Beranda / Horor / Ojek Dua Alam / Pocong Aisyah 2

Share

Pocong Aisyah 2

Penulis: Suci San
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-07 07:14:21

Sandy mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang malam itu. Di belakangnya, pocong Aisyah nampak terus berbicara.

"Kenapa Abang Sandy pulang lagi? Padahal tadi Abang Sandy sudah lihat bapaknya Aisyah!" Pocong itu bertanya dengan nada manja bak remaja perempuan.

Sandy hanya mendengarkan tanpa mau menjawab pertanyaan tersebut. Kenapa? Sudah jelas karena dia banyak berpapasan dengan pengendara lain di jalan. Sandy tidak mau dianggap gila karena berbicara sendiri, secara pocong Aisyah sudah pasti tidak terlihat kala itu.

Ketika motor tiba di rumah, barulah Sandy berbicara. "Jangan ngajak aku bicara di jalan, nanti aja kalau aku sendirian," ucapnya.

Pocong Aisyah menganggukkan kepalanya. Lantas dia mengikuti Sandy yang berjalan mendekati pintu masuk rumahnya.

"Assalamualaikum," ucap Sandy seraya mengetuk pintu.

"Mak? Sandy pulang!" seru Sandy setelah beberapa saat tak terdengar jawaban dari dalam rumahnya.

Tak mau lama menunggu karena mengira ibunya sudah tertidur, Sandy pun merogoh saku dan mengeluarkan kunci cadangan. Lantas dia membuka pintu meski harus gagal karena kunci utama masih berada di lubang kunci. Cara terkahir pun dilakukan.

Sandy memasuki rumah melalui jendela. Sandy sudah biasa melakukan trik tersebut. Mulanya ia akan membiarkan jendela tidak dikunci sebelum ke luar rumah, begitulah caranya supaya bisa masuk ke dalam rumah meski ibunya tidak membukakan pintu.

"Maling!?"

Suara Mak Ijah membuat Sandy terperanjat kaget sampai kepalanya terpentok daun jendela. Pemuda itu mengaduh dan kemudian masuk sembari menutup jendela.

"Mak, ini Sandy! Bukan maling," ucap Sandy sembari mengelus kepalanya yang ditutupi helm. Entahlah mengapa dia melakukan itu, padahal seharusnya tidak sakit sama sekali.

"Lagian kamu kenapa masuk lewat jendela, sih? Siapa yang ngajarin?" Mak Ijah bertanya sembari berkacak pinggang.

"Nggak ada yang ngajarin, Sandy aja yang inisiatif sendiri. Soalnya dulu Emak suka nggak bukain pintu," jawab Ricky.

Mak Ijah menghembuskan napas panjang. Dia pun mengerutkan dahi setelah mencium bau tak sedap di sekelilingnya.

"Kamu bau banget, San!" Celetuk Mak Ijah seraya menutup hidung yang membuat suaranya terdengar aneh.

Dikatai bau membuat Sandy mengangkat satu persatu tangan dan menghirup aroma tubuhnya. Lantas, dia menatap wajah ibunya sambil merengut. "Bau apa sih, Mak? Sandy wangi begini?" ucapnya.

"Bau bangke, Sandy. Kamu habis ngojek hantu apa gimana?" tanya Mak Ijah.

Mendengar kata hantu, Sandy akhirnya sadar kalau bau bangkai yang disebut oleh ibunya mungkin berasal dari pocong Aisyah. Refleks Sandy menoleh ke belakang dan mendapati pocong Aisyah tengah tersenyum lebar kepadanya. Merinding sudah seluruh tubuhnya melihat pocong tersenyum.

Sandy lekas berbalik dan mencium punggung tangan ibunya. "Sandy ke kamar dulu, Mak!" ucapnya seraya melangkahkan kaki cepat-cepat menuju kamar.

Mak Ijah hanya memandangi putra semata wayangnya itu sambil berdecak.

