Seharian di apartemen Ezra terus menempel pada Poppy. Sehingga ketika akan berangkat bekerja, pria itu menjadi pemalas. "Apa kita diam saja di apartemen?" "Tidak, kau harus bekerja! Jangan memberikan contoh yang tidak baik bagi karyawanmu. Lagi pula kau memiliki tanggung jawab." "Aku bisa menyerahkanya kepada Kevin. Rasanya begitu berat, aku hanya ingin terus berduaan bersamamu." Ezra benar-benar berlebihan! Poppy memutar bola matanya. "Di kantor pun kita masih bisa berdua, Ezra." "Itu berbeda, mereka akan menganggu kita. Aku jadi tidak bebas," ujar Ezra memberi alasan. "Memang apa yang akan kau lakukan padaku? Aku tidak ingin melakukan apapun, Ezra!" Wanita itu membuang muka, karena sudah berpikir yang tidak-tidak. Tentu saja Ezra ketar-ketir. "Bukan begitu, aku tidak akan melakukan apapu padamu. Hanya sekedar ciuman bukankah itu wajar?" "Tidak, aku harap kau tidak melakukannya lagi." "Tapi---" "Kalau kau masih melakukannya, lebih baik kita putus!" Skakmat! Poppy memiliki
"Jangan harap hukuman tadi sudah cukup, Sayang. Aku masih belum puas menghukummu." ujar Ezra sambil merangkul Poppy.Tentu saja pamandangan itu membuat para karyawan yang melihatnya iri. Meski dari mereka ada juga yang merasa kagum karena Poppy si office girl ... berhasil membuat Ezra bertekuk lutut."Seharusnya aku dulu melamar untuk jadi Office girl saja! Mungkin sekarang aku yang ada di posisi, Poppy.""Kau yang benar saja! Aku rasa Pak Ezra tetap tidak akan mau padamu.""Bagaimana bisa kau mengatakan itu? Aku bahkan lebih cantik dari Poppy!" Ya, beberapa percakapan dari para karyawan menggelitik indera pendengaran Ezra maupun Poppy. Pria itu menoleh ke arah Poppy kemudian tersenyum lebar. "Kenapa kau senyum-senyum?" tanya Poppy heran."Ck! Kau dengar bukan percakapan mereka? Kau jadi sangat populer karena aku," ujar Ezra dengan bangganya. Poppy membalas tatapan Ezra dengan jenuh. "Tidak ada yang perlu dibanggakan, terkenal karena dekat denganmu. Itu bukan sebuah prestasi!" "
"Sayang, berhentilah bergerak!" Ezra nampak gelisah membuat Poppy heran."Aku pegal, Ezra. Biarkan aku duduk di kursi saja." Pria itu langsung melarang. "Tidak, tidak akan kubiarkan. Sudah kubilang kalau hukuman belum selesai."Poppy mendesah lirih kemudian kembali bergerak-gerak, membuat Ezra menggeram."Poppy, kau membangunkan adikku."Kening Poppy langsung mengkerut. "Kau juga memiliki adik, Ezra?""Tentu saja!""Dia ada di mana? Apa ada di sini, sehingga aku bisa membangunkannya?" Dengan pelan Ezra mengangguk. "Ya, dia ada di sini. Dia selalu mengikutiku ke mana pun berada." Poppy semakin bingung, hingga menatap Ezra penuh tanya. "Maksudmu bagaimana? Aku bahkan tidak pernah melihatnya.""Tentu saja kau tidak akan melihatnya. Karena sekarang bukan waktunya!" "Lalu kapan waktunya? Aku jadi penasaran dengan adikmu. Tapi sebelum itu, dia selalu mengikuti bagaimana? Padahal aku selalu ada bersamamu, tapi tidak pernah melihatnya."Raut wajah Ezra yang gelisah jadi merah. Pria itu m
"Sayang," panggil Ezra begitu masuk ke dalam ruangan pribadinya. Pria itu nampak tersenyum tipis begitu melihat Poppy yang ketiduran. "Padahal hanya sebentar, kenapa sampai ketiduran begini?" Ezra duduk di sisi ranjang kemudian membenahi anak rambut Poppy yang menghalangi wajah. Setelahnya ia menatap lekat wajah sang kekasih. "Cantik," gumamnya. "Ini seperti mimpi bagiku, Poppy." "Mimpi apa yang kau maksud?" Tiba-tiba saja Poppy membuka mata kemudian bertanya dengan suara serak. Tentu saja hal itu cukup membuat Ezra kaget. "Kau pura-pura tidur, hemm?" Ezra memincingkan mata, membuat Poppy langsung menggeleng. Masih dengan posisi yang tiduran, Poppy berkata, "Siapa yang berpura-pura? Aku memang tidur betulan. Hanya saja usapanmu membuatku terganggu." "Hemm, begitukah?" "Iya." Poppy bangkit kemudian duduk bersandar. "Kau belum menjawab pertanyaanku, Ezra." "Yang mana?" tanya Ezra pura-pura tidak tahu. Melihatnya membuat Poppy memutar bola mata. "Jangan berpura-pura!" Ezra te
