"Emang kenapa kalau Duda, Mel. Yang penting dia bertanggung jawab dan sayang sama kamu. Pernikahan yang dulu aja, itu mereka cerai kesalahan mantan istrinya, Mel. Bukan Raffanya lho," jelas Sekar memandang anaknya dan terlihat tengah memijit kening.
"Ibu takut gak bisa jagain kamu lagi, Sayang. Takut Ibu dipanggil yang maha kuasa tapi kamu belum memiliki orang yang menjaga kamu, Ibu gak tenang, Mel," lanjut Sekar membuat mata Amel membulat dan menatap sang Ibu."Ibu jangan ngomong gitu! Walau Ibu ngeselin tapi Amel gak mau kehilangan Ibu," lontar Amel dengan nada sendu, ia mendekati wanita yang melahirkannya dan memeluk sang Ibu."Ye ... kamu mah lagi melow juga, malah ngomong gitu," gerutu Sekar yang disambut kekehan Amel."Tapi Ibu beneran, lebih leluasa dan tenang kalau aku nikah sama Om Duda," kata Amel lalu ia mendapatkan cubitan gemas di pipi oleh Ibunya."Coba jangan nyebut Om Duda, Sayang! Kamu ini susah dikasih tau," dumel Sekar yang disambut senyuman Amel."Iya, Ibu lebih leluasa dan tenang kalau kamu bersama Raffa, Sayang. Dia baik kok dan bertanggung jawab orangnya. Yang pasti sayang kamu dong," balas Sekar membuat Amel mendengkus."Ya udah, kalau itu yang buat Ibu seneng, Amel bakal nerima lamaran ini. Tapi ... pokoknya Amel masih mau kuliah, Bu," ucap Amel yang membuat Sekar terdiam."Nanti kamu omongan sama Raffa, ya. Karna nanti dia yang akan bertanggung jawab ke kamu, dia yang akan jadi suami dan imam kamu," tutur Sekar lalu wanita itu pamit kala mendengar suara bel yang menandakan ada seseorang di depan rumahnya yang pasti ia tebak Bu Wati."Udah, Ibu pamit dulu ya. Kayanya itu Bu Wati deh, soalnya Ibu minta buatin sesuatu ke dia." Amel mengangguk sebagai jawaban, akhirnya ia meninggalkan putrinya sendiri di kamar.Sekar mengulas senyum menyambut Wati. Ia membantu temannya untuk membawa makanan pesanan. Mengajak Wati masuk ke kediamannya dulu lalu menyuguhkan minuman."Wah, emang ada acara apa sih, Kar, kok pesenanmu banyak gini? " tanya Wati kala selesai meneguk segelas jus yang dihidangkan yang teman."Ohhh, itu nanti malam anakku mau dilamar, Ti," sahut Sekar yang membuat Wati langsung memandang sang teman itu."Apa! Yang bener Kar, anakmu yang cowok atau yang cewek, Kar, " pekik Wati membuat Sekar akhirnya menyumpal mulut temannya itu dengan makanan."Pelanin suaramu bisa, gak! Udah kaya di hutan aja pake teriak-teriak," omel Sekar yang disambut seringai Wati, mereka memang sudah kenal sejak sekolah dasar."Hehehe ... ya gimana atuh, Kar, orang emang dari sononya aku udah suaranya cetar membahana gini," balas Wati membuat Sekar mendengkus."Jadi siapa yang mau dilamar, Kar?" tanya Wati lagi memandang temannya dengan tatapan penasaran."Ya kalau dilamar mah anak cewek atuh, Ti. Masa cowok, kalau cowok ngelamar," jawab Sekar yang dibalas seringai Wati, Sekar hanya menggeleng melihat temannya itu."Eh, ya udah ya. Aku pamit dulu nih, soalnya masih banyak pesanan yang kudu dianter," tutur Wati lalu wanita itu bangkit, Sekar segera mendekat lalu menyodorkan uang untuk membayar pesanan."Kalau acara nikahan nanti, jangan lupa pesen juga ke aku ya, atau enggak sewa jasa ku buat masak di acara itu," lontar Wati."InsyaAllah," kata itu keluar dari bibir Sekar."Ya udah, assalamu'alaikum, semoga acaranya lancar sampe hari pernikahan nanti," ujar