Aku membeli sekotak pizza untuk aku bawa pulang. Ukuran sedang. Meskipun meninggalan sejumlah uang untuknya, aku takut Yui belum makan malam. Aku tidak tahu seleranya, mungkin saja ia tidak menyukai pizza. Namun, apa yang bisa aku beli lagi?
Aku tidak pulang larut kali ini, baru pukul sembilan. Mungkin besok aku malah bisa pulang tepat waktu. Proyek iklan-ku sudah bisa ditangani dengan baik. Semua tim sudah tahu apa yang harus mereka lakukan dan bisa bekerja lebih kompak. Rapat tadi pagi benar-benar efektif. Sore tadi, aku dan David telah menemukan lokasi yang tepat dan berbicara dengan penanggung jawabnya. Artis yang akan kami gunakan sudah setuju dan hanya perlu menangani kontrak kerjasamanya saja. Rasanya cukup melegakan mengingat apa yang terjadi padaku akhir-akhir ini.
Selain hal itu, orang yang memberikanku kelegaan ialah Benjamin. Aku memutuskan meminta bantuan Benjamin untuk mengurus masalah Milla Borden. Ia berjanji akan menemukan agen itu. Aku juga meminta Benjamin untuk mencari tahu semua tentang apartemen yang aku sewa. Ia menyanggupi, dan yang lebih menarik, Benjamin malah terlihat sangat antusias. Biaya yang aku keluarkan juga tidak mahal. Mungkin Benjamin bukan orang yang mengejar uang. Ia hanya suka dengan petualangan. Dari cerita-cerita kasus yang ia sampaikan pada kami, Benjamin lebih mirip detektif swasta daripada seorang pengacara.
Yah, di satu sisi aku pindah karena tergiur sewa yang lebih murah, tetapi di sisi lain aku harus mengeluarkan uang untuk pengacara itu. Keserakahan sering membuat manusia terjerumus. Namun, aku harus melakukannya agar tidak mendapatkan masalah yang lebih besar. Setidaknya aku bisa menghela napas lebih ringan dan bisa memikirkan diriku dan Yui sekarang. Aku sudah menyerahkan satu urusan pada orang yang tepat. Benjamin meyakinkanku kalau masalah apartemenku tidak akan menjadi serius karena ia akan mengurus semuanya.
Mungkin ini kali pertama aku bisa bersenandung kecil sambil menyetir. Aku membayangkan Yui yang sedang menungguku di apartemen. Saat aku membuka pintu, ia telah berdiri dengan hotpants dan tangtop-nya; menyambutku dengan senyuman paling manis yang pernah aku lihat. Aku tersenyum karena membayangkannya. Aku sudah tidak terlalu peduli apakah hal ini terlampau cepat atau tidak. Lebih cepat mungkin lebih baik. Seperti yang dikatakan David, aku tidak perlu menyiksa diriku dengan waktu. Aku akan mengalahkan waktu yang menyimpan kenangan Catherine dan mengubahnya menjadi kenangan indah bersama Yui.
Lamunanku rusak ketika aku mulai memasuki area lingkungan apartemenku. Aku seperti masuk lorong waktu kemudin terperangkap dalam abad yang berbeda. Beberapa sudut terlihat sangat gelap. Beberapa lampu jalan mati dan sebagian lagi berkedip-kedip. Pohon-pohon elm yang lebat membuat suasana menjadi mencekam. Tentu saja ini tidak terlihat seperti abad modern.
Aku sudah mengatakan kalau apartemenku memiliki satu kekurangan yaitu penerangannya. Kalau mengingat lampu taman yang bermasalah tempo hari dan tempat-tempat yang mulai ikut gelap, artinya sekarang penyakit itu telah menjalar ke lingkungan sekitar. Aku benar-benar tidak menyangka kalau lingkungan sekitar apartemen akan terjangkit penyakit yang sama. Seseorang harus memeriksa gardu listrik di lingkungan ini.
Bisakah lampu-lampu rusak serentak? Daerah ini menjadi sedikit menyeramkan. Sebelum-sebelumnya tidak pernah terjadi. Semua warga di lingkungan ini akan langsung mengeluh pada pemerintah kota jika pemukimannya berubah menjadi tempat tinggal drakula.
David belum pernah berkunjung ke apartemen baruku. Nanti, jika memberikan alamat padanya, aku akan katakan seperti ini, “Teruslah ke selatan, kalau kau menemukan lampu jalan berkedap-kedip artinya kau sudah dekat.”