Hap! Dengan cepat Ezra menangkap Poppy. “Kau kena!” serunya kesenangan.Pria itu tertawa lebar, membuat para karyawan yang melihat dibuat takjub. Pasalnya jangankan untuk tertawa lebar seperti itu, untuk tersenyum saja terlalu mahal!“Woaah, sebenarnya apa yang membuat Pak Ezra menyukai Poppy?” “Lihatlah, Poppy berhasil membuat Pak Ezra tertawa lepas.” Banyak komentar yang membuat Poppy tidak nyaman. Terlebih dengan ia yang menjadi tontonan. Sungguh, andai Poppy membawa cangkul … ia akan menggali lubangnya sendiri untuk bersembunyi! “Ezra, lepaskan.” Poppy mencoba melepaskan lengan kekar Ezra yang mendekapnya dari belakang, tetapi Ezra tidak mengizinkan.“Tidak, nanti kau kabur lagi.” “Tapi … aku malu. Lihatlah, kita jadi tontonan banyak orang!” Pria itu masih kukuh tidak ingin melepaskan. “Aku akan terus memelukmu seperti ini sampai kau berjanji tidak akan pergi dariku.”Poppy mendongak dengan kepala yang meneleng agar bisa melihat wajah Ezra dengan jelas. “Ezra ….” Tatapan w
Tok ... tok ... tok ....Percakapan Ezra dan Belinda terhenti. Keduanya menoleh ke arah sumber suara, di mana Poppy berdiri sambil membawa nampan. Wanita itu tersenyum, mencoba untuk bersikap biasa. Meski hatinya berkecamuk. Segera Poppy menghampiri kemudian menaruh kopi di atas meja. "Nenek," sapanya ramah. Belinda langsung berdiri kemudian memeluk Poppy. "Nenek senang kita bertemu lagi, Poppy." Dengan hati yang menghangat Poppy membalas pelukan Belinda. "Aku juga, Nek." Setelahnya mereka mengurai pelukan. "Kalau begitu aku permisi dulu, Nek." Belinda menautkan kedua alisnya. "Kenapa buru-buru sekali? Nenek masih merindukanmu." Merasa rikuh atas kejadian tadi, Poppy menoleh ke arah Ezra. Seolah paham dengan apa maksud lirikan Poppy, Ezra mengangguk. "Kau di sinilah temani Nenek. Aku harus mengurus sesuatu," ujarnya. Senyum mengembang di wajah Belinda yang sudah keriput. "Dengar bukan, kau bisa tinggal di sini." "Iya, Nek." Akhirnya Poppy menemani Belinda berbincang, sedang
Selama perjalanan pulang, Ezra sama sekali tidak mengajak Poppy bicara. Tidak … bukan selama perjalanan, tetapi sejak di kantor pria itu membisu! Tentu saja Poppy merasa rikuh. Ia tidak menyukai situasi seperti ini karena sudah terbiasa dengan Ezra yang banyak bicara.Ya … jika bisa memilih, Poppy lebih menyukai Ezra yang menyuruhnya ini dan itu. Meski sangat melelahkan, tetapi itu lebih baik daripada Ezra yang memusuhinya. “Em … Ezra.” Poppy memberanikan diri.Ezra lantas melirik Poppy sekilas kemudian kembali melihat ke depan.Mendapati respon yang seperti itu membuat Poppy urung dan memilih membuang muka. Hingga tiba-tiba Ezra menegur yang membuat Poppy kembali melihat ke arah pria itu.“Jangan setengah-setengah. Kau membuatku penasaran!” Menelan ludah kasar, keberanian yang ada tadi pagi entah pergi ke mana. “Ayo bicara!” cetus Ezra kembali. Setelah diam beberapa saat untuk mengumpulkan keberanian, Poppy pun berkata, “Stok di kulkas habis. Jika kau tidak keberatan … tolong
“Aku tahu kau sedang memikirkan pria perebut itu!” Ya, tuduhan Ezra tidak sepenuhnya salah. Karena pada kenyataannya, Poppy memang memikirkan Keenan. Lebih tepatnya memikirkan sikap Keenan yang berubah.Sebenarnya, ada apa? “Kau diam, artinya benar!” Ezra mendengus sebal kemudian dengan sengaja menginjak pedal gas dalam.Sontak Poppy langsung menoleh dengan tangan yang refleks berpegangan pada sabuk pengaman. “Ezra, pelan-pelan!” Tidak menyahut, Ezra semakin mempercepat laju mobilnya membuat wajah Poppy pias. “Ezra, kau ingin membunuhku?” Poppy memekik histeris. Masih tidak menyahut membuat Poppy ketar-ketir. Meski hidup terasa berat, tetapi ia belum ingin mati! Pada akhirnya Poppy yang frustasi karena sikap Ezra pun hanya bisa menangis sambil berdoa.“Tuhan, aku tidak ingin mati tragis.” Meski lirih, tetapi pendengaran Ezra yang tajam membuatnya bisa mendengar dengan jelas. Perlahan Ezra memperlambat laju mobilnya. Hingga akhirnya benar-benar berhenti karena mereka sudah s