Share

Kembalinya Sang Pangeran

Alex sudah tiba kembali di istana dengan pasukan pengaman kerajaan yang minim jumlahnya. Ini tentunya menunjukkan bahwa dirinya bukan merupakan anggota kerajaan yang penting. Sebab perdana menteri mereka saja mendapatkan pengamanan yang lebih ketat daripada Alex.  

Ia menghela nafas dan menatap bangunan megah yang didominasi dengan warna putih itu. Tempat yang telah menjadi rumahnya selama dua belas tahun sebelum ia diasingkan ke Inggris.

Ia tidak suka kembali ke tempat kenangan yang menyakitkan ini. Terlebih ia sebetulnya sangat tidak ingin bertemu dengan Kiehl, sang kakak.

Tapi, justru di sinilah ia berada. Ia melangkah memasuki pintu utama istana.

 Beberapa staff istana dan beberapa pelayan istana menyambut kedatangannya dengan sikap resmi. Mereka berdiri berbaris dengan rapi. Hanya itu saja. Bukan sambutan meriah seperti yang seharusnya.

Alex berjalan melewati mereka sambil memantau wajah para pelayan satu per satu. Ia mencari Shaunia. Namun ia tak dapat menemukan sosok wanita bertubuh gempal, berkacamata dan mengenakan kawat gigi.

'Apakah si karat masih berada di istana?' Pikir  Alex masih memanggil Shaunia dengan julukan yang diberikannya.

'Bagaimana keadaannya sekarang?' 

'Astaga! Mengapa yang kupikirkan malah si anak karat itu?'

Alex akhirnya sampai di ruang balairung utama istana, tempat biasa ayah dan ibunya menerima tamu. 

'Jadi begini ternyata. Mereka menyambut anak kandung mereka sendiri di tempat yang resmi,' lagi-lagi Alex membatin dengan tak senang.

'Bukan di sayap istana bagian Barat khusus untuk keluarga,' pikir Alex dengan sinis.

Sesuai dugaan, ayah dan ibunya telah menunggu di balairung. Mereka duduk di atas singgasana resmi kerajaan.

"Ayah, Ibu !" Sapa Alex tersenyum dengan sinis.

"Aku sudah pulang sesuai dengan keinginan kalian," kata Alex lagi.

"Ada apa? Apa kalian ingin membagikan warisan atau apa?" Tanya Alex dengan malas-malasan.

"Tutup mulut lancangmu, Alexander!" Bentak Raja Roland.

"Beraninya kau kembali ke sini hanya dengan memakai pakaian seperti itu?" Raja Roland berkata dengan murka.

Alex melirik pakaiannya yang hanya berupa kemeja abu-abu muda bergaris berlengan pendek yang hanya dikancingkan seadanya, dengan celana selutut berwarna gading dan sepatu kets berwarna putihnya. Dibahunya tersampir jaket berwarna cokelat susu. Dan ia mengenakan kacamata hitam.

Jujur, Alex saat ini lebih terlihat seperti turis daripada seorang keluarga kerajaan.

"Ini?" Tanya Alex sambil menunjuk pakaiannya sendiri.

"Apa ada yang salah dengan pakaianku?" Tanya Alex tanpa merasa bersalah. Padahal ia memang sengaja ingin membuat ayahnya murka.

"Apa kau tidak tahu aturan dalam bertemu di istana?" Suara Raja Roland menggema di dalam balairung.

"Yang aku tahu adalah aku pulang untuk bertemu dengan ayahku," sahut Alex masih dengan nada malas-malasan.

"Aku tak tahu bahwa ternyata aku diharuskan untuk bertemu dengan seorang 'RAJA'!" Alex tiba-tiba mengubah suaranya menjadi sinis dan menekankan kata 'raja'.

"Alex, jangan sembarangan berbicara di depan ayahmu," tegur Ratu Sophie, sang ibu.

"Baiklah, Bu! Kalau begitu, apakah yang Ayahanda ingin katakan kepadaku?" Alex mengulang pertanyaannya tapi kali ini dalam bahasa resmi istana.

Belum sempat Raja Roland menjawab, Kiehl sudah berjalan memasuki balairung dengan diikuti oleh Shaunia dari belakang.

Shaunia sedikit bergetar perasaannya memikirkan pria yang dibencinya itu telah kembali.

Dan ia lebih tidak suka lagi dengan keputusan yang telah diambil oleh Raja Roland, sehingga menyebabkan Alex ditarik pulang.

Sementara itu, Alex memandang kakak yang sudah empat belas tahun tak dijumpainya itu dengan tatapan datar. 

Kiehl telah berubah menjadi pria dewasa dengan wajah tampan namun lembut. Segala sesuatu tentang Kiehl terlihat sangat sempurna. Ia bahkan sudah pantas terlihat seperti seorang raja muda.

