Share

You!!

Matahari sudah hampir tinggi. Brisya sedang membereskan sisa piring makan anak-anak Panti yang berantakan, saat tiba-tiba ponselnya berbunyi.

Siapa lagi yang menelfonnya kalo bukan Aji. Hanya nomor dia yang ada di ponsel Brisya.

"Halo?" sapa Brisya cepat.

"Halo, Briy, hari ini ke mana?"

Brisya meletakkan piring yang ia tenteng di meja karena kerepotan membawanya dengan satu tangan. "Hari ini aku bersih bersih Panti. Ada apa, Ji?" tanya Brisya penasaran.

"Hmm gapapa, sih. Aku pengin ngajak kamu jalan sebenernya, aku mau cari oleh-oleh buat oma. Hari Senin besok aku berangkat."

"Yahhh, besok aja gimana?"

"Besok aku mulai packing, Briy," sahut Aji kecewa. "Aku pengin puas-puasin bareng kamu hari ini, besok aku udah sibuk," lanjutnya tak bersemangat.

Brisya mendesah sedih. "Yaudah, 2 jam lagi jemput aku, ya? Aku mau lanjutin bersih-bersih Panti dulu dan nyelesain ini secepatnya."

"Asyikkk, okey! Aku jemput kamu jam 10, ya!!"

Brisya tersenyum lega mendengar suara itu ceria lagi. "Okey, bye!"

Usai memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celemek, Brisya buru-buru membawa piring-piring kotor tadi ke dapur untuk dicuci. Begitu selesai mencuci, ia segera mengambil sapu dan membersihkan semua area Panti.

Tak sampai 2 jam semua pekerjaan Brisya telah selesai. Lekas ia masuk ke kamar mandi dan mengguyur badannya yang basah oleh keringat.

Jam 10 kurang 5 menit, Brisya sudah siap dan berpamitan pada Bu Shila.

"Ibu, mau nitip nitip sesuatu, kah? Biar Briy beliin di luar sekalian."

"Nggak usah, kamu jalan-jalan saja sama Aji!" perintah Bu Shila sambil mengantar Brisya ke depan.

"Yauda, Briy berangkat dulu ya, Buk," pamit Brisya seraya mencium tangan Bu Shila dan bergegas pergi.

Di depan Panti sudah ada mobil Aji yang terparkir. Brisya tersenyum dan melambaikan tangan saat Aji menyapanya dari balik kaca. Aji terihat sedang menelefon seseorang. Telepon, di mana ponselnya?

Brisya sontak merogoh isi tasnya dan mencari ponselnya di sana, lipstik, bedak, cermin, notebook, ponsel, aha, ketemu! Brisya mengeluarkan ponsel itu cepat dan

Brukkk.

Prakk.

Brisya membentur sesuatu yang empuk dan wangi, ponselnya spontan terjatuh dari tangannya. Kepala Brisya pening seketika, gelap.

"Kamu gapapa?" tanya sebuah suara asing yang terlihat khawatir.

Perlahan, Brisya membuka mata dan menemukan seorang laki-laki memungut ponselnya yang terjatuh tadi, lalu menyerahkannya pada Brisya.

"Gapapa, makasih! Maaf tadi saya nggak ngeliat, Om," ucap Brisya tak enak hati, ia yang menabrak malah ia yang merepotkan orang lain.

Laki-laki itu urung tersenyum, Brisya buru-buru menunduk dengan sopan dan lekas beranjak. Wajahnya pasti memerah karena malu. Bagaimana bisa ia tidak melihat tubuh besar jangkung dan ganteng itu berdiri di sana?

Saat sudah berada di dalam mobil, sekilas Brisya melihat laki-laki tadi mengawasinya. Aji masih sibuk bertelepon, untunglah jadi dia tidak perlu melihat kejadian memalukan tadi dan cemburu nggak jelas lagi. Dan mobil Aji perlahan melaju.

Sambil memperhatikan jalanan, pikiran Brisya berkelana pada kejadian beberapa menit yang lalu. Ia seperti familiar pada wajah itu, tapi di mana, ya?? Brisya lupa.

Wajah dewasa yang teduh. Brewok tipisnya seksi, badannya tinggi besar dan atletis. Pasti dia artis! Ya, benar, pasti dia artis dan mau donasi ke Panti.

Kepala Brisya pun menunduk dan mengamati ponselnya yang tadi sempat terjatuh.

'Untung nggak rusak' batinnya lega.

"Briy."

Brisya tersentak, ia reflek menolehi Aji.

"Kenapa, sih! kaya liat hantu begitu!" tawa Aji heran melihat Brisya sangat terkejut ketika mendengar panggilannya.

"Gapapa, aku pikir kamu masih teleponan," sahut Brisya cepat. Ia khawatir Aji tahu kalo tadi ponsel mahalnya sempat terjatuh.

