แชร์

Bab 02

ผู้เขียน: Olivia Yoyet
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-10-14 21:10:02

02

Yasuo termangu, saat Dilara tiba-tiba muncul di lobi utama gedung apartemen yang ditempatinya. Wajah tegang Dilara menjadikan Yasuo membatalkan niatnya untuk bertanya, dan langsung mengajak gadis itu ke lift khusus penghuni mansion. 

Sepanjang jalan lift itu Dilara sama sekali tidak mengatakan apa pun. Dia baru menceritakan semuanya, setelah tiba di mansion sang om. 

Yasuo terkesiap sesaat, sebelum dia meraih ponsel dari meja guna menelepon Emryn, yang tengah libur dan menginap di kediaman Fikri, Kakak sepupunya. Yasuo menerangkan maksudnya dan Emryn berjanji akan mengecek ke unit apartemen Dilara. 

"Kamu tenang, ya, Ra. Emryn akan segera ke sana. Dia pasti mengajak semua sepupunya buat ngecek unitmu," cakap Yasuo seusai menutup sambungan telepon. 

"Aku benar-benar marah sama Vasant. Bisa-bisanya dia memaksa masuk!" desis Dilara sembari mengepalkan kedua tangannya. 

Yasuo menepuk pelan punggung tangan kiri Dilara. "Tindakanmu sudah benar, dan Om kagum dengan keberanianmu." 

Dilara meringis. "Tadi itu, aku sangat nekat." 

"It's okay. Biar dia tahu rasa sudah bikin kamu merasa terancam." 

"Hu um." 

"Sekuriti sudah nanganin itu, kan?" 

"Ya. Waktu nyampe lobi, aku langsung lapor ke sekuriti di sana. Aku juga ngasih kunci unit, supaya mereka bisa nyeret Vasant keluar." 

"Itu keren. Kamu berhasil menekan rasa panik dan bertindak rasional." 

Dilara mengulum senyuman. "Om muji gitu, aku jadi lapar." 

Sudut bibir Yasuo berkedut, sebelum akhirnya dia terkekeh sesaat. Seusai tawanya lenyap, Yasuo berdiri dan jalan ke pantry. 

"Om mau masak?" tanya Dilara saat melihat Yasuo memasang celemek hitam di badannya.

"Ya. Di sini nggak ada makanan matang. Jadi Om harus masak buat memberimu makan." 

"Pesan aja, Om." 

"Lama. Cepetan masak. Gampang lagi." 

Dilara berdiri dan mendekati meja pantry. "Om mau bikin apa?" 

"Nasi goreng. Pakai sosis, bakso, telur, dan kol," terang Yasuo sembari membuka kulkas dan mengeluarkan wadah makanan bening. "Om sudah sedia prepfood plus bumbunya di sini. Tinggal tambah nasi," sambungnya sambil menutup kulkas dan berpindah ke dekat kompor. 

Dilara mengamati gerakan luwes pria paruh baya bercelemek hitam. Dilara kian mengagumi sosok Yasuo, yang pernah menjadi cinta pertamanya di masa kecil menuju remaja. 

Terbayang kembali keakraban mereka di masa silam. Setelah pulang sekolah, Dilara akan bertamu ke rumah seberang, hanya untuk menemui Yasuo yang kala itu tengah merintis cabang Tadashi Grup di Jakarta. 

Dilara sangat sedih, saat Yasuo dan ibunya kembali pulang ke Tokyo, beberapa bulan setelah Nina wafat. Hati Dilara kian hancur, ketika Yasuo menikahi Naomi Lucia Smith, yang merupakan anak dari sahabat ayahnya Yasuo. 

Akan tetapi, pernikahan itu hanya berlangsung selama 4 tahun. Seusai bercerai, Yasuo menyibukkan diri dengan bisnisnya di Eropa, hingga jarang berkunjung ke Indonesia. 

Dilara yang kala itu telah memiliki kekasih, berusaha melupakan cinta monyetnya pada Yasuo. Namun, dua tahun terakhir pria itu makin sering bolak-balik ke Jakarta, dan mereka pun kerap berjumpa di berbagai kesempatan. 

