Home / Horor / Ojek Dua Alam / Pocong Aisyah 2

Share

Pocong Aisyah 2

Author: Suci San
last update Last Updated: 2025-05-07 07:14:21

Sandy mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang malam itu. Di belakangnya, pocong Aisyah nampak terus berbicara.

"Kenapa Abang Sandy pulang lagi? Padahal tadi Abang Sandy sudah lihat bapaknya Aisyah!" Pocong itu bertanya dengan nada manja bak remaja perempuan.

Sandy hanya mendengarkan tanpa mau menjawab pertanyaan tersebut. Kenapa? Sudah jelas karena dia banyak berpapasan dengan pengendara lain di jalan. Sandy tidak mau dianggap gila karena berbicara sendiri, secara pocong Aisyah sudah pasti tidak terlihat kala itu.

Ketika motor tiba di rumah, barulah Sandy berbicara. "Jangan ngajak aku bicara di jalan, nanti aja kalau aku sendirian," ucapnya.

Pocong Aisyah menganggukkan kepalanya. Lantas dia mengikuti Sandy yang berjalan mendekati pintu masuk rumahnya.

"Assalamualaikum," ucap Sandy seraya mengetuk pintu.

"Mak? Sandy pulang!" seru Sandy setelah beberapa saat tak terdengar jawaban dari dalam rumahnya.

Tak mau lama menunggu karena mengira ibunya sudah tertidur, Sandy pun merogoh saku dan mengeluarkan kunci cadangan. Lantas dia membuka pintu meski harus gagal karena kunci utama masih berada di lubang kunci. Cara terkahir pun dilakukan.

Sandy memasuki rumah melalui jendela. Sandy sudah biasa melakukan trik tersebut. Mulanya ia akan membiarkan jendela tidak dikunci sebelum ke luar rumah, begitulah caranya supaya bisa masuk ke dalam rumah meski ibunya tidak membukakan pintu.

"Maling!?"

Suara Mak Ijah membuat Sandy terperanjat kaget sampai kepalanya terpentok daun jendela. Pemuda itu mengaduh dan kemudian masuk sembari menutup jendela.

"Mak, ini Sandy! Bukan maling," ucap Sandy sembari mengelus kepalanya yang ditutupi helm. Entahlah mengapa dia melakukan itu, padahal seharusnya tidak sakit sama sekali.

"Lagian kamu kenapa masuk lewat jendela, sih? Siapa yang ngajarin?" Mak Ijah bertanya sembari berkacak pinggang.

"Nggak ada yang ngajarin, Sandy aja yang inisiatif sendiri. Soalnya dulu Emak suka nggak bukain pintu," jawab Ricky.

Mak Ijah menghembuskan napas panjang. Dia pun mengerutkan dahi setelah mencium bau tak sedap di sekelilingnya.

"Kamu bau banget, San!" Celetuk Mak Ijah seraya menutup hidung yang membuat suaranya terdengar aneh.

Dikatai bau membuat Sandy mengangkat satu persatu tangan dan menghirup aroma tubuhnya. Lantas, dia menatap wajah ibunya sambil merengut. "Bau apa sih, Mak? Sandy wangi begini?" ucapnya.

"Bau bangke, Sandy. Kamu habis ngojek hantu apa gimana?" tanya Mak Ijah.

Mendengar kata hantu, Sandy akhirnya sadar kalau bau bangkai yang disebut oleh ibunya mungkin berasal dari pocong Aisyah. Refleks Sandy menoleh ke belakang dan mendapati pocong Aisyah tengah tersenyum lebar kepadanya. Merinding sudah seluruh tubuhnya melihat pocong tersenyum.

Sandy lekas berbalik dan mencium punggung tangan ibunya. "Sandy ke kamar dulu, Mak!" ucapnya seraya melangkahkan kaki cepat-cepat menuju kamar.

Mak Ijah hanya memandangi putra semata wayangnya itu sambil berdecak.