Begitu pintu kamar ditutup dan dikunci, Sandy langsung meletakkan helm di atas lemari kecil. Lalu dia masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh tangan dan kakinya. Meski rumahnya kecil, tetapi Sandy memiliki kamar mandi dalam atas permintaannya sendiri. Anak bujang itu amat senang ketika ibunya mengabulkan keinginan sepele tersebut.

Setelah kembali ke kamar, Sandy lekas berbaring terlentang di atas kasur. Dia seolah lupa kalau ada pocong Aisyah di ruangan itu. Dia baru sadar setelah pocong Aisyah ikut berbaring di sebelahnya. Sadarnya Sandy pun diiringi jeritan kencang yang membuat Mak Ijah menggedor pintu kamar karena keberisikan.

"Kamu kenapa sih, San? Pasti lihat kecoa, ya?" tanya Mak Ijah dari luar pintu.

"Iya, maaf, Mak!" sahut Sandy dengan suara kencang. Meski tebakan ibunya salah, tetapi Sandy mengiyakan saja supaya urusannya cepat selesai. Berkata jujur pun belum tentu membuat Mak Ijah langsung percaya.

"Awas jejeritan lagi malam-malam begini, nanti Mak hilangin lagi pintu kamar kamu!" ucap Mak Ijah.

"Janji nggak akan berisik, Mak," balas Ricky.

Dulu, pintu kamar Sandy sempat dibongkar olah Mak Ijah. Perkara Sandy yang membawa masuk Kirana ke dalam kamar dan pintunya ditutup. Meskipun Sandy dan Kirana murni hanya menonton DVD, tetapi Mak Ijah sangat marah dan segera mengambil perkakas untuk membongkar pintu kamar anaknya. Dan Sandy tidak mau hal itu terulang kembali.

Setelah suara Mak Ijah tak lagi terdengar, Sandy melirik kesal ke arah pocong Aisyah. Sedangkan si pocong sendiri malah menyunggingkan cengiran lebar yang membuat bulu kuduk Sandy meremang seketika.

"Jangan senyum-senyum! Kamu itu serem banget tahu," ucap Sandy seraya mendorong kepala pocong Aisyah. "Lagian kamu ngapain ikut baringan juga? Aku 'kan jadi kaget!?" tanya Sandy dengan nada kesal.

"Habisnya Abang Sandy kayak lupa kalau ada Aisyah di sini. Padahal Aisyah sudah nungguin supaya kita bisa bicara," jawab pocong Aisyah.

Ah, Sandy baru ingat kalau ada janji untuk bicara setelah sampai rumah. Pemuda itu menatap pocong Aisyah sesaat dan kemudian duduk menyandarkan punggung pada dinding. Sandy siap bertanya jawab dengan pocong Aisyah.

"Jadi apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Sandy memulai pembicaraan.

"Kenapa Abang Sandy pulang lagi setelah sampai di rumahnya Aisyah tadi?" Pocong Aisyah menjawab dengan pertanyaan lagi.

Sandy membulatkan bibirnya sehingga membentuk huruf O kecil. "Oh, itu karen Abang Sandy takut berantem aja sama bapak kamu. Tahu sendiri bapakmu bau alkohol, aku bisa kena hajar kalau salah bicara," jawab Sandy jujur. "Mana badannya kekar banget lagi," tambahnya seraya bergidik.

"Ngomong-ngomong, siapa wanita seksi yang ada di rumah kamu? Kayaknya dia terlalu muda untuk jadi ibu kamu? Atau jangan-jangan kamu anak hasil DP duluan?" Sandy bertanya seraya menatap Aisyah penuh curiga.

"Istighfar Abang Sandy. Nggak baik nuduh-nuduh sembarangan! Aisyah bukan anak di luar nikah, perempuan yang Abang Sandy lihat itu ibu tirinya Aisyah. Dia juga pelaku pembakaran ruko yang mengakibatkan Aisyah meninggal," ucap pocong Aisyah.

