Devan mengemudikan mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Jalanan memang tidak sepi, masih banyak kendaraan hilir mudik walaupun suasana sudah sangat larut malam. Tidak heran, di kota besar memang seperti itu, kendaraan hilir mudik tanpa kenal waktu.
Semua kontak Fatya sudah di blokir oleh Devan, itu alasan Fatya menghubungi nomor Disya. Devan tidak tahu perempuan itu bisa mendapatkan nomor Disya dari mana. Untung saja Devan yang membaca pesan itu, juga yang menjawab telepon dari Fatya. Jika Disya, pasti semuanya akan kacau!
"Kau gila, Fatya!" teriak Devan saat dirinya baru saja memasuki apartemen.
Fatya berdiri dari duduknya, menampilkan senyum lebar lalu menghampiri Devan.
"Apa aku harus menelpon dan memberi pesan kepada istrimu, supaya kamu datang ke sini?"
Devan sudah berkacak pinggang, lalu mengalihkan pandangannya menatap sekeliling unit apartemen dengan wajah marah.
"Apa mau kamu, hah?!"
Fatya kembali berjalan menghampiri
"Pak Devan?"Suara Sasya berhasil membuat Devan membuyarkan lamunannya."Iya?"Sasya mengangkat satu alisnya. Bosnya terlihat berbeda hari ini, sudah beberapa kali Sasya memanggil nama bosnya karena saat Sasya sedang memberi tahu schedule, Devan terlihat melamun dan tidak memperhatikan."Ada apa? Bapak terlihat tidak fokus?"Devan menggeleng. "Buatkan saya teh," titah Devan.Sasya mengangguk, perempuan itu berjalan keluar dari ruangan bosnya.Devan memijit pelipisnya, punggungnya dia senderkan di senderan kursi sambil memejamkan matanya. Kata-kata Fatya terus terngiang di kepalanya, walaupun Devan sudah menolaknya tapi ada perasaan aneh yang muncul di hatinya.Sudah tiga hari semenjak kejadian malam itu. Devan belum menemui Disya maupun Kai—lelaki itu belum ke rumah sampai sekarang.'Saya tidak akan ke rumah beberapa hari ini.' Pesan seperti itu yang Devan kirim kepada Disya. Tanpa menaruh curiga apapun, Disya tida
"Naisya, kenapa bisa seperti ini?" tanya Doni mengelus pipi perempuan yang sedang berbaring di atas brankar.Perempuan yang di panggil Naisya itu hanya diam, menatap ke arah lain dengan mata yang sudah berkaca-kaca, perempuan itu seperti enggan menatap Doni."Papah minta maaf, sayang ...."Tidak ada suara yang di keluarkan perempuan itu.Doni menarik bibirnya tersenyum. "Baiklah, yang terpenting sekarang kamu baik-baik saja, itu membuat Papah lega. Kamu sudah makan?sudah minum obat?" Doni memberikan banyak pertanyaan kepada putrinya.Namun hanya anggukkan kepala yang menjadi jawaban dari perempuan itu."Papah bawain permen jelly kesukaan kamu," ujar Doni semangat, tangannya merogoh paper bag yang berisi banyak permen jelly."Tapi, apa kamu boleh makan ini? Nanti Papah tanyain dulu sama Abang Sam ya ... eum kalo sedikit sepertinya boleh," kata Doni tersenyum, lalu tangannya membuka bungkus kemasan permen jelly itu."Ayo di makan
Perkataan Disya tentang Ayah dan Bundanya yang berada di rumah ini memang benar. Tadi, saat Devan datang ke rumah, dia langsung ke kamar. Karena Doni ada di halaman samping rumah, jadi Devan tidak melihatnya. Bahkan, dia tidak menyadari jika ada mobil milik Doni di parkiran. Mungkin karena Devan ingin cepat-cepat bertemu dengan Disya, jadi dia tidak terlalu memperhatikan.Menatap manik mata Disya yang berkaca-kaca membuatnya merasa bersalah. Tapi, Devan sangat ingin memberitahukan tentang niatnya untuk menyudahi pernikahan ini kepada Disya."Terima kasih sudah membuat Disya bahagia," kata Doni.Devan yang sedang memperhatikan Kai bermain dengan Disya juga Dina di gazebo langsung menatap ke arah Doni yang duduk di sampingnya. Doni yang juga sedang memperhatikan interaksi Kai, Dina, dan Disya kini menatap ke arah Devan.Doni menampilkan senyumnya. "Saya melihatnya sendiri, kamu memperlakukan Disya dengan baik. Walaupun sangat sulit menghadapi Disya, dia san
