Michael mengetuk jari jemari di atas meja kerja. Pikirannya sibuk mengatur rencana hidup Bianca dan Belevia selama berada di bawah pengawasannya.
Sementara informasi Damien begitu mengejutkan, pengawal itu menemukan pelaku pembunuhan terhadap Michelle Delano Carleone dan Nicholas Dupuis.
"Kau yakin orang itu pelaku yang sama telah menghabisi papa dan mammaku juga?"
Sang mafia muda makin tak sabar memburunya secepat mungkin.
Damien mengiyakan.
"Memang orang yang sama, namun belum aku ketahui keparat itu bekerja untuk mafia yang mana, musuh Tuan Delano Carleone begitu banyak sejak berhasil mengubah bisnis haram menjadi legal di perusahaan yang kau pimpin sekarang."
Kursi besar diputar Michael menghadap ke kaca jendela, seraya berguman.
"Musuh memang membenci Papa Delano ketika berubah drastis tak mau lagi menjalani bisnis kotor mereka dan menganggapnya sebagai pengkhianat."
Pengawal senior Damien mengangguk.
Itulah alasan sebenarnya Tuan dan Nyonya Delano Carleone terbunuh di hari yang naas. Mobil ditumpangi mereka melaju kencang saat pulang berlibur tidak bisa dikendalikan di jalan menurun tajam langsung masuk ke jurang.
Kerusakan parah bagian belakang kendaraan menjadi pusat penyelidikan Damien. Mobil musuh menabraknya berkali-kali. Supir Tuan Delano Carleone tidak mampu menarik tuas rem yang telah dirusak, terus terdorong hingga kematian menjemput mereka.
Michael dan Damien dipanggil pulang saat dalam perjalanan bisnis ke luar negeri.
Betapa hancur putra Delano Carleone ketika memberikan kalimat penghormatan terakhir ketika pemakaman orang tuanya, dan kakaknya Michelle tak mau banyak bicara sejak itu.
Benigno, putra kolega mafia memaksa Michelle melangsungkan pernikahan tanpa peduli mental dan psikis yang sedang berduka kehilangan Papa dan Mamma. Kakaknya langsung menghilang dari Puri Lombardy lalu menetap bersama Nicholas Dupuis yang menjadi tambatan hati di sebuah kota kecil di Perancis Selatan.
Sayangnya Michelle dan Nicholas pun meregang nyawa dalam kecelakaan mobil ketika menjemput putrinya di kediaman Belevia.
Michael hancur kedua kali kehilangan semua keluarga.
"Damien, kita berangkat sekarang, bawa Milano dan Leo ikut serta! Kejar bedebah itu sampai ketemu, habisi dan jangan sampai ada yang tersisa!" Perintahnya tegas, menyambar jasnya lalu keluar dari ruang kerja.
Belevia dan Bianca sudah aman di kediamannya tidak perlu mengkhawatirkan mereka disakiti oleh musuh. Banyak penjaga melindungi dan pelayan memenuhi kebutuhan mereka berdua.
Sebuah mobil melaju kencang keluar gerbang Puri Lombardy.
Michael tak mengira kepergiannya membawa bencana lain. Adik perempuan Nicholas Dupuis berbuat ulah di luar sepengetahuannya.
***
Dari balik kaca jendela.
Belevia memandangi sang mafia muda bergegas keluar bersama tiga pengawal setia, entah kemana.
Tiada ada pesan ditinggalkan untuknya, dan dia bebas melakukan apa yang diinginkan tanpa harus mematuhi perintahnya lagi.
Waktunya telah tiba, Belevia! Hatinya terus mendorong untuk pergi dari Milan Utara.
Buru-buru mengemas pakaiannya dan milik Bianca Elenora dalam satu tas tanpa membuat dirinya dicurigai siapapun, kemudian bergerak keluar menuju ke kamar ponakan.
"Gina, kita keluar sebentar untuk berbelanja kebutuhan balita," ajak Belevia ke pengasuh baru yang disewa sang mafia demi merawat putri kakaknya.
