. Suara koperku membuat Mommy sedikit tersentak.

“Are you ready? Mommy will take you to the airport.” (“Kamu sudah siap? Mommy akan mengantarkanmu ke Bandara.”)

Kuanggukan kepalaku dan mengikuti Mommy ke mobil yang sudah siap berangkat. Kegelisahan masih terlihat jelas diwajah Mommy. Tapi, aku tidak menanyakannya, karena kami sudah terbiasa tidak ikut campur urusan masing-masing. Terlalu jauh jarak Ibu-anak yang kami ciptakan.

Mommy menyetir dan sesekali melirikku, aku pura-pura tidak memperdulikannya, walau sebenarnya ketika Mommy fokus dengan jalan, aku juga memandangi wajah Mommy. Banyak hal yang berkecamuk dalam pikiranku, tanpa kusadari kami sudah sampai di Bandara Heathrow, London.

Mommy mengangkat koperku, dan tiba-tiba menggandeng tanganku sambil berjalan ke arah pintu masuk chek in. Kali ini aku membiarkan Mommy memperlakukanku seperti itu, aku tidak akan mengecewakannya untuk detik-detik terakhir keberangkatanku ke Indonesia. Disisi lain, aku menikmati setiap sentuhan kasih sayang Mommy.

“Okay honey, Mommy hand over all your travel documents. You can check in, and leave to Indonesia. Mommy believes you can arrive safely. Trust me, Mommy will catch up with you soon. Before Mommy comes, you are free. We will discuss what your next plan will be when Mommy is in Indonesia.”

(“Oke sayang, Mommy serahkan semua dokumen perjalananmu. Kamu bisa chek in, dan berangkat ke Indonesia. Mommy percaya kamu bisa sampai dengan selamat. Percayalah, Mommy akan segera menyusulmu. Sebelum Mommy datang, kamu bebas. Kita akan membahas bagaimana rencanamu selanjutnya jika Mommy sudah di Indonesia.”)

Mommy menyerahkan semua dokumen perjalananku dan memelukku erat. Tapi tetap saja tanganku terasa berat untuk membalas pelukannya. Mommy tersenyum, mengelus pipiku, lalu berbalik membelakangiku berjalan ke arah pintu keluar. Hanya beberapa langkah, Mommy tiba-tiba berhenti lagi dan melihat ke arahku.

“You have to say goodbye to your Daddy. You can call him now.” (“Kamu harus pamit pada Daddy, kamu bisa menelefonnya sekarang.”)

Mommy memintaku dengan tatapan sendu.

“Is it necessary? And I don't have his phone number either.” (Apakah itu perlu? Dan aku juga tidak punya nomor ponselnya.”)

“Well... it's up to you baby, but Mommy hopes you tell him. Mommy will send Daddy”s phone number to you.” (“Yaaa... terserah kamu sayang, tapi Mommy berharap kamu memberitahunya. Mommy akan kirim nomor ponsel Daddy ke kamu.)

Mommy tersenyum masam mendengar bahwa aku tidak punya nomor ponsel Daddy ku sendiri. Mommy melambaikan tangannya dan berjalan mundur ke arah pintu keluar. Aku hanya memandanginya hingga tak terlihat lagi diantara orang yang lalu-lalang di bandara.

Aku segera chek in dan berjalan ke arah ruang tunggu. Kulirik ponselku, dan ada notifikasi baru di aplikasi berwarna hijau, yaitu nomor ponsel Daddy yang Mommy kirim. Aku sama sekali tidak berniat menelefonnya. Karena mungkin akan lebih mengecewakanku, dengan sikap tidak pedulinya.

Kulirik ponselku, sudah saatnya boarding. Aku berjalan menuju pintu keluar yang mengarah ke pesawat yang akan membawaku selama 7jam perjalanan menuju Dubai. Seorang pramugari menyambutku dengan senyuman manis di pintu pesawat, dan mengarahkanku ke tempat duduk.

Aku duduk, dan bersiap untuk mengucapkan good bye London. Tapi tiba-tiba aku teringat lagi pesan terakhir Mommy yang memintaku pamit dulu pada Daddy. Tanpa sadar jariku sudah menekan tanda call.

“Hello...Hello”

Kudengar jawaban Daddy dari seberang sana, tapi aku tidak tahu harus bicara apa padanya.

“Hello, who is this? Helloo” (“Halo, ini dengan siapa? Haloo..”)

Mendengar kata “ini siapa?” membuatku berpikir siapa aku? Aku tidak tahu bagaimana menjelaskan siapa aku dan apa keperluanku menelefonnya. Ini kali pertama dalam hidupku menelfon Daddy. Hingga akhirnya Daddy mengakhiri panggilan dariku.

Airmataku berjatuhan begitu saja, aku menangis tanpa suara. Hingga seorang pramugara menepukku untuk segera memakai seatbelt, karena pesawat sudah bersiap untuk take off.

“Excuse me, is everything okay miss?” (Permisi, apakah semuanya baik-baik saja Nona?”)

Aku mengangguk dan segera memasang sealbelt-ku. Pramugara pamit dengan senyuman yang tersirat rasa iba padaku.

Perlahan pesawat meninggalkan parking area, dan bersiap untuk terbang. Kulihat kota London dari ketinggian, betapa indahnya kota London tapi aku tidak pernah merasa hidup di kota ini, kututup mataku dan Good Bye London.

Jika Cinta itu terlalu lama untuk datang, kamu bisa menjemputnya.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status