Begitu pintu kamar ditutup dan dikunci, Sandy langsung meletakkan helm di atas lemari kecil. Lalu dia masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh tangan dan kakinya. Meski rumahnya kecil, tetapi Sandy memiliki kamar mandi dalam atas permintaannya sendiri. Anak bujang itu amat senang ketika ibunya mengabulkan keinginan sepele tersebut.

Setelah kembali ke kamar, Sandy lekas berbaring terlentang di atas kasur. Dia seolah lupa kalau ada pocong Aisyah di ruangan itu. Dia baru sadar setelah pocong Aisyah ikut berbaring di sebelahnya. Sadarnya Sandy pun diiringi jeritan kencang yang membuat Mak Ijah menggedor pintu kamar karena keberisikan.

"Kamu kenapa sih, San? Pasti lihat kecoa, ya?" tanya Mak Ijah dari luar pintu.

"Iya, maaf, Mak!" sahut Sandy dengan suara kencang. Meski tebakan ibunya salah, tetapi Sandy mengiyakan saja supaya urusannya cepat selesai. Berkata jujur pun belum tentu membuat Mak Ijah langsung percaya.

"Awas jejeritan lagi malam-malam begini, nanti Mak hilangin lagi pintu kamar kamu!" ucap Mak Ijah.

"Janji nggak akan berisik, Mak," balas Ricky.

Dulu, pintu kamar Sandy sempat dibongkar olah Mak Ijah. Perkara Sandy yang membawa masuk Kirana ke dalam kamar dan pintunya ditutup. Meskipun Sandy dan Kirana murni hanya menonton DVD, tetapi Mak Ijah sangat marah dan segera mengambil perkakas untuk membongkar pintu kamar anaknya. Dan Sandy tidak mau hal itu terulang kembali.

Setelah suara Mak Ijah tak lagi terdengar, Sandy melirik kesal ke arah pocong Aisyah. Sedangkan si pocong sendiri malah menyunggingkan cengiran lebar yang membuat bulu kuduk Sandy meremang seketika.

"Jangan senyum-senyum! Kamu itu serem banget tahu," ucap Sandy seraya mendorong kepala pocong Aisyah. "Lagian kamu ngapain ikut baringan juga? Aku 'kan jadi kaget!?" tanya Sandy dengan nada kesal.

"Habisnya Abang Sandy kayak lupa kalau ada Aisyah di sini. Padahal Aisyah sudah nungguin supaya kita bisa bicara," jawab pocong Aisyah.

Ah, Sandy baru ingat kalau ada janji untuk bicara setelah sampai rumah. Pemuda itu menatap pocong Aisyah sesaat dan kemudian duduk menyandarkan punggung pada dinding. Sandy siap bertanya jawab dengan pocong Aisyah.

"Jadi apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Sandy memulai pembicaraan.

"Kenapa Abang Sandy pulang lagi setelah sampai di rumahnya Aisyah tadi?" Pocong Aisyah menjawab dengan pertanyaan lagi.

Sandy membulatkan bibirnya sehingga membentuk huruf O kecil. "Oh, itu karen Abang Sandy takut berantem aja sama bapak kamu. Tahu sendiri bapakmu bau alkohol, aku bisa kena hajar kalau salah bicara," jawab Sandy jujur. "Mana badannya kekar banget lagi," tambahnya seraya bergidik.

"Ngomong-ngomong, siapa wanita seksi yang ada di rumah kamu? Kayaknya dia terlalu muda untuk jadi ibu kamu? Atau jangan-jangan kamu anak hasil DP duluan?" Sandy bertanya seraya menatap Aisyah penuh curiga.

"Istighfar Abang Sandy. Nggak baik nuduh-nuduh sembarangan! Aisyah bukan anak di luar nikah, perempuan yang Abang Sandy lihat itu ibu tirinya Aisyah. Dia juga pelaku pembakaran ruko yang mengakibatkan Aisyah meninggal," ucap pocong Aisyah.