Sebab tengah menjalin hubungan dengan Vasant, Dilara berusaha fokus dengan lelaki tersebut. Namun, beberapa bulan lalu, Dilara memergoki Vasant yang tengah berada di apartemen kerabat jauh Dilara, yang ada dalam satu gedung dengan unitnya Vasant. 

Dilara yang kala itu ditemani ketiga adiknya, mengamuk dan menampar Vasant serta Edna. Setelah puas memaki keduanya, Dilara pergi bersama adik-adiknya, sembari terisak-isak. 

Lambat laun, perasaan Dilara kian membaik. Dia menata hatinya yang sempat terluka, sembari meneruskan bekerja. Kedekatannya dengan Yasuo membuat cinta lama yang sempat terkubur, kembali mencuat dalam hati Dilara. Namun, dia belum berani mengungkapkannya, karena ingin memastikan penerimaan Yasuo atas dirinya. 

Panggilan Yasuo memutus lamunan Dilara. Dia menerima piring beraroma harum dari pria tersebut, lalu mulai bersantap dengan lahap.

Puluhan menit terlewati. Emryn muncul di unit Yasuo bersama para sepupunya, yang juga pengawal PBK. Mereka berdiskusi di ruang kerja, supaya tidak terdengar oleh Dilara yang tengah beristirahat di kamar tamu. 

"Dia berhasil kabur?" tanya Yasuo.

"Ya, Pak," jawab Fikri Hizkia, manajer umum PBK. 

"Kok, bisa?" 

"Kata sekuriti yang ngecek ke unit Dilara, pria itu sudah nggak ada, setelah mereka tiba di sana." 

"Enggak terpantau CCTV?" 

"Ada rekamannya. Tapi, setelah dicek ke tempat parkir, mobilnya juga sudah nggak ada." 

"Apa kalian nggak bisa lihat rekaman itu?" 

Fikri menggeleng. "Itu di luar wewenang kami. Hanya polisi yang bisa memaksa pengelola gedung untuk melihat rekaman itu." 

Yasuo mendengkus. "Ribet juga." 

"Begitulah." Fikri terdiam sejenak, lalu dia berkata, "Kalau Bapak mau, bisa minta tolong Pak Elkaar, atau Mas Wisnu. Mereka bisa menyelidiki kasus ini secara diam-diam, alias penyelidikan rahasia." 

"Aku nggak dekat sama mereka, Fik." 

"Lewat ketiga robot itu." 

Yasuo spontan tersenyum. "Robot 1 dan 2, lagi di Eropa. Tinggal robot 3 yang emosional itu. Aku ngeri, dia bakal ngejar Vasant ke mana pun." 

Fikri turut tersenyum. "Bang W sudah lebih tenang sekarang. Jarang banget dia meledak marah. Kecuali kalau lagi perang dan pegang belati kesayangannya." 

Yasuo manggut-manggut. "Oke, kamu hubungi Wirya dan sampaikan permintaanku tadi." 

"Baik." 

"Aku nggak bisa lepas tangan sama Dilara. Dia anak sahabatku, dan dia nggak mau ngasih tahu tentang ini ke keluarganya. Supaya mereka nggak khawatir, katanya," ungkap Yasuo. "Karena itu, aku yang harus nanganin ini. Sampai benar-benar yakin jika Dilara aman dari kejaran Vasant," pungkasnya. 

Sementara itu di tempat berbeda, Vasant tengah meringkuk di kasur. Dia terpaksa menginap di hotel, karena khawatir jika Dilara telah melaporkannya ke pihak berwajib, dan unit Vasant akan didatangi polisi.

Vasant juga tidak berani mendatangi teman-temannya, supaya mereka tidak ikut terseret. Jika kasus itu benar-benar diselidiki polisi. 

Pria berparas tampan itu mengeluh dalam hati, karena tidak menduga bila Dilara akan melawan dan balik menyerangnya dengan tepat sasaran. 

