Share

Indonesia I'm Coming

         

Perjalanan 19 jam 20 menit menuju Indonesia terasa sangat membosankan, Heathrow – Dubai dengan penerbangan selama 7 jam, waktu transit 3 jam 50 menit di Dubai, kemudian dilanjutkan lagi penerbangan Dubai – Jakarta selama 8 jam 30 menit.

Aku tiba di Jakarta Indonesia pada pukul 08.20 menit, ini masih jam ngantuk untukku karena perbedaan waktu London dengan Jakarta sekitar 6 jam. Aku turun dari pesawat, dan mencoba melihat ponselku yang sudah otomatis berubah ke waktu Indonesia bagian barat.

30 menit aku berdiri ditempat pengambilan bagasi, setelah menemukan koperku aku keluar dan duduk diruang tunggu kedatangan bandara Soekarno Hatta. Kulihat ponselku, tidak satu notifikasi pun yang kutemukan.

Aku mencoba mengirim pesan ke Mommy lewat aplikasi hijau.

'Mom.. I've arrived in Indonesia. Where am I next? I've been waiting at Soekarno airport arrival.'

('Mom.. aku sudah sampai di Indonesia. Selanjutnya aku kemana? Aku sudah menunggu di kedatangan bandara Soekarno.”)

Sembari menunggu balasan dari Mommy, aku mencoba menghubungi nomor ponsel Opa yang sudah Mommy berikan sebelumnya. Namun tidak ada jawaban, hingga aku coba mengirim pesan dengan bantuan g****e translate.

'Selamat Pagi Opa, saya Henzie putrinya Melinda. Saya sudah sampai di Indonesia. Kita bisa bertemu dimana Opa?'

Dua jam lamanya aku mencoba menghubungi Opa, dan juga mengirimi pesan berulang-ulang ke Mommy tapi tidak satupun yang memberikan jawaban. Hingga aku ketiduran di salah satu kursi ruang tunggu, sambil memeluk tas ransel hitamku.

Satu jam berlalu begitu saja, aku terbangun karena suara ponselku. Kulihat tulisan Opa memanggil, dan buru-buru kuangkat.

“Halo Opa, ss..sa..aya Henzie.” Ucapku terbata-bata

“Kamu dimana? Opa tidak bisa menjemputmu. Naik taksi saja ke alamat yang Opa kirimkan.”

“Oke..O.p...”

Belum sempat kujawab, Opa sudah mematikan telefonnya. Aku bahkan tidak mengerti keseluruhan arti ucapan Opa. Aku hanya menangkap kata taksi, dan berpikir bahwa tidak akan ada yang datang menjemputku, aku harus naik taksi sendiri.

Tidak berapa lama, Opa mengirimkan alamat yang harus aku tuju. Aku mendorong koperku menuju pintu keluar, dan didepan pintu kedatangan sudah ada banyak orang-orang yang menawarkan jasa pengantaran. Namun sebelum keluar, aku sudah bertanya pada salah satu petugas bandara, taksi apa yang dia recomendasikan untukku jadi aku hanya mencari taksi yang disebutkan petugas bandara.

Hingga aku menemukan satu, dan syukur juga drivernya bisa komunikasi dalam bahasa Inggris dengan sangat baik.

“Excuse me, can you take me to this address?” (“Permisi, bisakah Anda mengantarkan saya ke alamat ini?”)

“Yes of course.” (“Ya tentu saja.”)

Aku masuk kedalam taksi tersebut dan drivernya membantu memasukkan koperku ke bagasi. Ya, inilah Indonesia yang kata Mommy akan ada banyak cinta menungguku disini. Tapi sejauh ini, ekspektasiku masih jauh dari realita, walau tak kupungkiri bahwa orang Indonesia sangat ramah.

“Are you going on vacation in Jakarta?” (“Apakah Anda akan berlibur di Jakarta? “)

Driver taksi membuyarkan lamunanku.

“Yes, so far that's my plan.” (“Ya,sejauh ini rencana saya begitu.”)

“There are not so many interesting tourist attractions in Jakarta, I suggest to Sumatra Island, there is Lake Toba, the largest lake in Asia.” (“Tidak begitu banyak tempat wisata yang menarik di Jakarta, aku sarankan ke Pulau Sumatera, disana ada danau Toba, danau terbesar di Asia.”)

“OK, thanks for the advice. I will visit my family first at the address we are going to.” (Baik, terimakasih atas sarannya. Aku akan mengunjungi keluargaku terlebih dahulu di alamat yang akan kita tuju.”)

“Wow, you have family in Indonesia. Are you a half-breed?” (“Wah, kamu punya keluarga di Indonesia. Apakah kamu seorang blasteran?”)

Driver taksi sedikit terkejut mendengar bahwa alamat yang kami tuju adalah rumah keluargaku.

“Well, that's how it is.” (Ya, begitulah.”)

Balasku dengan senyuman.

Kami membicarakan beberapa hal tentang Jakarta, driver taksi menyarankan aku tempat-tempat yang harus aku kunjungi di Jakarta, dan beberapa pesan dimana aku harus lebih berhati-hati. Dan itu cukup membuatku senang, karena kenyataan hari ini orang yang baru saja bertemu denganku, itu yang membagikan sedikit cinta dengan berbagai pesan, dan saran.

