Angel mengatakan perbandingan, antara perkataannya yang di anggap mudah ketika meminta cerai, dengan tindakan Bagas untuk menyentuh tubuh wanita lain."Apakah hubungan kita dangkal mas, sekalinya jauh dariku, kamu bisa bersama serta membelainya?." "Bisakah kau ingat kasih sayangku ketika bersamanya?, bisakah itu terjadi saat kamu mementingkan hubungan diantara kita?." Angel mengepalkan jari-jari tangannya dengan kuat, seakan tengah mencari kekuatan untuk melanjutkan ucapannya lagi."Setelah aku melihat vidio kalian bersama, jujur ketika kita melakukan itu, pikiran dan jiwa ini berontak. Aku selalu bertanya, apakah tindakanmu saat bersamanya juga seperti saat kau melakukannya denganku?, kata-kata manis mu, gerakan mu, bahkan apakah senyummu untukku juga sama dengan senyum untuknya?.""Apakah kau juga membisikkan namanya, dengan cara yang sama kau membisikkan namaku?, apakah kau juga puas serta bahagia, saat melakukan itu seperti ketika bersamaku?.'' Suara itu, tatapan dan penyampaian
"Iya.....Aku telah jatuh dalam pandanganmu, bahkan jika itu sebuah lubang dangkal, tetap saja tak ada jalan keluar dari sana." Ucap Bagas dalam hati.Ia merasa semakin jauh dari sosok Angel istrinya, dan mungkin juga gelar suami yang ia miliki akan segera terhapus, dalam hitungan beberapa saat ke depan.Hati Bagas seolah terhimpit dua dinding kokoh, yang yang kian merapat. Di sana juga ada kehampaan yang kuat, ketika membayangkan perpisahan mereka nanti."Een...bisakah itu di pikirkan lagi, lihat Ayah dan ibuku mereka sangat menyayangimu." Bagas mencari pemberat lain, untuk menahan keinginan Angel agar tidak kekeh untuk bercerai.Dan kali ini ia menyebut kedua orang tuanya, sebagai titik fokus wanita itu. Bagas berharap dengan kasih sayang tulus Hanum dan Hartono, ia akan berpikir dua kali, atau jika mungkin mengurungkan niatnya."Bahkan Cantika lebih menyayangimu ketimbang aku kakaknya, keluargaku akan selalu menjadi pendukung mu." Lanjut Bagas lagi.Mendengar perkataan itu Angel jus
Bagas memeluknya erat, serta berusaha mencium paksa bibir Angel. Di tengah kemelut pikiran yang bercampur aduk serta rasa rindu yang dia miliki, gejolak hatinya kian bergemuruh.Bahkan, ketika Angel dengan tegas menolak dan berusaha melepaskan diri, Bagas justru semakin bertekat.Dan apalah daya bagi seorang Angel, tentu saja ia tak sebanding dengan kekuatan Bagas. Di sela kebencian, amarah, bahkan mungkin rasa jijik yang mulai berkecambah di hatinya, ia menerima setiap perlakuan calon mantan suaminya tersebut.Bahkan ketika Bagas menariknya masuk kedalam kamar, ia tak dapat berbuat apa-apa.Hanya mengikuti langkah kaki dengan tarikan kuat yang membawa tubuhnya, dengan pikiran kebencian."Apa kau sudah gila, aku masih sakit mas, apa yang ingin kau lakukan?."Angel kehabisan akal, bahkan jika Bagas memaksanya, ia masihlah istri pria tersebut. Di atas perselisihan dan polemik rumah tangga mereka, dalam pandangan orang lain keduanya masihlah pasangan. Dengan mengingat hal itu, Angel mengu
"Pergilah....Aku tak ingin melihatmu."Angel masih memalingkan wajah, ketika mengatakan hal itu. Baginya saat ini, tak ada keinginan untuk melihat sosok Bagas sama sekali."Eeen......." Suara Bagas terdengar penuh permohonan."Een...sungguh aku tidak sengaja melakukannya, aku kehilangan akal beberapa saat yang lalu. Een..Aku takut kehilanganmu."Angel berusaha menguatkan hati, perlahan ia menoleh pada sosok di atas ranjang yang terpaku di sampingnya. Wajah itu masih sama dengan sosok yang ia cintai di masa lalu, tubuh itu juga masih memiliki aroma yang paling ia sukai. Namun, sorot mata di sana tidak lagi cerah dan yakin seperti bintang di kegelapan malam.Bahkan senyuman beberapa saat lalu, tidak lagi menghangatkan hatinya.Bagaimana itu bisa berbeda hanya dalam hitungan bulan saja, Angel kembali melelehkan air mata melihat sosok tersebut.Ia mencintainya begitu lama dan masih menyimpan beberapa rasa di dada.Lalu, bagaiman segalanya akan mudah di hadapi, bagaimana hari esoknya tanpa