Sandy tertegun, baru kali ini dia disuruh istighfar oleh hantu.

"Ya maaf, aku asal nebak aja barusan." Sandy mengatupkan kedua tangannya sebagai simbol permintaan maaf. Lalu dia kembali fokus pada pocong Aisyah. "By the way, kenapa ibu tiri kamu membakar ruko?" tanyanya ingin tahu.

"Karena Aisyah memergoki ibu tiri Aisyah selingkuh dengan lelaki lain. Aisyah memang tidak setuju jika bapak menikah dengan wanita itu, dan Aisyah berencana untuk memberitahu bapak tentang perselingkuhan ibu tiri Aisyah. Sayangnya ibu tiri Aisyah bertindak jauh dan membakar ruko saat Aisyah dan para karyawan toko menginap bersama."

"Jasad Aisyah sudah gosong ketika diidentifikasi, dan ibu tiri Aisyah menukar jasad Aisyah dengan jenazah karyawan lain ketika hendak dipulangkan ke rumah duka."

Pocong Aisyah bercerita panjang lebar. Sandy sampai terbengong-bengong mendengar cerita tersebut. Selain karena syok mendengar tragisnya kematian Aisyah, Sandy juga tercengang mengapa bisa ibu tiri sejahat itu sampai membunuh anak tirinya. Yang lebih mengherankan lagi, kenapa jasadnya harus ditukar? Apa gunanya coba?

"Gila banget itu ibu tiri kamu, Aisyah!" seru Sandy sembari menunjuk telapak tangannya sendiri.

"Besok aku libur ngojek deh, biar bisa ngasih tahu ke bapak kamu," ucap Sandy kemudian.

Saat itu Sandy dibuat keheranan karena pocong Aisyah tersenyum. Padahal kisah kematiannya begitu miris dan tragis.

"Kenapa kamu tersenyum? Memangnya kamu tidak marah, ya?" tanya Ricky.

Pocong Aisyah menggeleng pelan. "Awal-awalnya Aisyah memang selalu sedih dan menangis saja di makam. Tetapi sekarang sudah tidak lagi, Aisyah sudah ikhlas dan sudah siap pergi ke tempat itu," jawab Aisyah.

"Emangnya kalau sudah meninggal mau pergi ke mana lagi?" tanya Sandy bingung.

Aisyah kembali menggelengkan kepalanya. "Tidak tahu, tapi Aisyah lihat ada pintu besar yang ditutup. Aisyah mau masuk ke sana tapi tidak bisa, sepertinya Aisyah baru bisa masuk ke sana setelah menyelesaikan keinginan terakhir Aisyah."

"Aisyah selalu didoakan oleh keluarga yang salah selama ini, Asiyah ingin didoakan langsung sama bapak. Aisyah mau ditempatkan di makam yang benar," ucap pocong Aisyah.

Sandy mendadak terharu mendengar keinginan pocong Aisyah. Dia menyeka matanya yang basah oleh rembesan air mata. "Besok kita pindahkan makam kamu," ucapnya pelan.

"Terima kasih banyak sudah mau bantu Aisyah."

Sandy hanya mengangguk sebagai jawabannya. Percakapan mereka berakhir karena saat itu ponsel Sandy berbunyi dan menampilkan beberapa pesan dari keempat pacarnya. Biasa lah, mereka akan mengucapakan selamat malam menjelang tidur.

Keesokan harinya, Sandy dan pocong Aisyah sudah berangkat pagi-pagi sekali untuk mengungkap fakta dibalik kematian Aisyah. Namun, Sandy masih keduluan oleh Mak Ijah yang sudah pergi sejak subuh untuk bekerja di rumah orang lain.

Saat melintas di pangkalan ojek, Sandy berpapasan dengan Kirana yang saat itu menunggu kendaraan. Wanita itu tersenyum seraya melambaikan tangan begitu melihat Ricky.

