Untungnya tadi malam Ezra benar-benar hanya tidur. Sehingga Poppy merasa aman ketika mendapati pakaiannya yang masih utuh.“Kau mau ke mana?” Suara berat yang terdengar rendah itu membuat Poppy mengurungkan niat untuk turun dari ranjang.“Saya ingin ke kamar mandi, Pak.”“Diamlah sebentar lagi.”Dengan mata yang terpejam Ezra menarik Poppy ke dalam pelukannya. Tentu saja membuat Poppy berontak.“Pak, jangan seperti in—”“Sepertinya aku demam, Poppy.”Pada saat itulah Poppy baru menyadari jika lengan yang mendekapnya begitu panas.Ia langsung mengeceknya untuk memastikan. “Anda memang demam, Pak.” “Ck! Ini semua gara-gara kau.” Ezra membuka mata karena tidak mendapatkan balasan dari Poppy. Pria itu mengerutkan kening ketika melihat Poppy yang sendu. “Apa kau begitu mengkhawatirkanku, hemm?” Segera Poppy mengontrol diri. “Saya buatkan bubur, Pak.”“Ya, kau memang harus melakukannya.”“Kalau begitu, bisa Anda lepaskan pelukannya?”Dengan enggan Ezra melepaskan pelukannya, yang m
"Ezra … apa yang akan kau lakukan?" Ezra berhasil membalik keadaan, sehingga kini Poppy dalam kukungannya. "Kau yang memancing, Poppy." Glek! Poppy gugup, terlebih saat Ezra merunduk hingga embusan napas pria itu mengenai permukaan kulitnya. "Apa seperti ini caramu menjerat para pria, Poppy? Pantas saja pria perebut itu dengan mudah masuk perangkapmu!" "Tadi … aku hanya bercanda." Memang tadi ia begitu kesal, dan sekarang malah menyesali perbuatan bodohnya. "Ya, apapun alasanmu … kau harus menerima hukuman." Segera Poppy menghindar saat Ezra hendak menciumnya. "Ezra, jangan seperti ini." Poppy mendorong Ezra sekuat tenaga, tetapi tidak ada perubahan yang berarti. "Kenapa menghindar? Harusnya kau tahu resikonya memancing singa yang tidur." Menelan ludahnya kasar, Poppy benar-benar menyesal. "Aku hanya bercanda. Kau lebih baik menjauh." "Aku bukan pria humoris yang bisa kau ajak bercanda, Poppy." Poppy semakin ketar-ketir. "Jangan lakukan apapun, kumohon." Kali ini mata
“Kenapa kau jadi pendiam? APa terjadi sesuatu yang tidak kuketahui?”Ezra melirik Poppy yang memalingkan wajah ke arah jendela. Poppy menoleh lalu menggeleng.“Lalu kenapa?”Perempuan itu mengembuskan napas kasar. “Ada yang ingin saya bicarakan, Pak.” “Katakan itu.” “Saya ingin pulang.” Satu alis Ezra terangkat, “Tentu saja! Sebentar lagi kita sampai di apartemen.” “Bukan itu,” ucap Poppy seraya menggeleng pelan.“Maksudmu?”“Saya ingin kembali ke rumah sewa.”Ckiit! Poppy hampir saja terbentur gara-gara Ezra mengerem mendadak. Beruntungnya pria itu menahan tubuhnya. “Hati-hati, Pak.”“Kau yang seharusnya berhati-hati, Poppy!” sentak Ezra.Wajah pria itu tampak merah padam dengan tatapan yang begitu tajam. Tentu saja Poppy ngeri karena sebelumnya belum pernah melihat Ezra seperti itu. “Kau sendiri yang mengatakan akan melakukan apapun untukku. Lalu kenapa sekarang kau ingin kembali tempat kumuh itu?” “Itu—” “Aku tidak izinkan! Kau tetap tinggal bersamaku,” putus Ezra tidak
“Apa masih jauh?” “Iya, Pak.”“Ck! Kenapa kau menguburkan ibu sangat jauh?”Ezra kesal karena belum sampai, padahal ia sudah menyetir lama. “Itu karena dulu kami tinggal di sana.”“Jadi pria perebut itu membawamu kabur begitu jauh.”Hobi sekali Ezra menyebut Keenan dengan sebutan pria perebut. Ya … karena memang begitu kenyataannya.“Itu karena tempat itu dekat dengan rumah sakit utama milik Keenan.”“Kau berani sekali menyebut namanya.” Penjelasan Poppy malah menimbulkan hawa panas yang luar biasa, membuat Ezra menyalakan AC. “Lalu saya harus menyebutnya apa? Memang namanya Keenan.” “Sudah kukatakan agar tidak menyebut nama pria perebut itu! Kenapa sulit sekali kau menurut?”“Maaf," ucap Poppy. “Sepertinya kau masih mencintainya.” Kali ini Ezra sedikit menurunkan volume suaranya.Poppy diam. Benarkah ia masih mencintai Keenan? Melihat Poppy yang diam saja semakin membuat Ezra geram. “Sebenarnya apa yang pria perebut itu berikan sampai kau mau bersamanya? Apa benar karena dia