Rauh wajah pengasuh Gina sedikit ketakutan. Sang mafia Michael Delano Carleone telah memerintahkan tak boleh pergi kemanapun tanpa sepengetahuan dirinya.
"Tapi Nona Belevia, kita tidak diperkenankan keluar dari sini tanpa ijin Tuan Muda Michael, biar aku saja yang pergi membeli keperluan Bianca."
Senyum adik Nicholas Dupuis berpura-pura tidak akan ada masalah jika membawa satu pengawal menemani mereka ke pusat perbelanjaan.
"Aku harus membeli sendiri obat yang dibutuhkan ponakanku karena harus menggunakan resep dokter, dan aku seorang dokter anak bagi Bianca. Ajaklah salah satu pengawal supaya aman dalam perjalanan dan kita kembali ke sini secepatnya."
Betapa pandai dirinya berbohong demi melarikan dari cengkraman adik Michelle.
Mafia brengsek itu terlalu sombong menganggap Belevia tak mampu merawat dan membesarkan putri kakak mereka sendirian. Dia tak perlu bantuannya, apalagi sampai harus hidup terpenjara di Milan Utara.
Masa depannya masih teramat panjang, karirnya pun gemilang.
Tidak ada yang bisa memisahkan dia dari Bianca Elenora. Sebuah janji terpatri demi membahagiakan Michelle dan Nicholas, dia rela untuk bekerja keras memenuhi kehidupan Bianca sampai dewasa.
Akhirnya pengasuh Gina mau menuruti keinginan Nona Muda Belevia, bergegas memasangkan sepatu Bianca dan menggendong keluar kamar.
Secara diam-diam dokter cantik itu telah memesan tiket pulang ke Marseille kemudian melanjutkan melalui jalan darat menuju ke kota kecil tempat tinggalnya.
Semalaman Belevia tidur gelisah berencana pergi tanpa diketahui adik Michelle. Sikap kasar menjengkelkan yang terjadi di kamar pribadi Michael membuat hatinya resah.
Mafia itu mampu melakukan apa saja di kediamannya tanpa ada siapapun mencegah. Dasar bedebah angkuh, kami tak butuh bantuan apapun darimu lagi! Umpat Belevia sekali lagi.
Kakinya siap melangkah menuruni anak tangga, sepintas menatap Puri Lombardy megah dan mewah namun bukan diperuntukkan bagi mereka berdua.
Selamat tinggal Michelle dan Nicholas, maafkan kami tidak pernah kembali lagi ke sini karena aku dan Bianca memiliki kehidupan sendiri! Batinnya mengucapkan salam perpisahan.
Terasa hatinya sedih, terluka dan berusaha menarik nafas dalam-dalam. Prosesi pemakaman usai sudah, kini tinggal melanjutkan rencana masa depan.
Pekerjaan sebagai dokter anak tak bisa dilepaskan begitu saja. Nicholas akan kecewa setelah susah payah membiayai semua. Adiknya hanya mampu membalas budi kebaikan kakak dengan merawat Bianca Elenora sebaik-baiknya.
"Nona Belevia mau kemana?" cegah seorang pengawal membuyarkan lamunan.
"Oh, aku ingin membeli obat dan beberapa kebutuhan bayi, bisakah kau mengantar kami berbelanja keluar sebentar?" desak Belevia penuh percaya diri.
Pengawal Benvolio menggaruk kepalanya yang tidak gatal, terlihat ragu mengantar. "Maaf Nona, kami harus memberi tahu Tuan Muda Michael lebih dulu jika kau ingin pergi keluar dari Puri Lombardy."
Raut wajah Nona Muda berubah masam.
Terlalu banyak peraturan menghalangi tujuan, lalu mengambil gawai di dalam tas. Menekan nomor panggilan seolah-olah dia sedang menghubungi seseorang.
"Michael --," ucapnya begitu menyakinkan. "Ponakanmu membutuhkan obat untuk radang tenggorokan, aku keluar sebentar saja ditemani pengawal Benvolio, supir pribadimu dan pengasuh Gina."
Detik-detik menegangkan.