Mendengar perkataan itu, Bagas ingin berteriak bahwa ia tak ingin memikirkan apapun tentang perceraian, ia tidak butuh tambahan teman, serta juga ingin menegaskan tidak akan mempertimbangkan apapun perihal perpisahan. Namun, dengan sikap dan kondisi saat ini Bagas hanya bisa menyimpannya.Toh, sejak awal hingga akhir ia juga sudah berulang kali bilang, bahwa tak ingin ada perceraian diantara mereka.Bagas masih diam hingga beberapa saat, tak mengatakan apapun atau menjawab perkataan sang istri. Hanya berpikir, mungkin memberi waktu untuk Angel agar lebih tenang adalah pilihan terbaik.Selain tidak memancing emosi wanita tersebut, ia juga berharap setelah berpikir dengan tenang, akan ada sedikit harapan untuk hubungan mereka. "Baiklah...istirahatlah dulu, kita bisa bicara lagi lain kali." Pria tersebut turun dari ranjang,berhenti di pinggiran sejenak, dan menoleh kembali untuk menatap sosok Angel, menghela nafas dan berjalan keluar kamar.Namun, setelah pintu kamar tertutup rapat dan
Namun, seperti sebuah ketebalan muka telah mengakar pada darah dan tulang Vanessa, ia tetap berjalan masuk ke dalam ruangan dengan santai, serta tak ambil pusing tetang pendapat Anggara perihal kehadirannya di sana. Bagaimanapun, ia telah menerima perlakuan tersebut sejak ia masih kecil."Ayolah...aku hanya sebentar saja."Wanita itu berjalan mendekat kearah meja kerja Anggara, mendudukkan tubuh tepat di depan sang presdir muda tersebut.Sementara Anggara yang kurang suka dengan sosok sang adik, semakin jengah ketika melihat tingkah lakunya.Namun, Ia menyimpannya dalam kebisuan, serta tetap fokus dengan berkas yang di pegang nya, tanpa harus repot untuk melirik sosok yang kini telah duduk di depannya tersebut. "Sepertinya proyek hunian di pinggiran kota milik kakak sudah 80% selesai."Vanessa memulai percakapannya dengan Anggara, meski ia tidak di anggap sama sekali."Kurasa, Ayah akan memberikan proyek hutan hijau kepadamu
Hati Vanessa seolah, semakin deras mengucurkan darah segar. Ia tak mengerti apa salah dirinya, hingga harus di benci oleh sang kakak sebesar itu.Namun belum sempat ia meratap untuk perih di hati, ucapan lain kembali di dengarnya. "Termasuk wanita itu, selama ia berkerja di sini jangan mencoba melakukan trik apapun lagi."Vanessa tidak percaya dengan apa yang di terima oleh pendengarannya.Bahkan tanpa sadar ia berbalik, sekedar untuk menoleh kearah sosok tampan di balik meja kerja, yang sempat ia punggungi beberapa saat yang lalu."Apa kau bilang?, siapa yang masih bekerja di sini?." Bibir Vanessa membuat sebuah pertanyaan, yang bahkan ia telah menebak apa jawabnya.Ia menatap penuh keraguan, serta tanda tanya untuk sosok di depan di sana.Bagaimana itu mungkin?, bukankah sosok hantu jejadian di dalam toilet adalah wanita itu?, ataukah sosok gambaran sebagai penerjemah kata "Wanita itu" berbeda deskripsi di antara mereka?. Pikiran Vanessa dipenuhi dengan tanda tanya yang mulai berge
''Semakin kau membenci, semakin banyak alasan untukku mempertahankannya di sini. Dan melihatmu seprti sekarang, aku mulai menyukai wanita itu.'' Lanjut pria tersebut lagi.''Vanesa merasa tak bisa menerima apa yang di terima oleh pendengarannya, atau lebih dapat di katakan sebagai penolakan atas apa yang telah di dengar.Haruskah mulai berhenti berharap dan membenci, sosok saudara yang sangat ia inginkan sejak kecil dulu. Ataukah tetap bertahan untuk bersabar meski segalanya adalah mustahil, seperti menunggu rumput yang akan menjulang kan padi suatu hari nanti?.''Apa kau pikir dengan otakmu yang dangkal bisa menipu sisi pandang yang kumiliki?.Anggara terdiam sejenak, dan mengalihkan tatapannya kearah anggota tubuh tengah Vanessa sejenak, dan kembali berkata. "Lihatlah, bahkan jika kau hamil saat ini, pria itu tetap tak memandangmu, mengapa kau tidak bersembunyi atau mengganti wajahmu saja.''Mungkin, jika di bandingkan dengan rebusan ai