“Pak! Pak! Davin bangun! Davin!” Dia melakukan CPR pada dadaku, memberikan napas buatan. Ah, ternyata aku memang menyukai bibir gadis ini. Aku melumatnya, ketika bibir itu menempel. Nampaknya, dia kaget.
***Meyyis***
POV SHASHA
“Pagi, Sleeping Beauty,” sapa Davin. Baru saja, dia selesai lari pagi sepertinya. Keringat juga belum tuntas dari tubuhnya. Waduh, bahaya besar. Dia sangat terlihat tampan dan seksi dengan peluh di dahinya. Lelaki itu menyibak horden sehingga matahari pagi menerpa wajahnya dan wajahku.
“Pa-gi … Pak Davin?” Aku bangkit dari berbaring dan menunduk. Aku sangat malu kali ini. bangun tidur, pasti masih belekan. Tapi, mau bagaimana lagi?
“Mandilah! Gentian.” Ah, kok dia cuek gitu, ya? Sebenarnya semalam apa yang terjadi? Lagi pula, mengapa bajuku ganti? Siapa yang menggantikan? Dia? Duh, lihat semua, d
“Pak! Pak! Davin bangun! Davin!” Aku melakukan CPR pada dada, memberikan napas buatan. Demi apapun, kembalilah. Aku sangat panik. Aku mengulang memberikan napas buatan berkali-kali.***Meyyis***POV DAVINAku tidak tega melihat dia menangis. Dengan seluruh perasaan bangkit dan memeluknya. “Jangan menangis lagi. Aku baik-baik saja.” Shasha berusaha melepaskan diri. Tapi, aku tidak akan melepaskannya.“Lepas! Kamu bohong. Aku terlihat seperti orang bodoh sudah mengkhawatirkanmu,” kesal Shasha.“Aku hanya ingin tahu perasaanmu. Maafkan aku, jangan menangis lagi.” Aku berusaha menenagkannya. Dia maasih memukulku dengan sekuat tenaga. Aku membiarkan dirinya meluapkan emosi. Setelah agak tenang, melepaskan pelukan dan membelai rambutnya.“Aku tahu kamu sayang sama aku, sejak SMA.” Dia masih berusaha mendor
Setelah berganti celana, aku keluar untuk menyusul Shasha yang pasti maasih menenangkan jantungnya yang jumpalitan. ‘Kan? Dia bengong di balkon kamar sebelah. Aku mengagetkannya dengan memeluk dari belakang. “Aku mencintaimu,” bisikku. ***Meyyis***POV SHASHA“Lepas! Kamu bohong. Aku terlihat seperti orang bodoh sudah mengkhawatirkanmu,” kesalku. Demi apa pun aku sangat kesal dengan dia. bgaimana mungkin bercanda dengan kematian? Dasar! Apa tujuannya coba?“Aku hanya ingin tahu perasaanmu. Maafkan aku, jangan menangis lagi.” Aku memukulnya dengan sekuat tenaga tapi tentu tidak ngaruh untuknya. Dadanya yang keras dan berotot dapat menahannya. Aku merasa agak tenang, setelah dia memelukku. Tidak berapa lama melepaskan pelukan dan membelai rambutku. Aku berbohong membencinya, rasanya justru sangat nyaman berada di pelukannya. Apakah aku … runtuh su
“Ih, lepaskan! Cepatlah ganti baju.” Dia melepaskan, aku berlari keluar.“Aku mencintaimu,” bisiknya memelukku dari belakang. Ya Tuhan, aku merasa mati lemas karena tindakannya.***Meyyis***POV DAVINKami kembali professional saat sudah memakai pakaian kantor. Aku kembali serius, melangkah bersamanya menuju ke dalam ruangan.“Sekretaris Daniela, saya tunggu di ruangan.” Aku memberikan titah padanya sebelum dirinya duduk.“Baik, Pak Davin.” Dia membuntutiku sambil membawa tab. Aku memandangnya, dia semakin cantik memang. Tidak salah, jika hatiku semakin bergetar ketika berada di sampingnya.“Jadwal Anda pukul sembilan ada rapat di restoran Nagato, selepas makan siang rapat dengan bagian personalia, selepasnya Anda free.” Shasha membacakan jadwalku.&ldquo