Dengan macetnya Jakarta, kami membutuhkan 2 jam perjalanan menuju rumah Opa. Dan jujur saja aku sangat kelaparan dan juga ngantuk berat. Aku berharap segera sampai, namun aku juga sedikit tidak siap jika keluarga dari Mommy tidak senang dengan kehadiranku.

“This is the address we're going to. Is that his house?” (“Ini alamat yang kita tuju. Apakah itu rumahnya?”)

Driver menunjuk rumah berlantai dua dengan cat putih itu.

“Ya, maybe. This is my first time to Indonesia” (“Ya, mungkin. Ini pertama kalinya aku ke Indonesia.”)

“Oke, wait a second.” (“Baik, tunggu sebentar.”)

Driver taksi keluar, dan mencoba membunyikan bell rumah, sesuai alamat yang dikirim Opa. Seorang wanita paruh baya keluar dari dalam, aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, tapi wanita paruh baya itu mempersilahkan aku masuk. Dan membantu mengangkat koperku ke dalam.

“Thank you, have a nice trip in Jakarta”) (“Terimakasih, semoga liburannya di Jakarta menyenangkan.”)

Ucap driver taksi sambil masuk kedalam taksinya. Aku mengangguk dan mengikuti wanita itu kedalam rumah. Dan tidak satu orang pun disana kecuali wanita paruh baya yang membawaku masuk.

Aku tidak tahu siapa wanita itu, namun kupandangi salah satu foto dengan ukuran paling besar dirumah itu, yaitu foto Opa. Aku tahu, karena aku sudah melihat foto Opa pada profil aplikasi chat. Sedikit membuatku nyaman karena setidaknya, aku tidak salah rumah.

Wanita itu mengangkat koperku ke lantai dua, aku mengikutinya dari belakang. Aku mencoba berbicara dengannya.

“I'm Henzie, Opa's granddaughter. Can I know who you are and what should I call you?” (“Aku Henzie, cucu Opa. Apakah saya bisa tau Anda siapa dan saya harus memanggil Anda dengan panggilan apa?”)

Wanita paruh baya itu hanya memandangiku, lalu memberi isyarat padaku untuk masuk pada satu kamar. Kupikir wanita itu tidak mengerti dengan apa yang baru saja aku ucapkan. Lalu dia bergegas turun, tapi aku menahan tangannya. Lalu menunjukkan layar ponselku, aku mengisyaratkan supaya dia membaca apa yang tertulis di layar ponselku, dan akhirnya dia paham maksudku.

“Panggil aku Bi Inah. Bi....I.N.A.H”

Dia mengeja namanya dan aku mengangguk. Sebenarnya aku juga tidak tahu pasti siapa Bi Inah, tapi aku menerka-nerka bahwa Bi Inah adalah asisten rumah tangga disini. Lalu Bi Inah pergi dan akhirnya kuputuskan untuk tidur saja, karena rasa ngantuk sudah kalah dengan rasa lapar yang sedari tadi kutahan. Walaupun banyak tanya bermunculan dikepalaku, tetap saja aku terlelap.

Sekitar pukul 16.00 sore, aku terbangun dan mandi. Kebetulan didalam kamar yang aku tempati juga tersedia kamar mandinya. Setelah itu aku turun kebawah, berharap menemukan orang lain selain Bi Inah.

“Excusme... Bi Inah.”

Aku memanggil Bi Inah yang sedang sibuk membereskan dapur. Dan dia tersenyum ramah padaku. Tapi dia kesusahan harus bicara apa, sama sepertiku yang juga tidak tahu harus bicara apa dengan bahasa Indonesiaku yang sangat buruk.

Aku benar-benar kelaparan dan lemas. Jadi aku mencoba mencari kata yang bisa aku ucapkan untuk meminta makanan pada Bi Inah.

“Bolehkah saya minta makanan?” Tanyaku pelan

Bi Inah menyodorkan makanan yang sudah dihidangkan di meja makan. Aku melihat nasi dan berbagai lauk yang tidak pernah kulihat. Cocok atau tidak cocok dilidahku, perutku butuh di isi, sehingga aku makan saja.

Bi Inah, memandangiku keheranan. Apakah dia senang karena masakannya kumakan dengan lahap, atau dia miris melihatku yang seperti orang tidak makan satu minggu, aku tidak peduli lagi. Aku hanya tersenyum pada Bi Inah. Selesai makan, aku coba lagi mencari kata yang tepat untuk menanyakan keberadaan Opa dan Oma.

“Bi Inah, Opa dan Oma dimana? Kapan aku bisa bertemu?”

Aku bertanya dengan setengah mengeja, bagaimanapun aku harus belajar bahasa Indonesia. Aku tidak bisa hanya mengandalkan aplikasi penerjemah sepanjang waktu.

“Mereka sedang di Bali Non, mungkin akan kembali dua minggu lagi.”

Aku tidak bisa menangkap dengan baik ucapan Bi Inah. Jadi aku memintanya untuk menuliskannya di aplikasi penerjemah dan aku hanya ngangguk-ngangguk, walau dalam hati aku terkejut. Apa yang akan aku lakukan dalam dua minggu?

Jangan menggantungkan bahagiamu pada siapapun, selain pada Tuhan.

Karena manusia bisa mengecewakanmu kapan saja.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status