"Alex! Kau sudah pulang," sambut Kiehl datar.

Ia tak bisa memutuskan bagaimana ia harus menyambut adik semata wayangnya itu. Antara benci dan sayang berkecamuk dalam diri Kiehl ketika melihat adiknya berdiri dihadapannya.

"Kiehl!" Balas Alex singkat. Ia juga tidak menyukai Kiehl sama sekali.

Berlindung di balik punggung Kiehl, Shaunia mencoba mencuri pandang untuk melihat seperti apa wajah Alex sekarang.

Shaunia melihat sesosok pria nan tinggi dan kekar. 

'Itukah Alex? Seorang pangeran kecil yang dulu selalu membully diriku?' Kata Shaunia dalam hati.

Dadanya yang bidang terlihat mengintip dari balik kancing kemeja yang dikancingkan secara asal.

Wajah Alex seperti menunjukkan bahwa semua orang dimatanya hanyalah serangga tak berarti. Sorot matanya yang tajam dan dingin dan wajah tampannya yang keras dan terkesan galak membuat kedua kakak beradik itu terlihat sangat berlawanan.

Mata Alex yang tajam tak luput dari sesosok wanita yang berdiri dibelakang Kiehl. Kecantikan wanita itu langsung menarik minat Alex.

Seragam terusan merah hitamnya menujukkan bahwa wanita itu adalah seorang pelayan resmi istana. Namun sebuah pin berwarna emas dan berukir lambang negara mereka merupakan bukti bahwa wanita cantik itu adalah seorang pelayan khusus yang biasanya harus selalu berada di samping majikannya hampir dua puluh empat jam.

'Hmm! Boleh juga wanita itu!' Batin Alex.

'Aku harus mendapatkan seorang pelayan khusus yang cantik dan sexy juga untuk diriku sendiri juga.'

"Kau sudah datang, Kiehl!" Sambut ayah mereka dengan hangat. Berbeda sekali nada yang digunakan sang raja ketika berbicara dengan Alex.

"Ya, Ayah!" Jawab Kiehl dengan sopan. 

"Baiklah, karena kalian semua sudah hadir maka kurasa aku akan lang ...." Perkataan Raja Roland terputus.

"Tunggu dulu! Apakah si Karat masih berada di sini?" Alex bertanya dengan memotong pembicaraan Raja Roland. Ia sungguh penasaran sekali. Kepalanya menoleh kesana kemari mencari kehadiran Shaunia.

"Alexander!" Sentak Raja Roland.

Shaunia yang mendengar bahwa Alex masih mencarinya kini semakin menciut berusaha bersembunyi di belakang Kiehl.

"Ayah sedang berbicara, mengapa kau memotong perkataannya dengan tidak sopan!" Tegur Kiehl.

"Lagipula untuk apa lagi kau menanyakan Shaunia. Berhentilah memanggilnya seperti itu!" 

AHA! Hanya dari jawaban Kiehl saja, Alex dapat mengetahui bahwa Shaunia masih berada di istana.

"Kenapa? Memang ia cocok dipanggil 'si gendut Karat' kok!" Alex masih saja bersikeras. Ia sama sekali tidak tahu bahwa Shaunia adalah wanita yang berada di belakang Kiehl.

"Apakah ia masih pantas kau panggil dengan sebutan itu sekarang?" Tanya Kiehl dengan nada tersinggung sambil menarik Shaunia keluar dari perlindungannya.

Shaunia yang ditarik ke depan seketika menjadi jengah karena sekarang dirinya menjadi pusat perhatian di depan Raja Roland dan Ratu Sophie juga.

Alex melotot sampai matanya hampir melompat keluar dari tempatnya. 

"Apa? Kau adalah si Karat?" Teriak Alex tak percaya.

"Ta ... ta ... tapi ... bagaimana mungkin ...." Alex tergagap sekali itu dan kehilangan kata-kata.

"Kalian berniat mengerjai diriku bukan?" Tanya Alex tertawa terbahak-bahak, namun tak ada yang ikut tertawa bersamanya sehingga akhirnya Alex terpaksa menghentikan tawanya.

"Katakan padaku dengan jujur! Apakah kau adalah si Karat?" Alex berkata kepada Shaunia.

Alex memperhatikan wajah cantik dan tubuh sexy nan mempesona milik wanita di hadapannya itu.

'Tak mungkin wanita di hadapanku ini adalah si Karat!' Batin Alex.

'Kemana perginya kacamata besar, behel, dan tubuh montok itu?'

'Mengapa si Karat bisa berubah menjadi secantik ini?'

"Hei, apa kau tuli?" Bentak Alex.


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status