"Mas …." Keenan datang sambil membawa bunga mawar putih saat Poppy akan pulang. "Ternyata kau ada di sini, aku pikir kemarin kau melakukannya.” Keenan melirik ke arah Ezra yang tampak membuang muka.“Itu karena kemarin aku ada urusan.”Keenan mengangguk. “Padahal aku sengaja datang hari ini agar tidak bertemu denganmu.” Ya, Poppy dapat mengerti kenapa Keenan sangat menghindarinya. Ia hanyalah mantan istri yang penyakitan baginya!“Aku akan pulang, kau bisa berbicara dengan ibu dengan leluasa.”“Hemm.” Pria itu lantas melewati Poppy begitu saja.“Setidaknya Mas Keenan masih menganggap ibu,” gumam Poppy menatap punggung Keenan yang menjauh.Mungkin bagi sebagian orang ini adalah situasi yang romantis, di mana sang mantan menantu masih menyayangi mertuanya. Namun, tidak bagi Ezra.Pria itu merasa ini sangat memuakkan! Karenanya ia langsung menarik Poppy agar segera pergi.“Sepertinya kau begitu senang karena bertemu dengan mantan suamimu itu.”Poppy melirik Ezra malas. “Saya tidak mem
“Poppy, kau jangan terlalu dekat dengan Pak Ezra.” Itu yang Poppy inginkan! Menjauh dari Ezra andai bisa.“Memang kenapa, Pak?” “Pak Ezra sudah dijodohkan. Kau sangat jauh dengan wanita itu.”Ya, Poppy akui memang Chelsea itu cantik dan anggun. Sangat berbeda dengannya yang hanya seorang office girl, terlebih ia hanyalah janda penyakitan!“Kau benar, jika ada cara …saya ingin menjauh dari Pak Ezra.”Sean menatap Poppy serius. “Apa yang katakan itu benar?” Poppy mengangguk.“Jadi kau tidak menyukai Pak Ezra?” “Tentu saja!” Kali ini Sean nampak berbinar. Apa pria itu tertarik dengan Poppy?“Kalau begitu sebisa mungkin menjauh darinya.”“Bagaimana caranya?” Sean diam–bingung karena memang tidak ada yang bisa dilakukan. Terlebih melawan Ezra yang berkuasa.Melihatnya lantas membuat Poppy mengembuskan napas kasar.“Sepertinya Anda tidak memiliki cara.”Setelahnya Poppy memilih menyusul Rexi karena memang tugasnya bersama Rexi hari ini.“Kenapa kau lama? Aku bahkan sudah membersihkan
"Aku harus mencari perhitungan dengan wanita sialan itu!" Ezra mengoleskan salep dengan penuh kelembutan. Pria itu bahkan meniup-niupnya. "Sudah saya katakan, saya baik-baik saja. Lagipula wajar jika Nona Chelsea melakukan itu." "Wajar katamu?" Pria itu menatap Poppy yang mengangguk dengan tajam. "Ck! Bagaimana bisa kau mengatakan kelakuan itu wajah?" Ezra tidak habis pikir, padahal pipi Poppy memar karena ulang Chelsea. "Tentu saja! Wanita mana yang terima saat melihat calon suaminya tiduran di pangkuan wanita lain." "Siapa yang kau bilang calon suami?" "Tentu saja Anda!" Ezra mendelik, "Kau jangan aneh-aneh! Aku bukan calon suaminya. Aku ini … calon suamimu." Kali Ini giliran Poppy yang menatap Ezra jengah. "Anda bahkan sudah dijodohkan, tapi bisa-bisanya masih membual." "Yang kukatakan itu benar, Poppy! Aku calon suamimu, bukan wanita itu.""Tapi—" "Aku menolak perjodohan itu." Ezra menatap Poppy serius. Ia bahkan memegang tangan Poppy. "Percayalah padaku, aku menola
“Sepertinya wanita menyebalkan itu sudah mengadu pada Nenek.”Poppy menautkan kedua alisnya. “Maksudmu?”“Barusan Nenek mengomel karena aku menolak perjodohan.”“Siapa yang menyuruhmu melakukan itu!”“Tentu saja karena aku tidak mau. Yang kumau hanya kau, Poppy.”Lagi dan lagi pria itu terang-terangan mengakui perasaannya. Lantas, Poppy harus bersikap bagaimana? Wanita itu memilih membuang muka membuat Ezra mendengus kesal.“Kau, mau sampai kapan menolakku?” “Sampai kapanpun, Ezra.”Semakin kesal saja Ezra. “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Dalam waktu dekat ini, aku pastikan kau jadi milikku!” “Terserah.”Poppy tetap kukuh pada pendiriannya.Tiba di apartemen, Ezra hanya mengantarkan Poppy saja.“Kali ini kau mau ke mana dulu?”“Woaah, lihatlah … kau mulai perhatian padaku.” Ezra tersenyum lebar.“Kau jangan terlalu percaya diri!” “Mengaku saja, Poppy. Tidak ada yang salah dengan itu! Kita sama-sama single, jika kau ingin kembali … aku akan menerimamu dengan tangan terbuk