"Abang Sandy! Tolong anterin Kirana ke pabrik," ucap wanita berlesung pipi itu.

"Maaf banget, Kiran. Iky lagi ada penumpang sekarang, nanti Sandy jemput saja pulangnya, ya?" Sandy menyahut seraya memperlambat laju motornya. Tentunya di tidak bisa mengantarkan Kirana karena ada pocong Aisyah di jok penumpang.

"Abang Sandy kok tega benget, sih!" Kirana berkata tak terima.

Sandy berulang kali menundukkan kepalanya. "Maaf banget ya."

Pada akhirnya, Sandy melakukan sepeda motor dengan disertai teriakan Kirana yang marah padanya. Sandy sendiri terus merutuk di sepanjang jalan dan sudah berpikir bahwa nanti Pak kades akan datang ke rumah untuk meluruskan situasi. Maklum lah, Kirana selalu membawa-bawa ayahnya jika sedang ada masalah dengan Sandy.

Singkat cerita, Sandy akhirnya sampai di kediaman bapaknya pocong Aisyah. Meski masih pagi hari, tetapi pintu dan jendela rumah itu telah terbuka dan pemiliknya sudah sibuk menyapu lantai. Sandy tertegun, merasa melihat aura berbeda dari bapaknya Aisyah. Pria itu tidak terlihat seperti pemabuk dan cenderung nampak seperti bapak-bapak ramah yang rajin.

Sandy turun dari motor dan bergegas menghampiri. "Assalamualaikum," ucap Sandy dengan ramah.

Salamnya langsung dijawab oleh pria berkaos putih yang tengah menyapu itu. "Waalaikumussalam, cari siapa ya?" tanyanya dengan kening berkerut.

"Saya mau berbicara dengan Pak Badar," Sandy tersenyum penuh arti.

Bapaknya Aisyah nampak keheranan, tetapi pria itu akhirnya mempersilahkan Sandy masuk ke dalam rumahnya. Pria itu tiba-tiba mengeryit tatkala mencium bau terbakar yang terhirup setelah masuknya Sandy ke dalam rumah. Tak ingin berpikiran yang tidak-tidak, pria itu menggelengkan kepala dan masuk pula ke dalam rumahnya.

Beberapa saat setelahnya, Sandy dan bapaknya Aisyah sudah duduk berhadap-hadapan di kursi yang bisanya sudah tipis.

"Saya sama sekali tidak mengenal kamu, apa yang mau kamu bicarakan? Dari mana kamu tahu nama saya?" tanya bapaknya Aisyah.

"Saya juga sebenarnya nggak kenal sama bapak kalau bukan Aisyah yang bilang," jawab Sandy. Matanya sesekali melirik ke arah pocong Aisyah yang duduk di sampingnya.

"Aisyah? Kamu siapanya anak saya?" Suara Pak Badar agak meninggi. Tampang pria sangat itu juga terlihat semakin menakutkan dengan mata yang merah lagi melotot.

"S-saya hanya tukang ojek, Pak. Saya didatangi Aisyah kemarin," jawab Sandy.

Pak Badar menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin! Anak saya sudah meninggal, tidak mungkin Aisyah datang menenemuimu. Kamu pasti salah orang!" sanggah Pak Badar.

"Benar kok! Ini Aisyah sendiri yang bilang." Sandy melihat ke arah pocong Aisyah. Pocong itu juga menganggukkan kepalanya.

"Tuh, Aisyah ngangguk!" celetuk Sandy.

Pak Badar menatap pemuda di depannya dengan tampang aneh karena Pak Badar saat itu tidak bisa melihat Aisyah. Maka menganggap Sandy sebagai anak tidak waras adalah hal wajar baginya.

"Kalau kamu mau bercanda, sebaiknya kamu pulang sebelum saya marah," ucap Pak Badar.