“Baik, kita lihat saja nanti. Bagaimana aku akan membuatmu setuju.” Sepertinya, kekasihku itu mengujiku bagaimana aku akan mengejarnya? Aku terima tantangan itu. Tidak ada alasannya untuk aku mundur.“Oke, siapa takut. Tapi harus jujur tidak boleh curang. Aku akan menangkapmu, Nona.” Aku berbisik di samping telinganya.***Meyyis***POV SHASHAKami kembali professional saat sudah memakai pakaian kantor. Aku kembali serius, melangkah bersamanya menuju ke dalam ruangan.“Sekretaris Daniela, saya tunggu di ruangan.” Dia kembali ke mode menyebalkan. Baiklah kalau begitu, aku juga akan menjadi Sekretaris Daniela yang serius tanpa tersentuh.“Baik, Pak Davin.” Aku membuntuti sambil membawa tab. Ngapain dia memandangku? Harus sabar, Sha, jangan terpengaruh dengan gayanya yang sok ganteng narsis maksimal.&n
“Baik, kita lihat saja nanti. Bagaimana aku akan membuatmu setuju.” Aku tahu dia pasti akan mengatakan itu. Dia ‘kan super narsis.“Oke, siapa takut. Tapi harus jujur tidak boleh curang. Aku akan menangkapmu, Nona.” Dia berbisik di samping telinga. Duh, bisa anfal mendadak ini jantung.***Meyyis***POV DEVANAku tersenyum kecut melihat mereka berdua. Entahlah, apakah hatiku sakit? Tapi sekaligus bahagia secara bersamaan. Melihat mereka berdua saling bercanda. Sudah sepantasnya memang. Perasaanku ini, belum bermuara pada lain orang. Walau begitu, bukan berarti orang lain juga harus merasakan kegagalan yang aku rasakan ‘kan? Aku akan menjadi perisai untuk mereka berdua mulai hari ini. Davin adalaha aku. Dia sudah banyak mengalah selama ini. Sekarang, giliranku.“Kenapa?” Om Toni menepuk pundakku.&ld
Dia juga keluar dari toilet. Kami hampir bertabrakan. “Maaf.” Tumben dia minta maaf dan tidak nyolot. Aku semakin penasaran. Dia sangat misterius. Aku harus kembali ke sini kapan-kapan. Sepertinuya ini sangat menarik untuk diulang. Mungkin, setelah beberapa hari dia akan lebih dekat denganku. Baiklah, mengulur waktu sepertinya lebih baik.***Meyyis***POV DAVINAku merasa hidup lebih bermakna bersama dia. Dia mengisi hari-hariku menjadi lebih bermakna. Seperti saat ini, dia memasak untukku. Kepalaku memang sedikit pusing. Shasha membuatkan the jahe agar lebih mendingan katanya.“Pak Bos, ini untuk Anda. Silakan diminum,” tutur dia. Sepertinya aku harus memanfaatkan keadaan dengan baik.“Aku sakit, bisa menyuapiku?” Dia terlihat tidak suka. Tapi, biarlah aku sangat suka melihat dia yang cemberut seperti itu. Tapi akhirnya juga mau menyuapi
“Au, au … sakit. Harusnya cubitnya begini.” Aku mencubit lehernya dengan mulut. Dia memukul pelan wajahku.“Jangan Kurang ajar. Ini akan kelihatan.” Dia menggosok bekas cupang tersebut. “Tuhkan bener. Ihhh … apa yang harus aku katakan sama mama?” tutur dia.“Katakan saja sejujurnya.” Dia mencubitku. Aku suka dia yang manja seperti itu.***Meyyis***POV SHASHAAku tahu Davin sudah menyatakan cinta. Tapi mengapa aku masih ragu, ya? Aku bukan ragu akan cintanya. Tapi status kami yang sangat bertolak belakang. Saat orang tuanya tahu, apakah tidak jadi masalah? Aku membuatkan teh jahe untuknya karena dia sakit flu.“Pak Bos, ini untuk Anda. Silakan diminum,” tuturku. Dia hanya bergerak sedikit masih nyungsep di dalam selimut. Manja banget, beda dengan Bos Davin sebelumnya.
“Jangan Kurang ajar. Ini akan kelihatan.” Aku menggosok bekas cupang tersebut. “Tuhkan bener. Ihhh … apa yang harus aku katakan sama mama?” tuturku. Kali ini aku benar-benar panik. “Katakan saja sejujurnya.” Aku mencubitnya lagi. Dia memang asal saja bicara. ***Meyyis*** POV SHASHA Dokter keluarga datang untuk memeriksa diri Davin. Aku mengantarkan lelaki paruh baya itu menemui bos sekaligus pacarku itu. “Silakan, Tuan,” tuturku sambil mengantar lelaki itu ke ruangan bosku tersebut. “Kenapa tidak makan dengan baik?” tanya Dokter Farhan, dokter keluarga ini. “Ah, mungkin sedikit ada perubahan suhu saja, Om. Paling juga besok baik lagi.” Davin memang minta di pukul. Rasanya gemes banget. Sudah tahu sakit begitu tapis ok kuat. “Jangan menyepelekan sakit,” tutur Dokter Farhan. “Bukan menyepelekan, Om. Hanya s