Sandy tertegun, baru kali ini dia disuruh istighfar oleh hantu.

"Ya maaf, aku asal nebak aja barusan." Sandy mengatupkan kedua tangannya sebagai simbol permintaan maaf. Lalu dia kembali fokus pada pocong Aisyah. "By the way, kenapa ibu tiri kamu membakar ruko?" tanyanya ingin tahu.

"Karena Aisyah memergoki ibu tiri Aisyah selingkuh dengan lelaki lain. Aisyah memang tidak setuju jika bapak menikah dengan wanita itu, dan Aisyah berencana untuk memberitahu bapak tentang perselingkuhan ibu tiri Aisyah. Sayangnya ibu tiri Aisyah bertindak jauh dan membakar ruko saat Aisyah dan para karyawan toko menginap bersama."

"Jasad Aisyah sudah gosong ketika diidentifikasi, dan ibu tiri Aisyah menukar jasad Aisyah dengan jenazah karyawan lain ketika hendak dipulangkan ke rumah duka."

Pocong Aisyah bercerita panjang lebar. Sandy sampai terbengong-bengong mendengar cerita tersebut. Selain karena syok mendengar tragisnya kematian Aisyah, Sandy juga tercengang mengapa bisa ibu tiri sejahat itu sampai membunuh anak tirinya. Yang lebih mengherankan lagi, kenapa jasadnya harus ditukar? Apa gunanya coba?

"Gila banget itu ibu tiri kamu, Aisyah!" seru Sandy sembari menunjuk telapak tangannya sendiri.

"Besok aku libur ngojek deh, biar bisa ngasih tahu ke bapak kamu," ucap Sandy kemudian.

Saat itu Sandy dibuat keheranan karena pocong Aisyah tersenyum. Padahal kisah kematiannya begitu miris dan tragis.

"Kenapa kamu tersenyum? Memangnya kamu tidak marah, ya?" tanya Ricky.

Pocong Aisyah menggeleng pelan. "Awal-awalnya Aisyah memang selalu sedih dan menangis saja di makam. Tetapi sekarang sudah tidak lagi, Aisyah sudah ikhlas dan sudah siap pergi ke tempat itu," jawab Aisyah.

"Emangnya kalau sudah meninggal mau pergi ke mana lagi?" tanya Sandy bingung.

Aisyah kembali menggelengkan kepalanya. "Tidak tahu, tapi Aisyah lihat ada pintu besar yang ditutup. Aisyah mau masuk ke sana tapi tidak bisa, sepertinya Aisyah baru bisa masuk ke sana setelah menyelesaikan keinginan terakhir Aisyah."

"Aisyah selalu didoakan oleh keluarga yang salah selama ini, Asiyah ingin didoakan langsung sama bapak. Aisyah mau ditempatkan di makam yang benar," ucap pocong Aisyah.

Sandy mendadak terharu mendengar keinginan pocong Aisyah. Dia menyeka matanya yang basah oleh rembesan air mata. "Besok kita pindahkan makam kamu," ucapnya pelan.

"Terima kasih banyak sudah mau bantu Aisyah."

Sandy hanya mengangguk sebagai jawabannya. Percakapan mereka berakhir karena saat itu ponsel Sandy berbunyi dan menampilkan beberapa pesan dari keempat pacarnya. Biasa lah, mereka akan mengucapakan selamat malam menjelang tidur.

Keesokan harinya, Sandy dan pocong Aisyah sudah berangkat pagi-pagi sekali untuk mengungkap fakta dibalik kematian Aisyah. Namun, Sandy masih keduluan oleh Mak Ijah yang sudah pergi sejak subuh untuk bekerja di rumah orang lain.

Saat melintas di pangkalan ojek, Sandy berpapasan dengan Kirana yang saat itu menunggu kendaraan. Wanita itu tersenyum seraya melambaikan tangan begitu melihat Ricky.

