"Lihat aja, kalau Pak Devan terbukti punya perempuan lain di belakang kamu, aku orang pertama yang akan ngehajar dia!" murka Yumna dengan wajah yang menyiratkan kebencian.
Alya, dan Fani saling menatap dalam diam. Sedangkan Disya, gadis itu juga sedang dalam mood tidak baik. Otaknya terus memikirkan siapa perempuan yang bersama Devan di foto.
"Mungkin itu bukan Pak Devan," kata Disya menatap Yumna yang duduk di sampingnya. Lebih tepatnya, dia meyakinkan dirinya sendiri jika lelaki di foto itu bukan Devan.
"Really? Walaupun foto itu engga nampakkin mukanya Pak Devan, tapi tetep aja postur tubuhnya kaya Pak Devan 'kan?" ujar Yumna lagi.
Ya, Disya mengakui itu. Postur tubuhnya memang persis seperti Devan.
"Kayanya banyak banget deh orang-orang yang memang postur tubuhnya mirip," kata Fani yang duduk di samping Alya.
"Kamu lagi ngebela dia?" tanya Yumna.
Fani merubah posisi duduknya, kepalanya menengok ke belakang menatap Yumna dan Disya
Suara nada dering panggilan dari ponsel yang berada di atas nakas membuat tidur si pemiliknya terusik. Kedua matanya perlahan mengerjap, menyesuaikan cahaya yang masuk.Fokusnya langsung tertuju kepada gadis yang sedang terlelap di pelukannya. Senyum Devan mengembang, tangan kanannya bergerak untuk merapihkan rambut Disya yang menutupi sebagian wajahnya sembari mengingat kejadian tadi malam, ya ... mereka kembali melakukannya. Ini yang kedua kalinya, tapi benar-benar selalu menakjubkan bagi Devan.Nada dering panggilan kembali berbunyi, ini yang kedua kalinya. Devan langsung mengulurkan tangan untuk melihat siapa gerangan yang meneleponnya pagi-pagi seperti ini.Air mukanya langsung berubah seketika saat melihat nama seseorang yang meneleponnya. Devan melirik ke arah Disya yang masih tertidur lelap, lalu mengangkat telepon itu."Hallo.""Dev, aku lagi ada di lift, sebentar lagi mau nyampe unit apartemen. Kamu di rumah?"Jantung Devan seketik
Naisya Queensa Fatyavia—nama lengkap gadis itu. Keluarga dan teman-temannya memanggilnya dengan sebutan Naisya. Sedangkan untuk sebutan Fatya—hanya Devan yang memanggilnya seperti itu.Ya ... Fatya adalah kekasih Devan, Fatya adalah anak dari Doni dan Gina, dan merupakan adik dari Samudra."Ada hubungan apa kamu dengan Devan?"Jantung Naisya seperti berhenti berdetak beberapa detik saat Samudra menanyakan hal itu. Apa iya Samudra sudah mengetahui hubungannya dengan Devan? Sejauh mana Samudra mengetahui rahasia tentangnya?Naisya mencoba mengabaikan pertanyaan Samudra, gadis itu kembali melangkah untuk menaiki tangga."Berhenti, Naisya!" teriak Samudra.Naisya menelan ludahnya, suara teriakan Samudra membuat jantungnya berdetak tidak karuan. Samudra melangkah lebar, dan berdiri di hadapan Naisya."Aku dan Devan saling mencintai, Bang," katanya menatap Samudra dengan tatapan sendu."Aku tahu ini salah, Devan sudah mem
Mengetahui Disya adalah adiknya membuat Naisya syok tentu saja. Namun, jangan harap Naisya akan merasa kasihan dan memutuskan hubungannya dengan Devan setelah mengetahui semua itu. Justru fakta tersebut membuat Naisya semakin ingin memiliki Devan dan Kai seutuhnya.Menurut Naisya, perselingkuhannya dengan Devan bukan hal yang salah. Justru Disya yang memang harusnya pergi karena telah merebut hakknya.Devan mencintainya, itu yang Naisya tahu.Devan menuruni mobil dengan menenteng jas hitam yang sebelumnya dia pakai. Sebelum membuka pintu kayu dengan ukiran yang cantik di depannya, lelaki itu menengok ke kanan dan ke kiri seolah memperhatikan sekitar.Wajahnya tampak lesu, kancing bagian atas kemeja putihnya sudah terbuka beberapa, juga beberapa bagian kemejanya tampak sudah kusut.Seorang perempuan yang sedang duduk di depan televisi yang menyala langsung menengok saat mendengar suara pintu di buka. "Dev!" panggilnya dengan wajah yang berseri-seri.