Ketika melewati taman, aku melihat seorang wanita berdiri di tengah-tengah kotak pasir yang biasa digunakan anak-anak membuat istana pasir. Di sampingnya seorang pria berdiri dengan badan yang sedikit membungkuk. Kotak pasir taman itu salah satu tempat yang tidak gelap, beberapa lampu meneranginya di empat sisi. Wanita itu seperti pacar Tod dan pria itu adalah Nelson. Aku mengenal seragam dan wajahnya. Baju gadis itu dan dadanannya masih sama: baju polkadot, rambut pirang yang panjang, rok mini, dan bandana biru.
Agak aneh juga melihat seseorang dalam beberapa kesempatan berbeda memakai baju dan gaya yang sama. Gadis itu seakan-akan tidak pernah mengganti pakaiannya. Aku hanya menemukan orang-orang dengan pakaian yang sama sepanjang waktu di film-film atau di rumah sakit. Tidak pernah aku menemukan seseorang seperti itu dalam kehidupan nyata. Tentu aku mengecualikan gelandangan.
Apa yang Nelson lakukan bersama pacar Tod di kotak pasir anak-anak? Tidak mungkin mereka akan membuat istana pasir. Nelson memang benar-benar mencurigakan. Bagaimana kalau Nelson, pacar Tod, dan Ny. Borden bekerjasama? Mereka bertiga bersiasat menyewakan unit kosong tanpa sepengetahuan pengelola.
Mobilku berjalan dengan pelan. Aku menatap mereka. Sebenarnya Benjamin melarangku untuk bertanya apa pun pada Nelson. Ia yang akan menyelidiki semuanya. Namun, melihat pria itu bertingkah aneh dengan pacar Tod malam-malam begini malah membuatku penasaran. Jangan-jangan Tod adalah salah satu korban mereka. Mungkin waktu itu ia datang untuk memperingatkanku. Namun, pria itu berubah pikiran. Mungkin saja Tod bukan sedang pergi ke luar kota atau ke suatu tempat, tetapi diusir dari kondo-nya oleh pengelola resmi. Mungkin itu juga yang membuatnya pergi meninggalkan Yui.
Aku menghentikan mobil lalu mengambil kunci ban dari laci dasbord dan meletakkannya dekat jok. Benda itu buat berjaga-jaga. Aku tidak pernah tahu apa yang akan kuhadapi. Aku memasukkan ponsel ke dalam kantong celana dan mengaturnya agar aku bisa melakukan panggilan darurat ke nomor David jika diperlukan. Aku putuskan untuk bicara dengan Nelson. Aku ingin tahu reaksinya.
Aku turun dari mobil tapi tidak menutup kembali pintunya. Aku sengaja, agar aku bisa bisa berlari mengambil kunci ban untuk membela diri. Aku harus berjaga-jaga bila pria tua itu melakukan kekerasan karena aku mengatakan kebenaran yang ia sembunyikan. Mungkin ia takut aku melapor ke polisi dan melakukan sesuatu. Meskipun Nelson hanya orang tua penjaga apartemen, apa salahnya berjaga-jaga.
Aku mulai berjalan ke arah mereka.
Melihatku berjalan mengarah padanya, gadis itu tersenyum sangat lebar. Wajahnya yang cantik menjadi sedikit menakutkan karena caranya tersenyum. Apalagi cahaya temaram lampu taman membuat wajahnya tidak terlihat cukup jelas. Kedua sudut bibirnya terlalu tertarik ke atas. Kepalanya juga bergerak-gerak.
Aku menghentikan langkahku di pinggir taman bermain di dekat sebuah bangku di bawah pohon elm.
“Hai Nelson. Apa yang kau lakukan malam-malam di sini? Apakah kau sudah memanggil tukang listrik untuk lampu-lampu sialan itu? Dan kau. Apakah kau yang tinggal di unit 509? Aku Mikky, orang yang tinggal di sampingmu. Kita belum pernah bertemu dengan resmi. Aku ingin memperkenalkan diri.” Aku sedikit berteriak.
“Hallo, Mikky.” Gadis itu menjawab. Aku agak terkejut, suara yang ia keluarkan sedikit serak.
“Bagaimana kondisi nenekmu? Apakah beliau sehat?” tanyaku kembali.
“Kau memang suka mencampuri urusan orang lain, Mikky!” teriak Nelson garang. “Sebaiknya kau pergi dari sini sebelum kau menyesal.”
