Share

It's You!!

"Dia Haris! Kakak yang dulu tinggal di ruko sebelah," lanjut Bu Shila dengan penuh semangat.

Jantung Brisya seolah berhenti berdetak, kakak yang tinggal di ruko? Kakak yang dulu pergi dan membuatnya kesepian? Jadi, lelaki yang sedari tadi ia panggil 'Om' itu adalah kakak Haris?!

Tanpa rasa canggung, Haris merentangkan kedua tangannya untuk memeluk Brisya. Namun Brisya tak bergeming. Entah kenapa hatinya jadi sakit, seperti teriris-iris. Alih-alih bahagia karena bisa berjumpa dengan kakak yang dulu selalu ada untuknya, kini Brisya malah merasa kesal dan marah.

Saat Brisya masih diam tak bergerak, Haris akhirnya memilih untuk mendekat dan memeluk gadisnya dengan erat. Brisya sampai menahan bernafas karena kaget. Pelukan ini, ya, pelukan ini yang selama ini ia rindukan. Pelukan yang berbeda dengan milik Aji. Brisya masih tak bergerak, tubuhnya membeku dalam dekapan Haris.

Setelah cukup lama berpelukan, Haris lantas mengurai dekapannya dan menangkup wajah mungil Brisya dengan kedua tangannya yang besar.

"Hai, adik kecilku," sapanya lembut, tatapannya tajam dan teduh.

Brisya terhipnotis. Mata yang tajam, hidung yang tinggi dan tegas, bibir seksi berwarna merah dan bulu-bulu halus di sepanjang rahang laki-laki ini membuat Brisya terpana takjub. Tanpa sadar ia menelan saliva.

Sesaat, Brisya seperti kembali ke masa kecilnya, wajah ini yang biasa ia lihat setiap hari, sejak menginjakkan kaki di Panti. Wajah yang kemudian menghilang dan kembali dalam wujud yang berbeda karena mereka telah dewasa. Selama ini Brisya menganggap Aji adalah laki-laki terganteng yang ia lihat, akan tetapi sekarang dihadapannya berdiri laki-laki lain yang lebih segala-galanya dari Aji.

"Aku ganteng banget, ya? Sampe kamu terpana begitu," desis Haris tersenyum.

Brisya mendengus dan menepis tangan Haris pelan. Ia mundur beberapa langkah untuk menetralkan jantungnya yang berdegup kencang.

"Oiya, lupa, kamu sudah punya pacar, sih!" lanjut Haris terkekeh hingga membuat Bu Shila juga tertawa.

Mendengar sindiran halus itu, Brisya jadi merona malu, lekas ia berlari masuk ke dalam dan mengurung diri di kamar. Tangannya terangkat perlahan menyentuh dadanya yang berdetak hebat. Belum pernah ia merasakan detak seperti ini sebelumnya. Dengan rgu, Brisya mendekat ke cermin dan berkaca, wajahnya memerah.

"Ganteng banget, sih!" puji Brisya gemas.

Aroma parfum Haris masih menempel di tubuh Brisya. Ia pun masih terbayang-bayang oleh hangatnya pelukan tadi. 16 tahun terpisah dan dipertemukan lagi secara tiba-tiba seperti ini membuat Brisya seperti sedang bermimpi.

Haris datang! Dia benar-benar menepati janjinya untuk kembali mencari Brisya.

******************

16 tahun berlalu.

Haris akhirnya bisa kembali lagi ke Indonesia. Usai lulus SMP,  dia melanjutkan sekolahnya di luar negeri. Tepatnya di Mesir. Bukan tanpa alasan Haris memilih negeri gurun pasir itu, ia sengaja memilih pergi ke sana karena di sana jarang hujan. Haris masih membenci hujan. Terlebih usai kematian ayahnya, ia jadi semakin membenci hujan dan mamanya.

Haris menyusuri setiap sudut ruko yang dulu pernah ia tinggali. Beberapa hari yang lalu begitu tiba di Indonesia, dia sudah menghubungi seseorang untuk membersihkan rukonya. Ia sengaja tidak mau tinggal dengan mama dan kakaknya karena Haris masih sakit hati bila mengingat penghianatan mereka pada mendiang ayahnya.