Sandy langsung menatap pria itu dengan lekat. "Saya nggak bercanda, Pak. Aisyah memang datang menemui saya sebagai wujud pocong. Aisyah meminta saya untuk memberitahu bapak kalau jasad Aisyah sebenarnya tertukar." Sandy menjelaskan.

Pak Badar semakin bingung mendengar penjelasan Sandy.

"Saya nggak bermaksud menjelek-jelekkan, tetapi Aisyah bilang kalau ibu tirinya... maaf, berselingkuh dan dengan sengaja membakar ruko karena takut Aisyah akan mengadu sama Bapak. Ibu tirinya Aisyah juga yang menukarkan jasad Aisyah dengan jasad lain."

"Aisyah meninggalnya belum tenang, Pak. Aisyah bilang kalau dia mau didoakan oleh bapak di makam yang benar," Sandy kembali menjelaskan.

Saat itu, Pak Badar hanya terdiam sambil mendengarkan perkataan Sandy. Entah mengapa, pria itu sudah mempercayai Sandy tanpa merasa harus bertanya apapun lagi. Sebagai tambahan untuk meyakinkan, Pak Badar meminta agar Sandy membantunya untuk berkomunikasi dengan Aisyah.

Sandy melirik ke arah pocong Aisyah seakan meminta pendapat. "Gimana ini, Aish? Kamu bisa rasukin aku, nggak?" tanya Sandy.

Pocong Aisyah menggelengkan kepalanya. "Aisyah nggak bisa masuk ke dalam tubuh siapapun, tapi Abang Sandy bisa mengatakan apa Aisyah katakan sama Bapak," jawab Aisyah.

Sandy mengangguk paham. Dia pun mulai menyimak untuk mendengarkan pesan dari Aisyah. Namun, perkataan Aisyah tidak kunjung ke luar karena ibu tirinya kadung datang dari pintu depan.

"Oh, ada tamu rupanya?" tanya wanita berpenampilan menor itu.

Sandy dan Pak Badar bangkit dari tempat duduk mereka.

"Kamu!"

"Tante."

Pak Badar dan Sandy berseru bersamaan pula. Lantas, keduanya saling berpandangan satu sama lain. Pak Badar seolah memberikan kesempatan bagi Sandy untuk bicara, sehingga Sandy pun maju selangkah lebih ke depan.

"Kenapa Tante harus menukarkan jasad Aisyah dengan jasad karyawan? Apa Tante belum puas dengan melihat Asiyah terbakar?" tanya Sandy sambil menatap tajam wanita di depannya.

Wanita itu nampak bingung. "Tunggu, apa yang kamu maksud? Aku tidak mengerti," ucapnya.

"Tante jangan pura-pura tak tahu. Tante yang datang malam-malam ke ruko dan menyiram pertalite di ruang utama. Tante membakarnya dengan korek api dan Tante pergi begitu saja setelahnya."

"Tante bahkan tega menukar jasad Aisyah yang hendak dibawa ke rumah waktu itu. Supaya apa, Tante? Supaya Aisyah tidak menganggu Tante setelah kematian?"

"Pada kenyataannya Aisyah tidak bisa tenang karena doa-doa yang tidak pada tempatnya. Padahal Tante bisa hidup tenang jika tidak menukar jasad Aisyah."

Sandy terus meracau mengikuti apa yang dikatakan oleh Aisyah. Dia seperti translator yang berbicara sambil sesekali melirik ke samping. Sedangkan Pak Badar hanya fokus mendengarkan.

Perkataan Sandy membuat Pak Badar percaya bahwa istri mudanya yang membunuh Aisyah, pria yang semula diam itu pun merangsek maju dan mencengkeram leher istrinya sendiri. Tubuh mungil itu melayang ke udara dan kemudian dihempaskan dengan keras ke lantai. Pak Badar mengamuk hingga terlihat seperti orang kerasukan.

Alhasil Sandy pun berusaha sekuat tenaga untuk menghentikan amukan Pak Badar. Pria itu seperti monster yang kuat, sampai-sampai Sandy saja dibuat terhempas membentur tembok.