Devan menarik bibirnya tersenyum melihat pemandangan di depannya. Seorang perempuan sedang sibuk dengan kegiatan memasaknya.Devan melangkah dengan mengendap-endap, dia ingin mengejutkan perempuan itu dengan kehadirannya."Aku tahu itu kamu, Dev," kata perempuan itu. Walaupun posisinya membelakangi Devan, tapi perempuan itu bisa menyadari bahwa Devan berada di belakangnya. Niat hati ingin mengejutkan perempuan itu gagal."Kenapa bisa tahu saya?" tanya Devan, lelaki itu dengan cepat memeluk Fatya dari belakang, menelusupkan wajahnya di ceruk leher Fatya.Fatya terkekeh, perlahan ia memutar tubuhnya untuk berhadapan dengan Devan. "Wangi tubuh kamu, aku tahu," kata Fatya mendekatkan hidungnya, lalu menghirup dalam-dalam aroma tubuh Devan.Devan menyunggingkan senyumnya.Fatya kembali berbalik membelakangi Devan. Mengambil sendok untuk mengambil sedikit sop buntut yang di buatnya, lalu menyodorkannya kepada Devan. "Cobain, udah enak belum?" kata
"Mom, aku mau pakai baju yang itu," kata Kai, menunjuk satu pakaian yang tergantung di lemarinya."Ini?" tanya Disya sambil mengambil pakaian yang di maksud oleh Kai.Kai mengangguk, lalu Disya membantu Kai untuk memakai pakaiannya."Nanti Kai jangan nakal ya, dengerin apa kata Bi Siti, Onty Nay sama Uncle Nathan, oke!""Oke!" Kai mengacungkan jari jempolnya dengan tersenyum."Mom, Daddy udah pulang ya?" tanya Kai lagi.Disya yang sedang mengancingkan baju Kai langsung terdiam. Namun, detik berikutnya ia mengangguk pelan sebagai jawaban untuk pertanyaan Kai."Aku mau ketemu Daddy," kata Kai semangat.Disya menatap Kai lembut dengan senyum manis di bibirnya. "Daddy masih tidur, Kai sarapan dulu sama Bi Siti. Nanti Mommy bangunin Daddy dulu, ya ...," ucap Disya sembari mengelus rambut Kai lembut.Bocah itu mengangguk-angguk semangat. Setelah selesai memakai pakaian dan sedikit menata penampilannya, Disya mengajak Kai untuk
"Kita mau ada acara di rumahnya Aisha," jelas Disya lagi, ini sudah yang kesekian kalinya Disya memberi tahu kepada Devan. Namun, lelaki itu tidak mau melepaskan pelukannya. "Bilang sama mereka kalau kamu tidak bisa ke sana," titah Devan. "Ya engga bisa gitu dong, Disya kan udah janji. Kemarin juga Disya engga jadi main sama temen-temen karena Pak Devan." "Kamu meninggalkan saya di rumah sendirian?" Disya selesai memakai lip blam, setelahnya kembali menatap penampilannya di cermin. "Iya, cuman sebentar kok. Disya janji," kata Disya membalikkan tubuhnya supaya berhadapan dengan Devan. Walaupun tidak rela, tetap saja Devan akhirnya mengangguk. "Saya antar ke rumah Aisha," kata Devan. Disya menggeleng cepat. "Disya nanti di jemput sama Fani kok. Bahaya banget kalau Pak Devan nganterin Disya, nanti yang harusnya jadi acara birthday party Aisha malah jadi acara interogasi Disya, kan aneh." "Kamu malu punya suami kaya saya?"
"Lihat aja, kalau Pak Devan terbukti punya perempuan lain di belakang kamu, aku orang pertama yang akan ngehajar dia!" murka Yumna dengan wajah yang menyiratkan kebencian.Alya, dan Fani saling menatap dalam diam. Sedangkan Disya, gadis itu juga sedang dalam mood tidak baik. Otaknya terus memikirkan siapa perempuan yang bersama Devan di foto."Mungkin itu bukan Pak Devan," kata Disya menatap Yumna yang duduk di sampingnya. Lebih tepatnya, dia meyakinkan dirinya sendiri jika lelaki di foto itu bukan Devan."Really? Walaupun foto itu engga nampakkin mukanya Pak Devan, tapi tetep aja postur tubuhnya kaya Pak Devan 'kan?" ujar Yumna lagi.Ya, Disya mengakui itu. Postur tubuhnya memang persis seperti Devan."Kayanya banyak banget deh orang-orang yang memang postur tubuhnya mirip," kata Fani yang duduk di samping Alya."Kamu lagi ngebela dia?" tanya Yumna.Fani merubah posisi duduknya, kepalanya menengok ke belakang menatap Yumna dan Disya
Suara nada dering panggilan dari ponsel yang berada di atas nakas membuat tidur si pemiliknya terusik. Kedua matanya perlahan mengerjap, menyesuaikan cahaya yang masuk.Fokusnya langsung tertuju kepada gadis yang sedang terlelap di pelukannya. Senyum Devan mengembang, tangan kanannya bergerak untuk merapihkan rambut Disya yang menutupi sebagian wajahnya sembari mengingat kejadian tadi malam, ya ... mereka kembali melakukannya. Ini yang kedua kalinya, tapi benar-benar selalu menakjubkan bagi Devan.Nada dering panggilan kembali berbunyi, ini yang kedua kalinya. Devan langsung mengulurkan tangan untuk melihat siapa gerangan yang meneleponnya pagi-pagi seperti ini.Air mukanya langsung berubah seketika saat melihat nama seseorang yang meneleponnya. Devan melirik ke arah Disya yang masih tertidur lelap, lalu mengangkat telepon itu."Hallo.""Dev, aku lagi ada di lift, sebentar lagi mau nyampe unit apartemen. Kamu di rumah?"Jantung Devan seketik