Upaya Belevia harus berhasil mengelabui pengawal. Bila tidak, maka kepulangan ke Perancis akan sia-sia. Dari sudut mata melirik Benvolio yang terus mengawasi dirinya.
"Iya aku janji cepat kembali, dasar bawel!"
Kembali Belevia berpura-pura merajuk, sehingga pengawal ikut tersenyum melihat aksinya dan mengiringi langkah Nona Muda itu menuju ke mobil.
Bianca Elenora duduk di atas pangkuan pengasuh Gina, memandangi bibinya sudah datang.
"Ayo, kita pulang Tante Belevia-a, aku mau bertemu papa dan mamma!" teriaknya senang sambil bertepuk tangan memecah ketegangan.
Ya, sayang, kita pulang ke rumah kita sendiri! Tutur Belevia dalam hati. Langkahnya mantap meninggalkan Puri Lombardy selama-lamanya.
Au revoir, Michael! Selamat tinggal Milan!
***
Belevia menarik nafas panjang di depan jendela. Bukan kehamilan kini mengkhawatirkan pikiran, tetapi suami tercinta belum pulang sejak semalam. "Hmmm...." Suara pelan menggeliat terbangun dari tidur panjang. Kelopak matanya terbuka menyisir interior kamar jauh berbeda dengan rumah sakit. Begitu hangat dan damai belum pernah dirasakan seumur hidup. "Hey, dimana aku sekarang?" gumannya pelan. "Hai, Lorenzo," sapa Belevia ramah. "Senang akhirnya siuman setelah kejadian mengerikan hampir menimpa dirimu di ruang perawatan." "Memang apa yang terjadi?" sahutnya penasaran. Nyonya rumah tersenyum menenangkan mengambil gelas berisi air di samping ranjang, dan menyerahkan ke pria yang nyaris bernasib malang. "Minumlah dulu, nanti pelayan segera siapkan makan siang untukmu." "Terima kasih." Lorenzo López meneguk beberapa kali, dan Belevia membantu mengembalikan gelas ke meja kecil. "Ceritakan padaku kejadian mengerikan apa di rumah sakit?" desaknya ingin tahu. Sikap adik Nicho
Panggilan telepon rahasia dari rumah sakit sangat mengganggu Hugo yang sedang bercumbu dengan kekasihnya. "Sial, mau apa malam begini Pablo hubungi aku?" geramnya marah menyingkirkan wanita cantik di atas pangkuan. "Brengsek! Ada apa?" "HI Boss, ada berita penting besok pagi Lorenzo López dipindahkan ke kediaman Michael Delano Carleone, kita harus menyelesaikan misi sebelum terlambat!" "Kerjakan sekarang!" perintah Hugo ke Pablo tanpa ulur waktu lagi. "Habisi bajingan itu jangan sampai lolos atau kutembak kepalamu jika gagal kedua kali!" Seminggu di Milan membuat situasi makin berbahaya bagi kelompok mereka. Mendengar ucapan kekasihnya yang melanjutkan misi terakhir sangat menyenangkan bagi Catherine Wilson. Duduk kembali ke pangkuan pria tampan yang mengisi hidupnya setelah ditinggalkan suami. "Akhirnya waktu tiba bagi kita berdua, sayang," desah Cathy menggoda. "Lorenzo López memberikan warisan banyak termasuk bisnis ilegal di Brazil." Gairah Hugo makin memuncak. Permaina
Puri Lombardy terlihat sepi saat Michael pulang lebih cepat dari kantor. Hanya Bianca Elenora menyambut senang mencium pipi ayahnya lalu kembali bermain ke taman bersama pengasuh Gemma. "Dimana istriku, Ben?" tanyanya khawatir ke penjaga Puri. Benvolio menjawab sedikit gugup, "Oh, Nyonya Belevia berpesan sebelum ke rumah sakit ingin menemui Dokter Luis Santiago sambil membawa bekal makanan dan seikat bunga mekar diambil dari halaman belakang." Michael tak menaruh curiga jika istrinya bersama kakak sepupu. "Okay, bawa tas kantorku ke ruang kerja, aku mengganti baju dulu!" serunya seraya menaiki tangga menuju ke kamar. Pengawal Damien dan Milano telah menunggu di ruang kerja melanjutkan diskusi mereka. Keduanya berhasil mendapatkan informasi penting tentang pihak yang ingin menghabisi Michael Lorenzo López. Sepuluh menit kemudian Michael Delano Carleone tiba langsung menanyakan penyelidikan mereka. "Duduklah kalian, dan ceritakan semuanya dengan detail soal penembakan misteri