Saat sampai di depan pintu kamar ayahnya, Haris berhenti. Ia tak sanggup membuka kamar itu. Bayangan terakhir yang muncul di benaknya adalah saat polisi-polisi itu menghadangnya masuk ke kamar ayahnya. Kamar di mana ayahnya sudah ditemukan meninggal karena over dosis.

Haris mendesah sedih, ia beranjak mundur dan naik ke lantai 2 menuju kamarnya sendiri. Beberapa perabotan sudah terlihat lusuh tak terawat, besok ia akan ke toko untuk membeli yang baru dan menggantinya.

Begitu masuk ke kamar, aroma khas yang ia rindukan seketika terendus dan menghangatkan tubuhnya. Haris tersenyum lega, ia menghampiri tempat tidurnya dan merebahkan diri. Sekarang tempat tidur ini terlihat lebih sempit untuknya yang semakin jangkung dan gendut. Haris berguling-guling di kasurnya dengan senang. Tidak ada yang lebih ia rindukan selain tiduran di kamar ini dan ... Brisya.

Pikiran Haris menerawang sejenak. Seperti apa dia sekarang? Semoga ia masih berada di Panti agar Haris tak kerepotan mencarinya. Adik kecil mungil yang lucu, masihkah ia selucu dulu? Haris tersenyum gemas, ia memejamkan matanya yang mulai mengantuk. Perjalanan dari kota tempat tinggal mamanya lumayan jauh, Haris harus menyetir nonstop selama 4 jam. Ia lelah.

Kringgg kringgg.

Haris menggeliat merenggangkan tulang-tulangnya, ponselnya berdering sedari tadi. Entah siapa sepagi ini sudah mengganggu tidurnya. Haris meraba lantai untuk mencari ponsel yang semalam ia letakkan sembarangan.

Vega is calling ...

Dengan lemas Haris meletakkan lagi ponselnya, ia sedang malas diganggu. Kembali Haris memejamkan mata dan menutup telinganya dengan bantal agar tak mendengar bunyi telefon itu lagi.

Namun sesaat Haris tersentak, ia harus segera ke Panti. Buru- buru Haris beranjak duduk dan melempar bantal yang menutupi kepalanya. Lekas ia berdiri dan melangkah cepat ke kamar mandi. Mengguyur badannya yang pucat dan berisi dengan air dingin.

Di luar, Haris sudah mendapati sebuah mobil SUV terparkir di depan Panti saat ia melangkah santai menuju ke sana. Mesinnya menyala, sepertinya sedang menunggu seseorang.

Dengan ragu, Haris melangkah masuk ke halaman dan mendapati Bu Shila berdiri di pintu sambil melambaikan tangan pada seorang gadis yang berjalan tergopoh-gopoh sambil merogoh isi tasnya. Haris berdiri mematung, gadis itu terus berjalan menuju ke arahnya sambil menunduk dan tak menyadari bila ada Haris berdiri di hadapannya.

Brukkkk. Prak

Haris tersenyum kecil, sudah ia duga bila gadis itu akan menabraknya. Ponsel gadis mungil itu terlempar jauh di depannya. Sebuah ponsel mahal keluaran terbaru. Haris membungkuk mengambil ponsel itu dan mengawasi gadis tadi yang memejamkan mata. Mungkin benturan tadi membuatnya pening.

"Kamu gapapa?" tanya Haris sambil menyodorkan ponsel tadi.

'Apakah dia Brisya?' batin Haris bertanya-tanya sambil memperhatikan gadis di depannya, tapi gadis ini kurus sekali. Brisya kecilnya dulu gendut dan lucu.

Gadis itu menunduk dan mengangguk sopan. "Iya gapapa, maaf tadi saya nggak ngeliat Om berdiri di situ."

Haris terhenyak, Om??

Setua itukah dia??

Gadis itu lekas berlalu sambil berlari dan masuk ke dalam mobil SUV tadi.

'Siapa dia?' batin Haris penasaran. 'Apa dia donatur? Dilihat dari ponsel dan mobil yang ia naiki sepertinya dia bukan orang biasa'. Haris masih mengawasinya sampai mobil itu berlalu.

"Ada yang bisa saya bantu??" tanya Bu Shila mengagetkan Haris. Bu Shila sudah berdiri di hadapannya.

"Bu Shila, masih ingat saya?" tanya Haris cepat.

Bu Shila mengawasi Haris dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Haris??" Bu Shila terbelalak seakan tak percaya.

