Home / Romansa / Om Duda! 2 / Chapter 6: Secret-1

Share

Chapter 6: Secret-1

Author: Anaa
last update Last Updated: 2023-02-16 15:07:57

Disya membuka apron yang dipakainya, keluar dari kitchen room setelah sebelumnya mengambil selembar tissue untuk mengelap kedua telapak tangannya. Perempuan itu berjalan menghampiri salah satu meja di ruang display yang terdapat seorang perempuan yang sedang duduk sembari menatap keluar jendela besar yang langsung memperlihatkan area luar store.

"Hei, padahal ngga papa kalau kamu langsung ke kitchen room, Nay."

Naya mengalihkan pandangannya menatap Disya yang sudah duduk tepat di hadapannya. "Aku merasa tidak enak, karena mengganggumu, Sya."

Disya terkekeh pelan. "Tidak papa, aku senang kamu datang berkunjung!"

Naya ikut terkekeh. "Jadi, aku bisa memakan semua kuemu dengan gratis kan?" perempuan itu menaik turunkan alisnya menggoda Disya.

"Boleh dong!"

Naya melihat kesekeliling, memperhatikan store milik Disya. "Sangat cantik dan minimalis, siapapun pasti akan betah berlama-lama di sini," kata Naya berkomentar.

"Ya... tadinya aku mau buka store di Jogja, tapi Ayah sama Bang Sam ngga ngijinin, malah mereka yang ngemodalin semuanya," jelas Disya.

Naya mengangguk mengerti.

"Jadi, mau berangkat sekarang?" tanya Disya.

Naya dengan cepat menggeleng. "Antar aku berkeliling dulu melihat-lihat toko kue. Aku juga belum mencicipi semua kue-kuemu! Baru setelah selesai kamu bisa mengantar aku berkeliling kota!"

Disya mengangguk, lalu tersenyum. Naya memintanya untuk menemaninya jalan-jalan di kota katanya. Sebenarnya Disya tahu tujuan Naya mengajaknya pergi. Kepergian kakaknya tentu masih memberikan suasan duka bagi keluarga, termasuk Disya walaupun ini adalah minggu ke-3 setelah kepergian Naisya. Setidaknya mengajak Disya untuk berjalan-jalan adalah pilihan terbaik saat ini.

***

Disya melangkah dengan perasaan gembira sambil menenteng tasnya menuju parkiran. Memainkan ponselnya dengan tujuan untuk membalas pesan dari Kai. Kai kadang memakai ponsel Maya untuk bertukar kabar denga Disya, karena bocah itu belum diijinkan untuk punya ponsel sendiri oleh Devan.

Sesuai perjanjian di awal, Naya mengajak Disya untuk berkeliling kota di sore hari. Berbelanja, memburu makanan pinggir jalan, dan banyak hal yang ingin mereka berdua lakukan.

Naya sudah menunggunya di mobil. Disya meninggalkan ponselnya di ruangan, maka dari itu Disya mempersilahkan Naya untuk pergi ke parkiran terlebih dahulu.

"Berhenti, aku mohon!"

Disya sampai menghentikan langkahnya karena mendengar suara tegas Naya. Menyudahi kegiatan bermain ponselnya, lalu berjalan cepat menuju mobil milik Naya yang terparkir rapih di depan storenya bersama mobil dan motor milik pelanggan yang berkunjung.

Terlihat Naya sedang berdiri berhadapan dengan seorang lelaki yang tentu saja Disya mengenal siapa lelaki itu. Senyumnya merekah, langkah kakinya berjalan cepat untuk menghampiri keduanya.

"Ayo kita menikah!"

Lagi-lagi Disya harus menghentikan langkahnya ketika mendengar kalimat yang diucapkan si lelaki, senyum yang semulanya terbit begitu lebar kini lenyap.

"Dokter Sam, sudah. Aku mohon!" suara Naya terdengar lirih dan terluka kali ini. Membuat Disya melangkah mundur beberapa langkah dan sembunyi di balik salah satu mobil yang terparkir di sana. Membuka telinganya baik-baik untuk mendengar semua kalimat-kalimat yang akan keluar dari mulut mereka.

"Saya yang akan bertanggung jawab!"

"Tidak ada yang perlu ditanggung jawabi!"