"Abang Sandy! Tolong anterin Kirana ke pabrik," ucap wanita berlesung pipi itu.

"Maaf banget, Kiran. Iky lagi ada penumpang sekarang, nanti Sandy jemput saja pulangnya, ya?" Sandy menyahut seraya memperlambat laju motornya. Tentunya di tidak bisa mengantarkan Kirana karena ada pocong Aisyah di jok penumpang.

"Abang Sandy kok tega benget, sih!" Kirana berkata tak terima.

Sandy berulang kali menundukkan kepalanya. "Maaf banget ya."

Pada akhirnya, Sandy melakukan sepeda motor dengan disertai teriakan Kirana yang marah padanya. Sandy sendiri terus merutuk di sepanjang jalan dan sudah berpikir bahwa nanti Pak kades akan datang ke rumah untuk meluruskan situasi. Maklum lah, Kirana selalu membawa-bawa ayahnya jika sedang ada masalah dengan Sandy.

Singkat cerita, Sandy akhirnya sampai di kediaman bapaknya pocong Aisyah. Meski masih pagi hari, tetapi pintu dan jendela rumah itu telah terbuka dan pemiliknya sudah sibuk menyapu lantai. Sandy tertegun, merasa melihat aura berbeda dari bapaknya Aisyah. Pria itu tidak terlihat seperti pemabuk dan cenderung nampak seperti bapak-bapak ramah yang rajin.

Sandy turun dari motor dan bergegas menghampiri. "Assalamualaikum," ucap Sandy dengan ramah.

Salamnya langsung dijawab oleh pria berkaos putih yang tengah menyapu itu. "Waalaikumussalam, cari siapa ya?" tanyanya dengan kening berkerut.

"Saya mau berbicara dengan Pak Badar," Sandy tersenyum penuh arti.

Bapaknya Aisyah nampak keheranan, tetapi pria itu akhirnya mempersilahkan Sandy masuk ke dalam rumahnya. Pria itu tiba-tiba mengeryit tatkala mencium bau terbakar yang terhirup setelah masuknya Sandy ke dalam rumah. Tak ingin berpikiran yang tidak-tidak, pria itu menggelengkan kepala dan masuk pula ke dalam rumahnya.

Beberapa saat setelahnya, Sandy dan bapaknya Aisyah sudah duduk berhadap-hadapan di kursi yang bisanya sudah tipis.

"Saya sama sekali tidak mengenal kamu, apa yang mau kamu bicarakan? Dari mana kamu tahu nama saya?" tanya bapaknya Aisyah.

"Saya juga sebenarnya nggak kenal sama bapak kalau bukan Aisyah yang bilang," jawab Sandy. Matanya sesekali melirik ke arah pocong Aisyah yang duduk di sampingnya.

"Aisyah? Kamu siapanya anak saya?" Suara Pak Badar agak meninggi. Tampang pria sangat itu juga terlihat semakin menakutkan dengan mata yang merah lagi melotot.

"S-saya hanya tukang ojek, Pak. Saya didatangi Aisyah kemarin," jawab Sandy.

Pak Badar menggelengkan kepalanya. "Tidak mungkin! Anak saya sudah meninggal, tidak mungkin Aisyah datang menenemuimu. Kamu pasti salah orang!" sanggah Pak Badar.

"Benar kok! Ini Aisyah sendiri yang bilang." Sandy melihat ke arah pocong Aisyah. Pocong itu juga menganggukkan kepalanya.

"Tuh, Aisyah ngangguk!" celetuk Sandy.

Pak Badar menatap pemuda di depannya dengan tampang aneh karena Pak Badar saat itu tidak bisa melihat Aisyah. Maka menganggap Sandy sebagai anak tidak waras adalah hal wajar baginya.

"Kalau kamu mau bercanda, sebaiknya kamu pulang sebelum saya marah," ucap Pak Badar.