Vasant bingung, Dilara belajar teknik tadi dari siapa. Sebab gadis itu sebelumnya tidak pernah mendalami ilmu bela diri, selama mereka masih bersama. 

Vasant kaget, karena baru 3 bulan mereka berpisah, tetapi Dilara telah berubah menjadi lebih pemberani, dan sangat berbeda dari yang dulu. 

Pria berambut belah tengah itu mencurigai Yasuo, yang nemang akrab dengan Dilara. Sebab Vasant tahu, jika Yasuo cukup mumpuni dalam karate, dan juga dikelilingi para ajudan serta semua sahabatnya, yang juga jago bela diri.

Dering ponselnya mengejutkan Vasant. Dia menyambar benda itu dari samping kiri, lalu mengecek nama pemanggil, dan mengangkat telepon dari adiknya.

"Mas, di mana?" tanya Andrew Bahadri, dari seberang telepon. 

"Rumah teman," sahut Vasant. "Ada apa?" desaknya. 

"Mas ditanyain Mama. Katanya mau pulang ke Bandung?"

"Minggu depan, deh. Sekarang aku lagi nggak enak badan." 

"Sakit?" 

"Cuma demam." 

"Minum obat." 

"Ya." 

"Oh, ya. Kata Mama, ajak juga Kak Dilara. Mama pengen ketemu." 

"Lihat sikon, deh. Rara lagi sibuk." 

Vasant menutup sambungan telepon sembari menggerutu dalam hati. Dia memang tidak menerangkan jika hubungannya dengan Dilara telah berakhir. 

Vasant tahu, kedua orang tuanya sangat menyayangi Dilara, yang dianggap sebagai kunci kesuksesan Bahadri Company, dalam dunia bisnis Indonesia. 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 05

    05Dilara mengaduk-aduk mi ayam di mangkuk, tanpa berniat menyantapnya. Gadis bermata cukup besar itu masih memikirkan ucapan sang mama tadi siang, yang membuat mood-nya berantakan. Dilara dan Yasuo sudah berdiskusi. Pria berhidung bangir itu menyarankan agar Dilara mengungkapkan semuanya pada Hamzah dan Mega. Terutama karena Dilara tidak berniat untuk meneruskan hubungannya dengan Vasant. "Dimakan, Ra. Jangan cuma diaduk dan dipandangin," cetus Yasuo yang mengejutkan perempuan di seberang meja. "Aku ... nggak mood buat makan," kilah Dilara. "Enggak enak?" "Enak. Cuma hatiku yang kacau.""Karena balon hijau meletus?" "Ha?" Yasuo mengulum senyuman. "Bercanda. Supaya kamu senyum." "Ehm, ya." "Ke siniin mi-nya. Kuhabiskan." "Jangan. Ini, kan, bekasku." "No problem.""Om nggak jijik?" "Kenapa harus jijik? Kamu, kan, nggak menderita penyakit menular." "Bukan itu, tapi ini beneran bekasku." "Om masih lapar. Daripada mesan lagi, mending itu aja yang dihabiskan.""Tapi ...."Yas

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 04

    04 Dilara memindai sekitar kamar tamu yang telah diubah sedikit letak kasurnya. Gadis bersetelan piama merah muda itu tersenyum tipis. Dia cukup puas dengan pengaturan tempat tidur yang sudah sesuai dengan keinginannya. Dilara mengalihkan pandangan ke lemari. Baju dan banyak aksesorisnya telah tersusun rapi. Demikian pula dengan beberapa tas dan sepatu, yang diatur berdempetan di bagian bawah. Tatapan Dilara beralih ke jam dinding. Dia membulatkan mata, karena baru menyadari bila waktu sudah bergeser ke tengah malam. Dilara keluar dari kamar terkecil di mansion itu. Dia menuju pantry untuk mengambil botol minumannya di kulkas. Dilara hendak kembali ke kamar, kala mendengar suara Yasuo. Dilara berpindah ke dekat pintu balkon. Dia mengamati lelaki tersebut yang tengah berdiri di dekat tembok, sembari berbincang dengan seseorang melalui sambungan telepon. "Aku nggak tahu, besok bisa atau nggak ke sana, Wid," cakap Yasuo. "Aku tahu, Mas memang sengaja menghindariku," balas Widya Ma