" Jadi kita beliin oma apa ya, Briy? Aku bingung, nih!" tanya Aji serius.

"Nenek kamu suka apa?"

"Nggak tahu."

"Lah, gimana sih! Cucunya malah nggak tahu kesukaan neneknya," tawa Brisya gemas.

"Oma meski udah berumur tapi fashionable dan perfeksionis banget orangnya, makanya aku bingung, mau beliin takutnya nggak cocok."

"Beliin aja dulu, kalo kamu tulus pasti nenek suka," potong Brisya menasehati.

"Beliin baju batik saja, gimana? Di Sidney pasti nggak ada batik, kan. Belikan sesuatu yang sekiranya di Sidney tuh nggak ada barang kek begitu," cetus Brisya tiba-tiba.

Aji menolehi Brisya senang. "Thats good idea!!"

Tak lama,Aji dan Brisya sampai di mall 2 jam kemudian. Aji langsung menuju butik desainer kenamaan dan mencarikan baju batik untuk omanya. Brisya terbelalak melihat harganya yang jutaan hanya untuk sepotong baju. Bahkan ia tidak pernah memegang uang sebanyak itu. Dan Aji menghamburkannya tanpa berpikir panjang.

Usai mendapatkan oleh-oleh untuk oma, Aji mengajak Brisya makan siang di Restoran Jepang. Seperti biasa Brisya mencari nasi goreng, namun ia mendesah kecewa saat tak menemukan menu favoritnya di sana. Aji terkekeh dan meminta Brisya untuk pesan sushi. Saat pesanan mereka datang, Brisya terbelalak kaget melihat nasi gulung seukuran kue lemper yang dipotong menjadi beberapa bagian dengan isian yang beraneka ragam.

"Sudah, makan saja!" goda Aji saat Brisya hanya terpaku menatap piringnya.

Brisya merengut, ia meraih sumpit yang di sediakan di sebelah piringnya. Sedikit kerepotan Brisya mencoba makan menggunakan sumpit itu, karena kesal tak kunjung bisa, akhirnya Brisya memakan sushi langsung menggunakan tangannya. Ia tak berbakat menjadi orang kota!

Begitu selesai makan, Aji mengajak Brisya nonton di bioskop. Hari ini Aji ingin menghabiskan waktu berdua dengan Brisya selama mungkin.

Jam 10 malam, Aji mengantar Brisya pulang. Sebelum turun dari mobil, Aji mencium Brisya lagi sebagai salam perpisahan, sebelum lusa ia berangkat. Setelah ini ia akan berpisah dalam waktu yang lama. Dalam hening dan gelapnya malam, Brisya menikmati bibir hangat Aji melumatnya dengan lembut.

Saat Brisya turun dari mobil, ia menyadari seseorang berdiri di depan pintu Panti. Brisya tidak bisa melihatnya dengan jelas karena sinar lampu Panti yang temaram. Usai melambaikan tangan pada Aji, lekas ia berbalik dan melangkah masuk.

Semakin Brisya mendekat, semakin jantungnya berdegup aneh. Seseorang yang berdiri di pintu itu laki-laki, mengawasi Brisya di kejauhan.

Brisya memicingkan mata, mencoba melihat dengan jelas siapa laki-laki itu. Dan jantungnya seakan mau lepas saat laki-laki yang sekarang berdiri memperhatikannya, ternyata ialah laki-laki yang sama yang ia tabrak tadi siang.

'Kenapa dia masih ada di Panti?' batin Brisya heran.

Perlahan, tangan Brisya terulur untuk membuka pintu. Tanpa mengalihkan tatapannya dari Brisya, laki-laki itu menggeser badannya.

"Permisi, Om," sapa Brisya tak enak hati.

Brisya seperti ditelanjangi dengan tatapan tajam seperti itu. Jangan-jangan tadi om ini juga melihat ia berciuman dengan Aji!

'Oh, my god!!' desis Brisya dalam hati.

Di luar dugaan, laki-laki itu malah ikut masuk ke dalam Panti dan membuntutinya. Semakin membuat Brisya bertanya-tanya, siapa dia?

Saat melihat Bu Shila dikejauhan, Brisya buru-buru berlari dan menarik tangannya. Ia menoleh takut dan benar saja, laki-laki itu masih mengikutinya.

"Ibuk, dia siapa?" Brisya berbisik cemas.

Namun, Bu Shila dan laki-laki hanya tersenyum, membuat Brisya semakin bingung.

"Anak nakal, ya! Jam segini baru pulang!" ucap laki-laki itu hangat, suara beratnya entah mengapa terdengar begitu merdu di telinga Brisya.

"Kamu nggak inget, dia siapa??" tanya Bu Shila heran.

Brisya menggeleng. Ia mengawasi laki-laki di depannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dan ia masih tidak bisa mengingat apapun.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status