Sandy meringis memengangi pinggangnya. Dia kemudian berusaha untuk menenangkan kembali Pak Badar yang masih menghajar istri mudanya.

"Bapak!"

Suara Aisyah akhirnya bisa terdengar oleh telinga Pak Badar. Pria itu segera melepaskan istri mudanya dan celingukan mencari anaknya. Sepasang mata pria itu berair seketika.

"Aish? Anak bapak, kamu di mana Aish?" Pak Badar berteriak-teriak sembari mengitari ruang tamu rumahnya. Karena tak kunjung melihat putrinya, pria itu pun jatuh berlutut dan menangis tersedu-sedu.

Pocong Aisyah dan Sandy juga ikut menangis melihat kejadian itu. Sedangkan ibu tirinya Aisyah terkapar tak berdaya di lantai rumah, wanita itu nyaris pingsan setelah dihajar suaminya sendiri.

Masih di hari yang sama, kasus tertukarnya jasad Aisyah telah menemukan kebenarannya. Ibu tiri Aisyah sendiri sudah mengakui segala kesalahannya, sehingga polisi menghubungi keluarga lain untuk penukaran jasad yang tertukar. Karena tak ingin menunda-nunda lagi, pihak keluarga setuju untuk segera membongkar makam anak mereka yang tertukar.

Selama proses itu berlangsung, Sandy masih berada di kediaman Aisyah.

"Terima kasih banyak ya, Abang Sandy. Sekarang Asiyah bisa pulang dengan tenang," ucap Aisyah sembari tersenyum.

Sandy mengangguk pelan. "Sama-sama, Aish. Kamu yang tenang di sana, ya. Nanti Sandy bantu doa juga untuk Aisyah," balasnya.

Pak Badar nampak memperhatikan Sandy yang berbicara sendiri. Ekspresi wajah pria itu tak dapat diungkapkan dengan kata-kata, dia merasa senang karena putrinya bisa mendapatkan keadilan atas nasib tragis yang menimpanya, dia juga merasakan duka yang kembali terbangkitkan. Terlebih lagi, pelaku pembakaran yang menewaskan putrinya adalah istri mudanya sendiri.

Tak lama, Pak Badar menghampiri Sandy. "Apa Aisyah memberikan pesan-pesan lagi?" tanyanya.

Sandy menoleh pada Aisyah dan mendapati pocong itu menganggukkan kepalanya.

"Ada, Pak," jawab Ricky.

"Apa katanya?" Pak Badar bertanya lagi, dia sudah tak sabar dengan apa yang hendak diucapkan oleh putrinya.

Aisyah mulai berkata-kata dan Sandy mengikuti ucapannya.

"Aisyah minta tolong supaya Bapak membayar ongkos oje—" Sandy menghentikan ucapannya dan menoleh pada Aisyah. "Aish nggak usah bayar ojeknya, lagian aku juga belum waktunya ngojek. Jadi ini termasuk amal, bukan narik pelanggan," ucap Sandy.

Sandy dan Aisyah saling berdebat mengenai ongkos ojek. Aisyah bersikukuh ingin membayar, sedangkan Sandy ngotot ingin menggratiskan. Obrolan mereka akhirnya berhenti ketika Pak Badar menyodorkan beberapa lembaran uang seratus ribuan pada Sandy.

Tentu saja Sandy menolak karena uang itu terlalu banyak jika diberikan sebagai bayaran ojek ke ruang Aisyah. Sandy meminta uang Rp15.000. Begitu uang masuk kantong, sosok pocong Aisyah pun menghilang.