Lekas Haris mengangguk dan berhambur memeluk wanita seusia mamanya itu.

"Ya tuhan, kamu sebesar ini sekarang?" lanjut Bu Shila masih terheran-heran, mengurai pelukannya dan mengawasi Haris dengan takjub.

Berulang kali Haris mengangguk dan tersenyum penuh haru. Ia bersyukur masih ada yang mengingatnya.

" Yuk, masuk, bu Rahmi pasti seneng liat kamu datang!" tarik Bu Shila cepat, Haris menurut dan mengikuti Bu Shila masuk ke dalam Panti.

       **************************

Haris mengawasi jam tangannya entah untuk yang ke berapa ratus kali. Jam 10 malam, dan Brisya belum juga pulang.

Sengaja Haris menunggu Brisya karena ia bahkan belum sempat menyapanya. Gadis yang ia tabrak tadi siang ternyata adalah Brisya. Tadi Bu Shila dan Bu Rahmi bercerita banyak tentang Brisya dan Panti selama Haris pergi. Brisya yang tumbuh  menjadi gadis manis dan riang membuat Haris penasaran ingin segera memeluknya. Adik kecilnya yang sudah beranjak dewasa dan mempesona.

Lamunan Haris bubar saat sebuah mobil SUV yang sama seperti tadi pagi berhenti tepat di depan Panti. Haris melirik jam tangannya, 22.35 WIB. Apa setiap hari Brisya pulang selarut ini?

Lama Haris menunggu Brisya turun, namun tak kunjung muncul. Kaca mobil itu gelap, Haris tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam. 5 menit... 10 menit... dan pintu mobil itu terbuka. Brisya turun sambil menyibak rambutnya yang panjang.

Dada Haris berdesir hangat. Ia rindu sekali. Meski Brisya sekarang sudah tumbuh tinggi dan cantik, dimata Haris ia tetaplah adik kecilnya yang imut dan menggemaskan.

Brisya berjalan mendekat. Mengawasi Haris yang juga sedang mengawasinya.

"Permisi, Om," ucap Brisya sambil menunduk sopan dan membuka pintu.

Haris tertawa dalam hati, Om lagi??

Setua itukah ia dimata Brisya??

Brisya masuk ke dalam Panti dengan terburu-buru, Haris mengikuti di belakang. Sesekali Brisya menoleh dan membuang muka cepat saat ia sadar Haris sedang membuntutinya. Haris tersenyum geli melihat adik kecilnya itu nampak ketakutan.

Saat melihat Bu Shila, Brisya segera berlari mendekat dan menolehi Haris. Dia berbisik sesuatu, Haris hanya tersenyum sambil tak lepas memandangi adik kecilnya.

"Dia Haris, Kakak yang dulu tinggal di ruko sebelah."

Mata Brisya terbelalak lucu, Haris terkekeh melihatnya. Tapi Brisya tak bergerak, dia diam mematung. Haris merentangkan tangannya untuk memeluk Brisya namun adik kecilnya itu masih diam tak bergerak.

Akhirnya Harislah yang mendekat dan memeluk Brisya dengan erat. Kurus sekali badan Brisya, seolah Haris memeluk tulang belulang dalam wujud manusia. Wangi rambutnya beraroma ginger yang hangat, Haris menghirupnya dalam-dalam. Ia rindu...

23.45 WIB.

Haris masuk ke dalam kamarnya dan berebah. Masih terbayang wajah lucu Brisya yang terkaget-kaget saat melihatnya tadi, Haris tertawa kecil mengingat momen itu. Brisya kecil yang imut dan lucu sudah dewasa., sudah punya pacar juga, Haris tersenyum kecut. Seperti apa pacarnya? Ia tiba-tiba ingin tahu dan mengobrol dengannya. Ia ingin memastikan Brisya bersama laki-laki yang tepat.

Kringgggggg.

Haris tersentak kaget dan lamunannya buyar seketika, ia lantas merogoh ponsel di saku celananya dengan malas.

Vega is calling...

Haris membuang nafasnya kesal. Seharian ini sudah lebih dari 10 kali Vega menelefonnya. Pasti mamanya yang sudah cerita kalo Haris pulang ke Indonesia. Buru-buru Haris menonaktifkan ponselnya dan melemparnya ke lantai. Ia lelah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status