'Menikah?'

'Tanggung jawab?'

Dua kalimat itu berhasil membuat mulut Disya melebar karena terkejut. Bukankah semua orang akan berpikiran yang sama dengan apa yang dipikirkan Disya saat ini. Dua kalimat yang begitu sensitif ketika disangkut pautkan.

"Kamu akan tetap seperti ini?" suara Samudra bertanya namun terkesan membentak.

"Ini kan memang yang Dokter Sam mau?"

"Menikah dengan saya! Saya yang melakukannya 'kan?"

Kedua tangan Disya bergetar, rasanya semua percakapan mereka berdua sudah sangat menjelaskan situasi.

Naya sedang mengandung?

Dan Samudra adalah ayahnya?

Kedua lutut Disya rasanya lemas, andai saja ia tidak sedang bersender di badan mobil, mungkin ia akan terduduk lemas saat ini.

"Aku tidak mau!"

Disya menyalakan layar handphonenya, mencari nomor handphone Devan, lalau menekan tombol panggilan. Entahlah yang ada dalam pikirannya sekarang adalah Devan.

"Pak—Pak Devan... bisa ke sini?"

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Om Duda! 2   Chapter 76: Pengaruh Cinta

    Walaupun ragu, tangan kanan Devan pada akhirnya mengetuk pelan pintu kamarnya. Satu... dua... tiga detik berlalu, masih menunggu balasan, bahkan berharap istrinya di dalam mempersilahkannya untuk masuk—tetapi tidak, tidak ada balasan sama sekali. "Sya... saya masuk ya," katanya yang langsung membuka handle pintu. Disya menatapnya dengan kening mengernyit, selimut sudah menutupi sebagian tubuhnya yang berada di atas kasur. "Memang Disya ngijininin Pak Devan masuk?" "Saya hanya ingin menjelaskan—" "Memang Disya minta penjelasan?" tanya Disya cepat memotong ucapannya. "Saya minta maaf jika diary itu membuat kamu tidak nyaman. Tentu ada tujuan khusus saya membuatnya, saya ingin mengabadikan setiap momen tumbuh kembang Kailash sedari masih di dalam kandungan." Walaupun Disya tidak meminta penjelasan, lelaki itu tetap menjelaskan, bahkan sekarang kedua kakinya sudah dibawa melangkah me

  • Om Duda! 2   Chapter 75: Masa Kehamilan

    Manik Disya berkaca ketika telapak tangannya menyentuh tempat tidur milik Kai. Bayangan wajah Kai dengan berbagai macam ekspresi terputar kembali dalam ingatannya. Masih ada perasaan bersalah jujur saja, huhungan keduanya sedang tidak baik saat itu, tiba-tiba sekali Disya mengetahui berita duka ketika dirinya sedang berada dalam masa pelariannya. Disya berdiri, berpindah untuk duduk di kursi meja belajar, mengusap figura foto yang menampilkan foto dirinya, Kai dan juga Devan saat berada di pasar malam beberapa tahun yang lalu. "Mommy kangen Kai...." Entah sudah yang keberapa kali kalimat seperti itu ke luar dari mulut Disya. Perempuan itu benar-benar merindukan putranya. Tangannya tidak berhenti untuk menyentuh semua barang-barang yang ada di meja belajar Kai. Sebuah storage box berwarna hitam menjadi pusat perhatian Disya detik berikutnya, sebenarnya sebuah gambar di bagian penutupnya yang paling membua

  • Om Duda! 2   Chapter 74: Hadiah

    Disya menekuk bibirnya main-main, berpura-pura kesal ketika membuka kotak kecil yang diberikan oleh suaminya. "Kenapa? Kamu tidak menyukainya, Sya?" tanya Devan, kembali memperhatikan raut wajah istrinya yang sama sekali tidak menunjukkan ekspresi bahagia. "Pak Devan tahu hadiah kecil ngga sih?" tanya Disya sedikit ketus. "Ini kecil, Sya—" "Ya ini harganya mahal banget pasti, bukan ratusan ribu lagi!" Devan membasahi bibirnya, lalu meraih kedua tangan Disya untuk digenggamnya. "Saya bingung ingin memberikan kamu apa, jadi saya membelikan ini—" Satu tangannya bergerak untuk menyentuh hidung Disya dengan jari telunjuknya. "Hey! Tapi tetap saja tidak baik menolak hadiah dari siapapun, Sya." Kembali mencebikkan bibirnya, Disya pada akhirnya mengangguk, menerima hadiah itu. Bentuknya memang kotak kecil tetapi harganya cukup fantastis—itu bukan ketentuannya, kesepakatannya tidak seperti itu. Jadi, beberapa hari yang lalu Disya menyarankan untuk bertukar hadiah. Perempuan itu s