Sandy langsung menatap pria itu dengan lekat. "Saya nggak bercanda, Pak. Aisyah memang datang menemui saya sebagai wujud pocong. Aisyah meminta saya untuk memberitahu bapak kalau jasad Aisyah sebenarnya tertukar." Sandy menjelaskan.

Pak Badar semakin bingung mendengar penjelasan Sandy.

"Saya nggak bermaksud menjelek-jelekkan, tetapi Aisyah bilang kalau ibu tirinya... maaf, berselingkuh dan dengan sengaja membakar ruko karena takut Aisyah akan mengadu sama Bapak. Ibu tirinya Aisyah juga yang menukarkan jasad Aisyah dengan jasad lain."

"Aisyah meninggalnya belum tenang, Pak. Aisyah bilang kalau dia mau didoakan oleh bapak di makam yang benar," Sandy kembali menjelaskan.

Saat itu, Pak Badar hanya terdiam sambil mendengarkan perkataan Sandy. Entah mengapa, pria itu sudah mempercayai Sandy tanpa merasa harus bertanya apapun lagi. Sebagai tambahan untuk meyakinkan, Pak Badar meminta agar Sandy membantunya untuk berkomunikasi dengan Aisyah.

Sandy melirik ke arah pocong Aisyah seakan meminta pendapat. "Gimana ini, Aish? Kamu bisa rasukin aku, nggak?" tanya Sandy.

Pocong Aisyah menggelengkan kepalanya. "Aisyah nggak bisa masuk ke dalam tubuh siapapun, tapi Abang Sandy bisa mengatakan apa Aisyah katakan sama Bapak," jawab Aisyah.

Sandy mengangguk paham. Dia pun mulai menyimak untuk mendengarkan pesan dari Aisyah. Namun, perkataan Aisyah tidak kunjung ke luar karena ibu tirinya kadung datang dari pintu depan.

"Oh, ada tamu rupanya?" tanya wanita berpenampilan menor itu.

Sandy dan Pak Badar bangkit dari tempat duduk mereka.

"Kamu!"

"Tante."

Pak Badar dan Sandy berseru bersamaan pula. Lantas, keduanya saling berpandangan satu sama lain. Pak Badar seolah memberikan kesempatan bagi Sandy untuk bicara, sehingga Sandy pun maju selangkah lebih ke depan.

"Kenapa Tante harus menukarkan jasad Aisyah dengan jasad karyawan? Apa Tante belum puas dengan melihat Asiyah terbakar?" tanya Sandy sambil menatap tajam wanita di depannya.

Wanita itu nampak bingung. "Tunggu, apa yang kamu maksud? Aku tidak mengerti," ucapnya.

"Tante jangan pura-pura tak tahu. Tante yang datang malam-malam ke ruko dan menyiram pertalite di ruang utama. Tante membakarnya dengan korek api dan Tante pergi begitu saja setelahnya."

"Tante bahkan tega menukar jasad Aisyah yang hendak dibawa ke rumah waktu itu. Supaya apa, Tante? Supaya Aisyah tidak menganggu Tante setelah kematian?"

"Pada kenyataannya Aisyah tidak bisa tenang karena doa-doa yang tidak pada tempatnya. Padahal Tante bisa hidup tenang jika tidak menukar jasad Aisyah."

Sandy terus meracau mengikuti apa yang dikatakan oleh Aisyah. Dia seperti translator yang berbicara sambil sesekali melirik ke samping. Sedangkan Pak Badar hanya fokus mendengarkan.

Perkataan Sandy membuat Pak Badar percaya bahwa istri mudanya yang membunuh Aisyah, pria yang semula diam itu pun merangsek maju dan mencengkeram leher istrinya sendiri. Tubuh mungil itu melayang ke udara dan kemudian dihempaskan dengan keras ke lantai. Pak Badar mengamuk hingga terlihat seperti orang kerasukan.