Dinding putih menghiasi kamar yang sepi tanpa hiasan. Suara monitor berdenging keras memekakkan telinga. Cahaya terpancar menyilaukan membuka jalan dia kembali ke dunia. "Lorenzo, waktunya telah tiba!" Sayup terdengar panggilan seorang Ibu menyuruhnya untuk pulang. Perlahan kelopak mata membuka menyaksikan dokter dan perawat sibuk memeriksa dirinya. "Hey, dimana aku sekarang?" batinnya bertanya. "Ini bukan kamarku, dan bukan rumah asalku di Seville." Seorang dokter mengecek pupil matanya, silau senter kecil membuatnya berpaling menghindar. "Singkirkan tanganmu, brengsek!" serunya marah belum dapat mencerna situasi yang terjadi. "Lepaskan peralatan ini aku harus pulang!" Tangannya menarik kabel monitor yang terpasang di dada, dan seenaknya membuang ke lantai begitu saja. Saat ia ingin bangun barulah terasa nyeri memilukan. Kain putih balutan perban berubah merah. Gerakan yang kasar merobek jahitan medis beberapa hari lalu. "Lorenzo!" Bentakan Michael tepat waktu menghentikan
Malam membosankan di kota Milan membuat Hugo kesal tak bisa beraksi menyelesaikan misinya. Empat hari menunggu tak ada berita untuk menyusup ke rumah sakit. "Pablo, dimana perawat itu sekarang, bagaimana kabar brengsek Lorenzo?" Ia menggeleng belum menentukan taktik jitu, "Jangan tergesa-gesa, saat ini penjaga keamanan masih ketat mengawasi di ruang perawatan VVIP, tunggu sampai lengah baru melancarkan rencana kita." "Arghhhh!" Hugo menahan geram. Misi mereka gagal total malah sepupunya disandera saudara kembar di kota Milan. "Gara-gara wanita keparat membohongi kita!" Salahnya mempercayai informasi tidak akurat yang mengakibatkan bisnisnya hancur di Spanyol. Tak lama suara bel pintu berbunyi membuyarkan emosi. Ketukan sepatu high heels dan dua koper diseret ke penthouse membuatnya menoleh seketika. "Mau apa kau ke sini, huh?" bentaknya keras. "Oh, sayang," rayu Cathy memeluk kekasih. "Rencana kita memang belum berhasil tapi aku mendapatkan petunjuk penting untukmu." Ia meny
Di sebuah penthouse mewah baru disewa terdengar suara caci maki mafia Spanyol yang tak juga reda sejak tiba pagi tadi. Hampir saja kehilangan jejak seseorang yang berharga. "Siapa sesungguhnya Michael Delano Carleone, beraninya menculik sepupuku Michael Lorenzo López dari rumah sakit?" seru Hugo menggelegar ke pengawal yang bodoh. Alvaro, Mario, Manuel, dan Javier diam tidak berkutik. Cuma asistem Pablo mencoba membujuk lebih tenang, "Lorenzo tak bisa kemanapun, nasibnya diujung tanduk terbaring koma, dan Michael Delano Carleone belum mengetahui siapapun menyerang saudara kembarnya." "Diam kau!" tuding Hugo ke asistennya. "Gara-gara kau rencana kita berantakan, mengapa tak kau lenyapkan bedebah Lorenzo malam itu juga, huh?" Seketika Pablo berdalih, "Tiga tembakan menembus organ vital sepupumu kini hanya tinggal menghitung waktu sampai kapan dia tak bisa bertahan." Sudah tiga hari Lorenzo belum sadarkan diri di rumah sakit di Milan. Ruang perawatan dijaga ketat namun mereka berhasi