  • Om Duda! 2   Chapter 73: Double Date - II

    Devan tidak berhenti memperhatikan wajah istrinya yang sudah terlelap tidur setengah jam yang lalu, mengusap sisa peluh yang membasahi kening istrinya dengan lembut—entah itu karena kegiatan bercinta sebelumnya, atau memang suhu di ruangan yang memang cukup panas karena pendingin ruangan di dalam sini tidak terlalu berfungsi. Devan juga kegerahan sebenarnya, sedari tadi matanya tidak kunjung mau terpejam. Menyunggingkan senyum ketika mengingat kegiatan keduanya, mereka belum pernah bercinta menggunakan alat kontrasepsi, pengalaman baru, dan itu berakhir begitu saja, baik Devan dan Disya setuju tidak menyukainya. Segala sesuatu tentang Disya selalu membuat Devan candu—semuanya, tidak akan pernah membuatnya bosan. Devan begitu sangat mencintai istri kecilnya itu. Mencium kening Disya untuk beberapa saat sebelum dia beranjak dari atas kasur, lelaki itu memutuskan untuk ke luar dari kamar, berniat mencari udara segar karena demi Tuhan di dalam kamar menurutnya sumpek sekali. "B

  • Om Duda! 2   Chapter 72: Double Date - I

    Hening Mungkin bisa menggambarkan situasi di dalam mobil saat ini, tidak ada yang mengeluarkan suara seolah keempatnya punya dunia masing-masing—sebenarnya Disya dan Naya yang merasa tidak nyaman dengan situasi canggung ini, keduanya sudah mencoba mencairkan suasana, beberapa kali mencari topik obrolan, tetapi kedua lelaki di sana tidak terlalu menanggapi, yang satu sibuk dengan kemudinya, yang satu sibuk dengan i-Pad di tangannya. "Mumpung lagi lewat sini, ayo kita ke caffe Rainbow, aku kangen cakenya...," rengek Naya menyentuh lengan suaminya manja. "Sudah jam segini, nanti kamu pulang kemaleman. Abang kan sudah bilang kamu menginap saja di rumah untuk malam ini, tidak usah langsung berangkat ke Bandung." Devan yang menjawab, tidak memperbolehkan untuk mengunjungi caffe yang tadi disebut oleh adiknya. Naya terlihat memanyunkan bibirnya. "Kita aja nurutin kemauannya Bang Devan yang mau makan di restonya Bu Eliza ya!" "Kalian kan masih bingung ingin makan di mana, saya hanya meny

  • Om Duda! 2   Chapter 71: Titik Terang

    "Yakin tidak papa jika saya berangkat kerja, sayang?" tanya Devan, ini adalah pertanyaan kesekian yang lelaki itu berikan kepada istrinya. Yang semulanya Disya menjawab 'Tidak papa' perempuan itu kini menatap Devan dengan bibir yang ditekuk sembari menampilkan puppy eyesnya. "Kamu ingin saya tidak berangkat kerja?" Kali ini Disya mengangguk, merentangkan kedua tangannya meminta pelukan dari sang suami. Devan menyunggingkan senyum, menyimpan jasnya di atas sofa, lalu melangkah untuk duduk di tepi kasur, setelahnya memberikan pelukan kepada istrinya. "Manja sekali, sedang datang bulan, hm?" Disya menggeleng pelan dalam dekapan suaminya, lelaki itu semakin mengeratkan pelukannya, bahkan mengusap rambut Disya lembut. Sedari tadi Disya belum menuruni kasur, perempuan itu sudah bangun tetapi memilih berdiam di kasur lengkap dengan selimut yang masih menutupi tubuhnya. Devan sudah bertanya apakah dia boleh berangkat kerja, atau Disya ingin dirinya tetap di rumah menemani istrinya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status