Alhasil Sandy pun berusaha sekuat tenaga untuk menghentikan amukan Pak Badar. Pria itu seperti monster yang kuat, sampai-sampai Sandy saja dibuat terhempas membentur tembok.

Sandy meringis memengangi pinggangnya. Dia kemudian berusaha untuk menenangkan kembali Pak Badar yang masih menghajar istri mudanya.

"Bapak!"

Suara Aisyah akhirnya bisa terdengar oleh telinga Pak Badar. Pria itu segera melepaskan istri mudanya dan celingukan mencari anaknya. Sepasang mata pria itu berair seketika.

"Aish? Anak bapak, kamu di mana Aish?" Pak Badar berteriak-teriak sembari mengitari ruang tamu rumahnya. Karena tak kunjung melihat putrinya, pria itu pun jatuh berlutut dan menangis tersedu-sedu.

Pocong Aisyah dan Sandy juga ikut menangis melihat kejadian itu. Sedangkan ibu tirinya Aisyah terkapar tak berdaya di lantai rumah, wanita itu nyaris pingsan setelah dihajar suaminya sendiri.

Masih di hari yang sama, kasus tertukarnya jasad Aisyah telah menemukan kebenarannya. Ibu tiri Aisyah sendiri sudah mengakui segala kesalahannya, sehingga polisi menghubungi keluarga lain untuk penukaran jasad yang tertukar. Karena tak ingin menunda-nunda lagi, pihak keluarga setuju untuk segera membongkar makam anak mereka yang tertukar.

Selama proses itu berlangsung, Sandy masih berada di kediaman Aisyah.

"Terima kasih banyak ya, Abang Sandy. Sekarang Asiyah bisa pulang dengan tenang," ucap Aisyah sembari tersenyum.

Sandy mengangguk pelan. "Sama-sama, Aish. Kamu yang tenang di sana, ya. Nanti Sandy bantu doa juga untuk Aisyah," balasnya.

Pak Badar nampak memperhatikan Sandy yang berbicara sendiri. Ekspresi wajah pria itu tak dapat diungkapkan dengan kata-kata, dia merasa senang karena putrinya bisa mendapatkan keadilan atas nasib tragis yang menimpanya, dia juga merasakan duka yang kembali terbangkitkan. Terlebih lagi, pelaku pembakaran yang menewaskan putrinya adalah istri mudanya sendiri.

Tak lama, Pak Badar menghampiri Sandy. "Apa Aisyah memberikan pesan-pesan lagi?" tanyanya.

Sandy menoleh pada Aisyah dan mendapati pocong itu menganggukkan kepalanya.

"Ada, Pak," jawab Ricky.

"Apa katanya?" Pak Badar bertanya lagi, dia sudah tak sabar dengan apa yang hendak diucapkan oleh putrinya.

Aisyah mulai berkata-kata dan Sandy mengikuti ucapannya.

"Aisyah minta tolong supaya Bapak membayar ongkos oje—" Sandy menghentikan ucapannya dan menoleh pada Aisyah. "Aish nggak usah bayar ojeknya, lagian aku juga belum waktunya ngojek. Jadi ini termasuk amal, bukan narik pelanggan," ucap Sandy.

Sandy dan Aisyah saling berdebat mengenai ongkos ojek. Aisyah bersikukuh ingin membayar, sedangkan Sandy ngotot ingin menggratiskan. Obrolan mereka akhirnya berhenti ketika Pak Badar menyodorkan beberapa lembaran uang seratus ribuan pada Sandy.

Tentu saja Sandy menolak karena uang itu terlalu banyak jika diberikan sebagai bayaran ojek ke ruang Aisyah. Sandy meminta uang Rp15.000. Begitu uang masuk kantong, sosok pocong Aisyah pun menghilang.