Setelah memastikan segala urusannya selesai, Sandy pamit pergi dari rumah Aisyah. Dia berhenti di pangkalan ojek untuk sekalian mencari pelanggan. Pada kesempatan itu, sepasang mata Sandy kembali melihat perempuan cantik yang berada di ujung jalan menuju gang sebelah. Perempuan itu juga akan berpaling ketika mereka beradu pandang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ojek Dua Alam   Geng Bringas 3

    Perintah Mario langsung dijalankan tanpa banyak kompromi. Ketiga anggota geng Bringas sudah memantau pergerakan Mak Ijah dari mulai wanita itu berangkat kerja. Sandy yang belum ke luar rumah di jam tersebut tentunya tidak mengetahui hal tersebut.Berbeda dengan Mak Ijah yang matanya semacam mata elang, wanita paruh baya itu bisa mengetahui pergerakan mencurigakan yang terlihat di lingkungannya. Mak Ijah tidak nampan takut, malahan wanita itu tersenyum miring saja.Selama melakukan tugasnya di rumah sang majikan, Mak Ijah menyempatkan diri untuk melihat situasi di luar rumah. Dengan jelas dia bisa melihat tiga orang anak muda yang berkeliaran dengan menggunakan dua sepeda motor. Mak Ijah memotret momen tersebut dengan ponselnya.Namun, entah mengapa Mak Ijah tidak melakukan apapun setelahnya. Dia mengantongi ponselnya dan melanjutkan pekerjaannya kembali. Mak Ijah bahkan tidak memberitahukan hal itu kepada Sandy.Hingga ketika jam pulang kerja tiba, Mak Ijah meninggalkan rumah majikann

  • Ojek Dua Alam   Geng Bringas 2

    Sandy membawa Kirana pulang ke rumahnya. Dia tahu jadwal keberadaan Pak Kades dan istrinya berada di rumah. Itulah sebabnya Sandy tak mau buang waktu datang ke rumah Kirana dan memilih ke rumahnya saja."Waalaikumussalam. Anak Emak yang ganteng, kenapa pulang bawa anak orang?" Mak Ijah menjawab salam meski anaknya belum berkata apapun. Suaranya dibuat mendayu-dayu seperti para ibu yang pura-pura baik ditengah perasaan emosi."Assalamualaikum, Mak. Tolong jangan marah dulu, ini Kirana kasian," balas Sandy.Mak Ijah mengarahkan pandangannya pada Kirana yang masih menunduk. Jantungnya sudah berdetak kencang melihat kemeja anaknya dipakai oleh Kirana."Kenapa Kirana? Kamu apain anak orang, Sandy?" Mak Ijah bertanya dengan nada menuduh."Kirana jatuh, terluka dan bajunya kebuka. Tapi bukan sama Sandy," jawab Sandy seraya menggelengkan kepalanya.Mak Ijah tahu putranya tidak berbohong. Dia pun bergegas membawa Kirana masuk ke dalam rumah dan mulai menanyakan keadaan gadis itu. Sedangkan San

  • Ojek Dua Alam   Geng Bringas

    Hari itu Sandy duduk di meja makan sambil terbengong-bengong. Pasalnya, Tika ada makanan apapun di balik tudung saji. Padahal biasanya lauk dan nasi sudah tersedia untuk dia sarapan. Namun, kali ini nasi pun tak ada."Kenapa Emak nggak masak, ya?" Sandy bergumam dalam kebingungan.Sekilas Sandy teringat janji Mak Nisa yang mau menghukum dirinya jika pulang lebih dari pukul 10:00 malam. "Masa sih karena itu? Perasaan Emak nggak marah sama sekali soal hari itu," ia bertanya-tanya sendiri.Tak mendapatkan jawaban atas pertanyaannya, Sandy pun bangkit dari duduknya dan melangkahkan kaki ke arah dapur. Tentunya dia harus memasak sesuatu untuk menenangkan perutnya yang sudah keroncongan. Karena dia sangat suka sesuatu yang instan, mie kemasan plastik pun menjadi pilihannya.Beberapa menit kemudian, Sandy sudah berada di meja makan lagi sambil memakan mie instan buatannya. Usai sarapan, Sandy berangkat menjemput Kirana untuk mengantarkan sang pacar ke pabrik tempatnya bekerja.Sang pacar na