Kakiku mundur selangkah. Perasaanku mulai tidak enak. Pria tua itu memiliki aura yang menakutkan meskipun tubuhnya tidak sebesar Tod Horgan. Setiap kali berbicara dengan keras, ia selalu bisa membuat nyaliku ciut.
“Kenapa kau berteriak padanya, Nelson. Bukankah ini yang aku inginkan? Kau sudah menyetujuinya bukan?” Gadis itu menimpali. Aku tidak mengerti apa maksudnya.
Gadis itu melangkah mendekat. Aku memerhatikannya dengan seksama. Ia tidak menggunakan alas kaki dan berjalan seperti seorang model di atas catwalk. Tubuhnya memang seperti seorang model: tinggi dan langsing. Tungkai kakinya begitu panjang dan pahanya kecil. Sepertinya ia sengaja berjalan dengan gaya seperti itu untuk menggodaku. Nelson berjalan di belakangya.
“Nelson. Kau bersengkongkol dengan Nyonya Borden. Tidak ada kantor pengelola apartemen di Old Harbor. Kalian kemanakan uangku?” kataku.
Gadis itu berhenti berjalan ke arahku. Ia terbawa terbahak-bahak. “Dengar itu Nelson. Kantor di Old Harbor? Bukankah itu artinya Amelia Borden mengkhianati kita?”
Amelia Borden? Amelia? Berkhianat?
Aku melihat Nelson ikut menghentikan langkahnya. Aku bisa melihat wajahnya yang terkejut. Gadis itu berpaling ke arah Nelson. “Dia tidak sebodoh yang kau pikirkan, Nelson Tua. Itulah kenapa aku menyukainya. Dialah yang aku inginkan, bukan pria bodoh yang hanya memiliki otot.”
“Kau yang bodoh, Wendy. Semua ini karenamu. Kau serakah!” jawab Nelson.
“Aku? Wanita bodoh itu mengkhianati kita, Nelson.”
Wendy? Apakah dia Nyonya Wendy Orsey? Apa aku tidak salah dengar? Nelson memanggil gadis itu dengan sebutan Wendy? Bukankah kata Nelson Nyonya Wendy Orsey adalah nenek tua.
“Hei Nelson. Kenapa kau memanggil gadis ini Wendy?”
“Karena dia Nyonya Wendy Orsey bodoh. Harusnya kau mengabaikan kami di sini. Kalau sudah begini, artinya aku harus menuruti kemauannya.” Tiba-tiba Nelson menggeram seperti anjing lalu berlari ke arahku dengan sangat cepat.
Nelson berlari seperti seekor banteng yang siap menyeruduk. Mataku terpaku pada wajahnya yang hitam dengan mata liar melotot yang mendekat dengan sangat cepat. Entah karena kecepatan lari Nelson yang mengejutkan atau karena rasa terkejutku sendiri membuat tubuhku tidak bereaksi dan menjalankan apa yang aku rencanakan sebelumnya. Baru saja aku menoleh ke arah mobil dan berniat menggerakkan kakiku untuk berlari, bahu pria tua itu menghantam dadaku dan membuatku langsung terjengkang. Aku bisa mendengar suara berdebum tubuhku sendiri. Kepalaku sangat sakit karena membentur paving taman. Pohon elm yang menjulang di atasku seperti berputar-putar, begitu juga dengan wajah Nelson. Setelah itu, aku tidak ingat apa-apa lagi.
***
Aku terbangun dengan rasa sakit di kepala. Kepalaku masih sangat pusing. Aku hampir muntah beberapa kali. Apakah aku kena gegar otak ringan? Aku bersyukur karena langsung ingat apa yang terjadi. Sepertinya kepalaku membentur paving dengan sangat keras. Aku butuh waktu untuk menyesuaikan diri.
Aku tidak menyangka jika Nelson bisa melakukan hal itu. Pria itu seperti bukan manusia. Andaikata masih semuda aku, aku tidak yakin ia mampu melakukannya jika ia manusia normal. Kekuatannya luar biasa. Dadaku juga terasa berdenyut-denyut dan agak nyeri seperti ditusuk-tusuk.
Aku mengingat suara gadis itu. Pacar baru Tod. Suaranya serak. Mungkinkah mereka berdua itu monster atau semacamnya? Aku berharap ini semua mimpi dan aku segera terbangun. Aku bersumpah akan mengurangi menonton film-film misteri.