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 03

    03 Dilara memandangi deretan baju perempuan di lemari kamar kedua, yang bersebelahan dengan kamar tamu. Dia memilih setelan tunik hijau muda, lalu menarik benda itu. Dilara menutup pintu lemari, sebelum berpindah ke depan cermin. Dilara bergegas berpakaian, kemudian menyisiri rambutnya. Dilara bersyukur dalam hati, karena Mirai telah mengizinkan Dilara meminjam bajunya. Tadashi Mirai Shiori adalah Adik bungsu Yasuo. Usianya sama dengan Dilara dan hanya berbeda bulan. Mirai sudah beberapa kali ikut Yasuo dinas ke Jakarta, karena gadis itu tengah dipersiapkan untuk menggantikan tugas Kakak tertuanya tersebut. Sebab itu Mirai meninggalkan puluhan pakaiannya di kamar itu.Yasuo dan tim Eropa, akan melakukan proyek besar di salah satu kota indah di Inggris. Yasuo yang menjadi pimpinan proyek, akan menetap di sana hingga proyek tuntas dikerjakan. Yasuo tergabung di grup 4 PG, alias Perusahaan Gabungan buatan Artio Laksamana Pramudya, yang akrab dipanggil Tio. PG beranggotakan 50 pengusa

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 02

    02Yasuo termangu, saat Dilara tiba-tiba muncul di lobi utama gedung apartemen yang ditempatinya. Wajah tegang Dilara menjadikan Yasuo membatalkan niatnya untuk bertanya, dan langsung mengajak gadis itu ke lift khusus penghuni mansion. Sepanjang jalan lift itu Dilara sama sekali tidak mengatakan apa pun. Dia baru menceritakan semuanya, setelah tiba di mansion sang om. Yasuo terkesiap sesaat, sebelum dia meraih ponsel dari meja guna menelepon Emryn, yang tengah libur dan menginap di kediaman Fikri, Kakak sepupunya. Yasuo menerangkan maksudnya dan Emryn berjanji akan mengecek ke unit apartemen Dilara. "Kamu tenang, ya, Ra. Emryn akan segera ke sana. Dia pasti mengajak semua sepupunya buat ngecek unitmu," cakap Yasuo seusai menutup sambungan telepon. "Aku benar-benar marah sama Vasant. Bisa-bisanya dia memaksa masuk!" desis Dilara sembari mengepalkan kedua tangannya. Yasuo menepuk pelan punggung tangan kiri Dilara. "Tindakanmu sudah benar, dan Om kagum dengan keberanianmu." Dilara

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 01 - Pacaran Dengan Anak Kecil?

    01"Om, bisa bantu aku?" tanya Dilara Athreya, sembari menatap pria bersetelan jas biru itu lekat-lekat. "Bantu apa, Ra?" Tadashi Yasuo balas bertanya. "Ada mantanku di sini. Dari tadi dia maksa aku buat ikut dengannya," jelas Dilara. Yasuo mengangkat alisnya. "Mantanmu? Yang mana?" "Mas Vasant. Dia ada di situ." Dilara mengarahkan dagu ke sisi kanan, di mana sekelompok pria muda tengah berkumpul. Yasuo memerhatikan lelaki yang dimaksud, lalu dia kembali mengarahkan pandangan pada putri sulung sahabatnya, Hamzah Naranaya. "Oke. Apa rencanamu?" tanya Yasuo. "Kita pamitan sama pemilik acara. Terus, kita keluar dari sini," terang Dilara. Yasuo memindai sekitar. "Tunggu sebentar. Om mesti pamit sama teman-teman dulu." "Aku ikut." Yasuo tidak menyahut dan membiarkan lengan kirinya digandeng gadis bergaun panjang ungu. Yasuo mengarahkan Dilara menyambangi sekelompok pengusaha senior, dan berpamitan. Belasan menit terlewati. Keduanya telah berada di mobil sedan mewah milik Yasuo.

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status