  • Ojek Dua Alam   Hantu basah 3

    Keesokan harinya, Sandy tidak menarik penumpang seperti hari-hari sebelumnya. Sandy sibuk menyusun rencana serta menyusun kata untuk pertemuannya dengan anggota geng malam nanti.Ya, dia sengaja memilih waktu malam agar si hantu Syarif bisa ikut serta bersamanya. Dengan kehadiran hantu Syarif diharapkan bisa segera menemukan si pelaku pembunuhan yang bersembunyi di dalam geng motor.Dirasa segala persiapan telah matang, Sandy pun ke luar dari dalam kamarnya. Dia menghampiri Mak Ijah yang baru pulang bekerja sebagai pembantu rumah tangga hariannya."Mau ke mana lagi, San?" tanya Mak Ijah dengan mata yang bergerak mengikuti pergerakan putranya."Sandy mau pergi kota sebentar, Mak. Nanti pulang sebelum jam 10:00 malam, kalau Sandy nggak pulang-pulang sampai besok, Mak lapor polisi aja, ya?" Sandy menerangkan.Mak Ijah langsung bangkit dari duduknya begitu mendengar penjelasan Sandy. Wajahnya terlihat bingung. "Kamu ngomong apa sih, San?" tanya Mak Ijah."Sandy mau ketemuan sama temen sem

  • Ojek Dua Alam   Hantu basah 2

    Sandy duduk bersila sambil mendengarkan si hantu basah bercerita. Dari penuturannya, hantu itu merupakan seorang remaja berusia 15 tahun bernama Syarif yang tewas tenggelam di sungai yang jaraknya cukup dekat dengan kampung Sandy. Sandy nampak heran karena sebenarnya sungai itu tidaklah dalam, rasanya tidak mungkin ada orang meninggal tenggelam di sana."Kamu nggak meninggal tenggelam, 'kan?" tanya Sandy seraya menatap lekat lawan bicaranya.Syarif si hantu basah nampak bingung bagaimana menjelaskannya. "Kematian saya memang karena tenggelam, Kak. Tapi sebelumnya saya memang sempat pingsan dulu," jawabnya."Pingsan kenapa? Karena kalau tenggelam sangat tidak mungkin. Sungai itu mah dalamnya juga cuma selutut aku doang," kata Sandy.Syarif menganggukkan kepalanya. "Seingat saya, saya sedang dalam perjalanan pulang selepas main malam itu. Saya nggak tahu penyebab pastinya apa, tapi motor yang kami tumpangi tiba-tiba ditendang dari samping sampai kami jatuh bersamaan. Teman saya langsung

  • Ojek Dua Alam   Hantu basah

    Beberapa hari setelah memulangkan pocong Aisyah ke rumah aslinya, Sandy kini bisa bernapas lega setelah beberapa kali harus melayani hantu sebagai penumpang ojeknya. Selama ini dia selalu merasa ketakutan dan cemas, tapi kini dia bisa kembali merasakan kebebasan dan ketenangan saat beraktivitas. Beban pikirannya terasa ringan karena tidak lagi merasa terintimidasi oleh wajah seram dan kasus para makhluk halus yang sering meminta bantuan padanya.Kehidupan pribadinya pun kembali normal, di mana dia bisa kembali menjalin hubungan dengan keempat pacarnya. Terutama Kirana, pacar pertamanya yang masih merajuk karena Sandy menolak mengantarnya bekerja beberapa waktu lalu. Sandy sadar bahwa dia harus segera meluruskan perasaan Kirana agar hubungan mereka kembali harmonis tanpa banyak drama.Di suatu Minggu pagi yang cerah, Sandy sudah mendapatkan panggilan telepon dari Rahayu, pacar keduanya. Wanita itu menelpon hanya untuk menyapa serta memberitahukan bahwa dia sudah hampir sampai ke rumah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status