Disya sudah seperti mayat hidup belakangan ini. Gadis itu kurang makan, kurang tidur, bahkan waktunya selalu di sibukkan di depan laptop, lembaran kertas, juga buku-buku tebal yang bertumpuk. Devan menyuruh Disya untuk mengambil waktu sidang paling dekat, yaitu hari Sabtu, yang seharusnya dilakukan hari Senin.Disya berjalan lunglai dengan membawa laptop menuju ruang kerja Devan. Disya menangkap sosok Devan yang sedang duduk di kursi kerjanya, dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya. Disya tahu, suaminya itu menyadari jika ia masuk, tapi karena terlalu fokus dengan laptop di depannya lelaki itu seolah tidak peduli.Ini sudah pukul sebelas lebih lima menit, tapi Devan tidak mengijinkan Disya untuk tidur sebelum ia selesai merevisi skripsinya."Pak Devan, benar-benar dosen galak!" Tidak tahu, sudah berapa kali kata-kata seperti itu muncul dari mulut Disya belakangan ini.Disya melangkah mendekati sofa panjang lalu merebahkan tubuhnya di sana, d
Devan menatap wajah Disya yang masih terpejam. Wajahnya yang bersemu merah—bukan karena sedang tersipu malu, tapi karena demam. Secepat mungkin Devan menyelesaikan kegiatan meeting-nya, dan kembali ke rumah.Memandang wajah Disya seperti ini, membuatnya kembali mengingat obrolannya dengan Diky saat perjalanan ke kantor, tadi pagi."Saya rasa Pak Devan terlalu berlebihan kepada Disya," katanya dengan kedua tangan yang fokus berada di kemudi."Maksud kamu?" tanya Devan menatap Diky dengan kening yang mengernyit bingung."Menurut saya, Pak Devan harusnya bersikap acuh, seolah tidak peduli dengan kehadiran Disya. Buatlah kesan buruk, supaya Disya membenci Pak Devan," kata Diky menatap Devan sekilas, lalu kembali fokus menatap jalanan. "Tidak perlu membuat topeng wajah seolah-olah khawatir dengan keadaan Disya," lanjutnya.Wajah Devan berubah dingin, tangannya mengepal kuat. Ada perasaan tidak terima saat Diky mengatakan jika dirinya memakai topen
"Kai seolah tidak pernah menerima kehadiranku. Saat kita bersama dia selalu membicarakan Disya, itu membuat aku kesal Dev," kata Naisya mengadu.Devan yang sedang duduk di kursi kebesarannya masih terus memperhatikan Naisya yang sedang mengoceh, sudah dari dua puluh menit yang lalu Naisya mengeluarkan keluh kesahnya."Aku harus gimana lagi biar Kai suka sama aku?"Devan menghela napasya kasar. "Kata siapa Kai membenci kamu? Kamu harusnya bisa mengambil hati Kai. Tidak mungkin kan saya terang terarangan mengatakan secara langsung kepada Kai bahwa kamu Ibu kandungnya. Coba perlahan-lahan kamu coba mengambil hati Kai, katanya ikatan seorang anak dan Ibu sangat kuat?"Naisya memicingkan matanya."Kamu lagi nyindir aku, Dev?" tanya Naisya menatap Devan kesal."Fatya, saya sedang tidak mau berdebat!" kata Devan menatap Naisya tidak kalah kesal."Akhir-akhir ini kamu aneh! Kenapa sih?""Saya sibuk dengan pekerjaan saya di kantor
"Jadi kapan Neng Disya mau masakin makanan buat Bapak?" tanya Siti menatap Disya yang sedang menata meja makan.Gadis dengan rambut dicepol asal itu, menatap sebentar asisten rumah tangganya beberapa detik, lalu kembali sibuk dengan kegiatannya."Nanti aja deh setelah Disya wisuda, Disya mau masakin banyak banget makanan buat Pak Devan," katanya.Siti tersenyum. "Lagian Neng Disya kenapa harus sembunyi-sembunyi sih?"Disya terkekeh. "Disya tuh mau masakin Pak Devan kalau keahlian masak Disya udah jago," kata Disya berjalan menghampiri Siti yang berdiri di dekat mini bar. "Menurut Bi Siti, makanan Disya udah enak belum?" Lanjutnya lagi merangkul tangan kanan Siti.Siti mengangguk-anggukkan kepalanya pasti. "Masakan Neng Disya udah enak banget, Bibi juga kayanya kalah deh," kata Siti menatap istri majikannya dengan wajah yang pura-pura sedih. "Nanti kalau Neng Disya sudah masakin makanan buat Pak Devan sama Kai, bisa aja kan bibi dipecat sama Bapak."
"Acara resepsi sudah dekat, harusnya kamu membicarakan tentang ini di depan keluargamu," kata Syiren saat itu. "Apa perlu aku yang mengatakannya?" lanjutnya lagi, menatap Devan dengan tatapan sengit. "Saya akan meninggalkan Fatya!" kata Devan tegas. Syiren menatap manik mata Devan, memperhatikan kesungguhan lelaki itu tentang ucapannya. "Buktikanlah!" tantang Syiren. "Saya akan mengakhiri hubungan saya dengan Fatya. Tapi, saya mohon jangan ceritakan apapun kepada Disya. Jangan sampai Disya mengetahuinya ...." Devan memohon kepada Syiren. Lelaki itu sudah mencintai Disya ... Disya berhasil membuat Devan jatuh cinta. Mungkin, itu adalah alasan kenapa saat Fatya meminta Devan untuk menceraikan Disya, hatinya seolah tidak setuju. Harusnya Devan mengungkapkan perasaannya lebih dulu, tapi Devan terlalu gengsi untuk mengatakan hal itu. Devan belum terlambat! Lelaki itu akan menemui Disya dan mengungkapkan perasaanya. Devan merogoh saku jasnya, mengel