Setelah memastikan segala urusannya selesai, Sandy pamit pergi dari rumah Aisyah. Dia berhenti di pangkalan ojek untuk sekalian mencari pelanggan. Pada kesempatan itu, sepasang mata Sandy kembali melihat perempuan cantik yang berada di ujung jalan menuju gang sebelah. Perempuan itu juga akan berpaling ketika mereka beradu pandang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ojek Dua Alam   Weton Jum'at Kliwon

    Selama libur mengojek, bukannya bisa bersantai, Sandy justru didatangi oleh hantu wanita yang terus menerus meminta untuk diantarkan pulang. Meskipun terganggu, Sandy berusaha mengabaikan rengekan makhluk tersebut dan tetap fokus pada kegiatannya di rumah.Setiap malam hantu wanita itu akan tidur di samping Sandy, menempel di gendongannya ketika Sandy berbenah rumah, bahkan kadang sampai ikut masuk ke kamar mandi. Dirasa sudah terlalu mengganggu, Sandy tidak dapat menahan diri untuk tidak menimpali."Dengar, Mbak, saya ini lagi libur. Tolong hargai dong," ujar Sandy dengan nada kesal saat hantu wanita itu muncul lagi di hadapannya.Hantu tersebut hanya cengengesan seolah teguran dari Sandy adalah hal lucu yang patut ditertawakan."Malah ketawa!" Sandy nampak tersinggung ketika ditertawakan. Dia mendengus dan berusaha untuk mendepak kepala si hantu wanita yang terus mencemooh di depannya.Saat itu Mak Ijah juga sedang libur bekerja, wanita itu nampak geleng-geleng kepala melihat putran

  • Ojek Dua Alam   Ada yang menjaga

    "Sekarang saya harus bagaimana, Pak ustadz?" Mak Ijah bertanya."Cukup perbanyak doa saja. Insyaallah Sandy tidak akan kenapa-kenapa," jawab Ustadz Abdullah."Tapi, tadi katanya ada jin yang mau mengambil raga anak saya. Itu bagaimana jadinya, ustadz? Apa perlu ada pengusiran semacam ruqyah?" Mak Ijah bertanya kembali. Dia belum puas mendengar jawaban ustadz Abdullah.Ustadz Abdullah tersenyum, lalu menggelengkan kepalanya perlahan. "Sandy mungkin tidak kuat sampai dia lepas raga, tapi ada hal lain yang melindunginya.""Khodamnya?" Kali ini Angel yang bertanya. Gadis itu sebenarnya tidak terlalu mengerti dunia supranatural, hanya saja, trend pengecekan khodam membuat dirinya sedikit penasaran sampai mencari tahu di internet tentang hal tersebut. Dan konon, hal-hal semacam itu emang ada di dunia nyata."Bukan. Sandy tidak punya khodam, tapi ada yang menjaganya saja. Tidak terlihat wujudnya, tapi saya bisa merasakan keberadaannya," jelas ustadz Abdullah. Lalu, sang ustadz melirik ke ara

  • Ojek Dua Alam   Jin yang ingin menguasai tubuh Sandy

    Meskipun dia telah menyelesaikan kasus pembunuhan tragis yang menimpa Maryati, dia tidak bisa begitu saja melupakan keluarga yang ditinggalkan. Sandy terus mengunjungi rumah Maryati, memastikan bahwa keluarga mendiang mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan dari aparat desa setempat.Dia tidak selalu datang sendiri, kadang-kadang dia membawa ketiga pacarnya, yang juga berbagi rasa kepedulian yang sama. Mereka sering berpatungan untuk membawa makanan dan minuman bagi keluarga Maryati, mencoba meringankan sedikit beban keluarga tersebut.Sandy senang karena pacar-pacarnya itu menunjukkan solidaritas yang luar biasa dan keinginan tulus untuk membantu, menunjukkan bahwa empati dan tindakan nyata dapat meringankan penderitaan orang lain.Sandy bahkan sengaja libur mengojek hanya untuk datang ke rumah Pak Jaja. Seperti yang ia lakukan saat ini. Bersama Angel, karena hanya gadis itulah yang bisa mendapatkan curi. Sedangkan Siska dan Imel sedang ada jadwal pekerjaan yang tak bisa ditinggal