Ternyata aku bangun di sebuah kursi kayu dengan tangan terikat ke belakang. Entah berapa lama aku terikat karena bahuku sudah terasa pegal. Aku mencoba melepas ikatannya tapi percuma. Ikatannya sangat kuat. Jika Nelson bisa membuatku terjungkal seperti itu, tentu ia bisa juga mengikat tanganku dengan sangat kuat. Kakiku pun begitu.
Aku tidak bisa melihat apa pun di sini. Ruangan ini begitu gelap. Aku menghentakkan kaki untuk sedikit mencari tahu aku sedang di mana. Namun percuma saja. Aku tidak mendapat petunjuk apa pun.
Aku mulai takut. Ini bukan hal yang baik. Aku tidak tahu sudah pingsan berapa lama. Aku mencoba menggerak-gerakkan pahaku untuk mencari tahu apakah ponselku masih ada atau tidak. Ternyata ringan. Aku tidak merasakan berat ponsel di pahaku. Nelson mungkin telah mengambilnya. Harapanku untuk menghubungi David pupus sudah.
Mungkin, bibirku dilkban. Aku merasakan sesuatu menahan kedua bibirku. Mereka mencegahku berteriak. Apa yang terjadi padaku sudah cukup membuktikan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Nelson dan Wendy. Mungkinkah aku masih berada di apartemen? Atau mungkin mereka membawaku ke suatu tempat?
Aku merasa sangat ketakutan. Mungkin Tod juga diperlakukan sama. Mungkin saja Tod adalah korban juga. Ia dihilangkan Nelson karena mengetahui penipuan komplotannya. Ini betul-betul mengerikan.
Aku menyesal mengabaikan saran dari Benjamin. Harusnya aku tidak memprovokasi Nelson. Harusnya aku pindah saja langsung jika merasa tempat ini tidak baik. Sekarang aku hanya bisa menyesal. Aku tidak menyangka akan mati dengan cara seperti ini.
Oh Tuhan, tolonglah aku.
“Kau ingat iklan bir yang kita buat di Cheko, David? Bukankah tempat ini mirip?” tanyaku setelah memerhatikan dengan seksama ruang bawah tanah tempat aku disekap. Ruanganku adalah ujung dari sebuah lorong—yang aku yakin cukup panjang—dengan langit-langit berbentuk lonjong. Dindingnya terbuat dari bata merah setinggi tiga meter. Lorong itu cukup lebar untuk bisa dilalui empat orang sekaligus.“Maksudmu Pilsen? Yeah, lorongnya memang mirip. Kalau kau ingat kata-kata Benjamin, tidak seharus kau terkejut. Bangunan ini sama tuanya.”Aku tidak pernah menyangkan akan ada ruangan seperti ini di bawah apartemenku. Selain ruangan tempat aku disekap terdapat dua ruangan lain yang pintunya tertutup. Sepertinya, aku akan menemukan banyak ruangan seperti itu sepanjang perjalanan keluar.Lorong panjang di depanku diterangi oleh lampu-lampu neon yang dipasang di atasnya. Andaikata neon-neon itu dimatikan pastilah tempat ini akan gelap-g
Kematian Wendy membuat Nelson menyerah. Setelah gadis itu lenyap menjadi debu, Nelson langsung berlutut dan mengangkat tangannya.“Semua penyihir di dunia ini akan mengejarku. Dan, karena Wendy telah mati, aku tidak bisa berlindung lagi di balik punggungnya. Lebih lagi, sebenarnya Wendy Orsey telah melanggar hukum yang ditetapkan oleh Hareruha dengan berusaha mengambil persembahan dengan sihir hipnotis. Ini adalah kesempatan besar bagi Nyonya Borden untuk menghabisi seluruh penyihir yang mengikuti Wendy,” kata Nelson panjang lebar. Aku tidak benar-benar mengerti apa yang dikatakannya. “Aku menyerah, lebih baik mati di tangan kalian daripada di tangan mereka.”Setelahnya, pria itu menuruti semua perintah dari Willy dan Benjamin Black. Nelson didudukkan di tempat aku diikat sebelumnya. Namun, tangannya tidak diikat seperti aku. Hanya saja, Willy mengarahkan sebuah pistol tua—seperti pistol milik Van Helsing di film—ke tempurung kepalan