Wati lalu diamini Sekar.Sedangkan di kamar Amel. Perempuan itu tengah berusaha menghubungi Raffa. Ia mendengkus kesal kala sampe beberapa kali tapi teleponnya tak diangkat. Baru saja hendak membanting benda pipih tersebut di kasur, suara dering dari ponsel terdengar, dia langsung menerima sambungan telepon itu."Om ini, apa-apaan sih! ucapan Mama, Om, itu betulan lho. Kenapa tadi segala nimpalin minta lamarin aku, Om .... lihat jadinya beneran nanti malam ternyata Mama Om mau lamar aku lho, pokoknya Om harus batalin itu lamaran," sembur Amel lalu ia langsung mematikan sambungan telepon tersebut, napas gadis itu sampai terengah-engah.Beberapa bulan kemudian ...Besok memasuki empat puluh minggu kehamilan Amel. Wanita itu kini mulai kesulitan berjalan, karena perutnya yang lumayan besar. Karena hamil anak kembar, semua belum mengetahui. Hanya Raffa, Amel dan dokter yang memeriksa perempuan tersebut."Kapan yang anak kita lauching, kok belum ada tanda-tanda ya," ucap Amel sendu.Raffa yang mendengar itu mendekati istrinya di sofa. Kini keduanya tengah di ruang kerja lelaki tersebut. Karena Amel memaksa ikut ke kantor."Sabar aja, kalau udah waktunya mereka bakal meluncur kok, mungkin sekarang belum waktunya. Sabar aja, hplnya juga kan besok. Lagian kalau pas hpl belum lahiran kan itu cuma pekiraan manusia aja, nanti kalau udah waktunya kita bakal ngeliat mereka kok. Sekarang kamu berdoa aja, agar lahiran lancar dan sehat buat kalian," tutur lelaki itu.Amel mengulas senyum mendengar hal itu. Ia mengangguk kepala lalu menyandarkan kepalanya pada bahu sang suami."Mas, aku sekarang gendut. Jangan bosen pandangan aku y
Suasana malam kini sangat ramai, yang biasanya hanya suara Amel dan Raffa. Sekarang banyak orang yang berbicara. Shilla langsung menarik Raffa yang terus disamping istrinya."Gantian lah, Ka! Shilla juga pengen elus perut Amel. Pengen nyapa calon keponakan," seru perempuan itu. Raffa hanya menghela napas, lalu mengangguk. Ia pergi ke dapur untuk menyeduhkan susu Ibu hamil. Wulan yang lewat di sana langsung mendekat dan menepuk pundak anaknya. "Allhamdulilah, kamu jadi suami siaga. Mama bangga sama kamu," tutur Wulan. Lelaki itu menoleh dan mengusap senyum, ia berbalik dan memeluk wanita yang melahirkannya. "Makasih, Mah. Kamu udah melamarkan Amel menjadi istriku, Raffa sangat bahagia," ujar lelaki itu.Wulan mengangguk, wanita itu membalas dekapan anaknya. Lalu menepuk punggung lelaki tersebut, mereka langsung melepaskan pelukkan."Kamu harus kurangi porsi kerjamu, jangan terlalu sibuk. Amel sekarang sangat butuh perhatian dan bantuan kamu, apalagi nanti setelah lahiran," tegur Wu
Amel membulatkan mata, ia hendak menyerang perempuan itu tapi ditahan Raffa. "Udah, Sayang. Gak perlu urusin orang ginian, biar aku saja. Nanti calon anak kita kenapa-napa lagi," kata lelaki itu.Cewek itu terkekeh, ia bersidekap memandang mereka. Dengan lancarnya ia menghina Amel. "Haduh ... ternyata lo simpenan sugar dady ya, wah ... keliatannya aja polos ternyata," ucapannya terhenti kala karyawan lagi menarik lengannya."Diam! Udah lo gak perlu ngebacot lagi bisa gak."Wanita itu hanya memanyunkan bibirnya, ia memandang lawan jenis yang menatap berang. Sedangkan Raffa langsung merogoh saku, dan memperlihatkan pada perempuan tersebut. "Ini bukti kami udah menikah tahun lalu, jadi ucapan lo itu salah!" sinis Raffa.Suara dingin lelaki itu membuat perempuan tersebut bergidik ngeri. Ia bungkam saat disodorkan bukti oleh Raffa, sedangkan Amel tersenyum sinis. "Amit-amit jabang bayi, jangan sampe anak gue miring sama Tante nyebelin ini," kata Amel.Wanita itu melotot mendengar ucapa