  • Ojek Dua Alam   Arwah termutilasi

    Maryati adalah seorang wanita yang bekerja di pabrik yang sama dengan Imel. Namun, gadis 26 tahun itu hanyalah karyawan biasa. Selain bekerja di pabrik, Maryati juga menggantungkan hidupnya dengan berjualan.Tentunya bukan berjualan makanan atau benda, melainkan menjajakan tubuhnya sendiri. Kehidupannya yang penuh dengan ketidakpastian dan bahaya tidak pernah ia bayangkan akan berakhir tragis di tangan salah satu pelanggannya. Perempuan itu berambut hitam panjang dan memiliki mata yang selalu tampak sedih. Dia sering mengenakan pakaian yang mencolok untuk menarik perhatian pelanggan di hari libur kerja.Maryati terpaksa, karena gajinya hanya sebatas UMR yang pada tahun itu baru menyentuh Rp. 885.000 saja.Suatu malam yang kelam, ketidakpuasan pelanggan terhadap pelayanannya berujung pada kemarahan yang tak terkendali. Maryati dibunuh dengan brutal di kamar kosnya yang sempit. Pelanggan tersebut tidak hanya menghabisi nyawa Maryati, tetapi juga memutilasi tubuhnya dengan sadis, meningg

  • Ojek Dua Alam   First kiss

    Seminar pencegahan bunuh diri yang telah direncanakan akhirnya dilaksanakan di balai desa, mengundang seluruh warga desa untuk hadir. Karena diadakan pada hari Minggu, suasana di balai desa terasa meriah layaknya sebuah acara besar, dengan tepi jalan yang dipenuhi oleh para pedagang kaki lima.Bahkan warga dari kampung lain pun nampak hadir ke tempat tersebut karena rasa penasaran mereka.Sandy, yang menjadi salah satu penggagas acara, turut dibantu oleh ketiga pacarnya yang hadir. Mereka bukan hanya sekedar hadir, tapi juga berperan sebagai pembicara dalam seminar tersebut. Keberadaan mereka di sana menambah dinamika dalam jalannya seminar, membahas tentang pentingnya kesadaran akan kesehatan mental dan cara-cara pencegahan bunuh diri.Ketiga pacar Sandy, meski memiliki latar belakang yang berbeda, kompak dalam menyampaikan materi. Mereka saling melengkapi dalam memberikan perspektif dan solusi praktis yang bisa diaplikasikan oleh warga desa. Kehadiran mereka juga semakin memperkuat

  • Ojek Dua Alam   Arwah Mustafa

    Sandy mengucap salam dan masuk ke dalam rumah. Kening pemuda itu berkerut karena Mak Ijah masih terjaga dan bum juga mengunci pintu, padahal biasanya Sandy tak akan bisa masuk rumah melewati pintu jika pulang sudah lewat tengah malam."Tumben belum dikunci pintunya, Mak?" Sandy bertanya setelah mencium punggung tangan sang ibunda.Mak Ijah mendengus pelan sambil menatap putranya dengan lekat. Hidungnya kembang kempis seakan tengah mencium aroma yang tak biasa. "Siapa lagi yang kamu bawa kali ini? Bau banget!" Mak Ijah memencet hidungnya sendiri sehingga suaranya menjadi bindeng.Sontak Sandy menoleh ke belakang. "Oh, Mak bisa lihat juga bapak-bapak itu?" tanya Sandy."Ya enggak, lah! Mak cuma nyium baunya aja, kamu ngapain bawa-bawa hantu lagi, sih? Nggak inget kemarin Ayu sampai meninggal karena kamu ikut campur urusan orang!?" Mak Ijah berkata dengan nada tinggi. Wanita itu jelas takut bila arwah yang dibawa Sandy kali ini akan membuat putranya terlibat dalam kasus lain yang membaha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status