Mataku terbuka dengan pelan bersamaan dengan sayup-sayup nada lembut yang menggelitik indera pendengaranku. Aku seperti bayi yang sedang dibuai agar tertidur dengan lelap. Ditambah lagi desir angin yang sepoi membasuh wajahku, membuat mataku ingin segera kembali terpejam. Namun, entah apa yang mendorongku untuk menahan kantuk itu dan meyakinkan diri untuk terjaga.Aku mencium bau laut. Mendengar debur ombak dan desis pantai yang tergerus. Rasa hangat yang nyaman merayapi sekujur tubuh. Terang mentari yang mencerahkan segalanya memenuhi mataku yang berusaha mengenali di mana aku berada.Dengan pelan, aku bangkit dan terduduk. Pada akhirnya aku bisa mengenali dimana aku saat ini. Sebuah pantai tropis yang sangat indah membentang di depanku.Aku yakin bahwa aku tak pernah sekalipun menginjakkan kaki di tempat ini, tetapi entah kenapa aku merasa mengenali suasananya. Tubuhku tidak bereaksi seperti orang yang pertama kali datang, tetapi laksana orang ya
Saat membuka mata, aku langsung diserang rasa sakit di perut yang menusuk-nusuk. Aku sampai meringis karena berupaya menahan rasa sakitnya. Belum selesai dengan rasa sakit itu, bau busuk menyerangku dengan membabi-buta. Aku menerka bahwa sekamar dengan bangkai anjing.Aku langsung mual. Apa pun yang hendak keluar dari mulutku sudah mencapai ujung tenggorokan. Mati-matian aku menahannya, tetapi sia-sia. Jadi, dengan penglihatan yang masih samar, aku muntah sejadi-jadiya. Semua masakan Benjamin keluar dari perutku, menambah bau busuk di ruangan ini. Lalu, bersama bau busuk sebelumnya, mereka menyerang penciumanku dengan membabi-buta.Sambil terengah-engah, aku menatap muntahanku yang membanjiri lantai. Aku jijik sendiri sehingga muntah kembali. Tampaknya aku tidak mengunyah spagetiku dengan benar karena sebagaian muntahanku masih menunjukkan bentuk asli dari makanan itu. Sialnya, celana dan sepatuku terkena muntahanku sendiri.Setelah isi perutku hampir seluruhnya
Yui melempar ransel ke punggungnya sedangkan aku langsung mengangkat tas tenis sembari menyambar tangannya. Aku berbalik dan melangkah menuju pintu. Namun, aku merasakan Yui menolak tarikan tanganku. Saat menoleh, aku mendapatkan Yui bergeming di tempatnya dengan raut wajah yang sulit dijelaskan. Jari tangan Yui saling meremas. Aku menatap matanya dan merasakan binarnya meredup.“Kita akan ke mana?” tanya gadis itu. Aku menangkap getar dalam suaranyaAku menjatuhkan tas tenis lalu mendekat pada Yui. Dengan pelan, aku mengelus pipinya. Kulit pipinya terasa lembut di tanganku. “Ke tempat aman sampai semuanya selesai. Setelah semuanya selesai, kita akan mengurus semua masalahmu,” jawabku. “Percayalah padaku. Aku tidak akan meninggalkanmu.”Yui menatapku tajam sebelum mengangguk. Kedua tangannya meraih lenganku lalu menggenggamnya dengan erat. “Aku percaya padamu, Mikky. Aku akan selalu menggenggam tanganmu seerat ini dan ta
Benjamin dan Willy entah berada di mana karena aku tidak melihat mereka di mana-mana: di ruang depan, di ruang televisi, di dapur, kamar mandi, dan ruang-ruang lain yang pernah aku masuki. Aku kembali ke kamar. Di dalam kamar sudah ada David dengan sweater yang agak kebesaran. Karena penghangat rumah ini tidak dinyalakan, hawa dingin sehabis hujan yang menyelinap masuk terasa menusuk.“Benjamin dan Willy tidak ada di ruang depan,” kataku pada David yang sedang duduk di ranjangku. Aku berdiri di depannya sedangkan David melihat arloji di tangannya. Kalau tidak salah, ini sudah pukul sebelas malam. Aku sempat melirik jam dinding di ruang televisi sebelum mendaki tangga ke lantai dua. “Sepertinya pintu depan juga tidak terkunci. Ini saatnya aku pergi,” lanjutku.“Kau benar-benar yakin akan pergi ke sana, Mikky?” tanya David. Aku menangkap rasa khawatir pada suaranya.“Iya. Aku tidak bisa membiarkan Yui sendirian.”