Raffa sampai menjauhkan handphone dari kuping. Karena suara Sekar yang menggelegar, Amel melihat hal tersebut hanya meringis. Raffa menghela napas lalu menempelkan benda itu ke telinga kembali."Kami mau berbagi sedikit buat anak panti Bu. Raffa punya omongan soalnya," jelas Raffa.Sekar terdiam beberapa menit, karena ternyata Raffa yang memegang ponsel tersebut. Lelaki itu menegur dan bicara kalau ia tengah menyetir. "Apa ada pertanyaan lagi, Bu. Raffa lagi nyetir soalnya. Palingan kami menginap lusa ya," ucap lelaki itu.Wanita itu menggeleng lalu memukul keningnya sendiri. Karena sadar jika sang menantu tidak bisa melihat gelengannya. "Enggak, Raf. Boleh handphonenya kasih ke Amel. Ibu mau kasih wejangan buat dia," balas Sekar.Pria tersebut langsung memberikan pada istrinya, lalu Amel dan sang Ibu sangat lama berbincang. Bahkan dia mengerucutkan bibir karena banyak sekali pantangan yang diberikan oleh Sekar."Udah jangan cemberut gitu, Ibu ngebilangi gitu karena sayang sama kamu
Kala tersadar dengan ucapan, Amel langsung mendorong sang suami agar menjauh. Sedangkan Raffa terkekeh mendengar hal tersebut, kini lelaki itu menaik turunkan alis. "Apaan sih, Mas! Genit banget deh, aku tadi lagi ngimpi eh pas buka tidur ternyata ikut ngomong gitu. Gak usah geer deh," papar Amel. Raffa hanya mengangguk kepala tanda mengiyakan tetapi, wajahnya masih saja menggoda. Wanita itu jadi salah tinggal dengan tatapan sang suami, ia mengadahkan tangan. "Mana bubur kacang milikku, kan aku tadi nyuruh beliin terus baru bangunin. Berarti Mas udah beliin dong," pinta perempuan tersebut.Dia langsung memberikan bubur kacang tersebut, Amel menerima dengan senyum sumringah. Ia segera mengambil wadah plastik dan sendok, wanita itu menuangkan ke mangkuk. "Ah ... wanginya menggoda," pekiknya. Sang suami mengulas senyuman memandang Amel, ia terus menatap wanita itu. Membuat perempuan tersebut memalingkan wajah karena salah tingkah."Kamu ini kenapa sih! Lihatin aku terus. Mendingan
Lelaki itu menggeleng mendengar ucapan Amel, membuat wanita tersebut mengeryitkan alis bingung."Terus kamu kenapa natap aku sampe segitunya," sungut perempuan itu. Raffa memegang dagu lalu tangannya mengelus-elus jengot pendek."Katamu hamil kebo, kenapa kamu gak mirip kebo. Aku lagi nyari kemiripan itu dari kamu," jawab Raffa. Mata wanita itu melotot mendengar jawaban sang suami, ia langsung melemparkan tas. Beruntung lelaki tersebut tangkap, Amel bersidekap dan mendengkus kesal. "Punya laki gini amat, maksudnya ... ah sudahlah, kamu juga gak bakal ngerti! Aku udah gak mood buat makan," geram Amel. Perempuan tersebut bangkit lalu mendekati suaminya dan merebut tas yang tadi dilempar. Kala hendak pergi, tangan dicekal oleh Raffa."Kamu harus sarapan, ayo cepat duduk!" perintah lelaki itu. Amel menggeleng menolak perintah suaminya. Ia menarik tangan yang digenggam Raffa, dia langsung bersidekap. "Udah gak berselera lagi makan ini, aku mau bubur kacang ijo Mang Mamat," lontar san