แชร์

Bab 03

ผู้เขียน: Olivia Yoyet
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-10-14 21:18:17

03 

Dilara memandangi deretan baju perempuan di lemari kamar kedua, yang bersebelahan dengan kamar tamu. Dia memilih setelan tunik hijau muda, lalu menarik benda itu. Dilara menutup pintu lemari, sebelum berpindah ke depan cermin. 

Dilara bergegas berpakaian, kemudian menyisiri rambutnya. Dilara bersyukur dalam hati, karena Mirai telah mengizinkan Dilara meminjam bajunya. 

Tadashi Mirai Shiori adalah Adik bungsu Yasuo. Usianya sama dengan Dilara dan hanya berbeda bulan. Mirai sudah beberapa kali ikut Yasuo dinas ke Jakarta, karena gadis itu tengah dipersiapkan untuk menggantikan tugas Kakak tertuanya tersebut. Sebab itu Mirai meninggalkan puluhan pakaiannya di kamar itu.

Yasuo dan tim Eropa, akan melakukan proyek besar di salah satu kota indah di Inggris. Yasuo yang menjadi pimpinan proyek, akan menetap di sana hingga proyek tuntas dikerjakan. 

Yasuo tergabung di grup 4 PG, alias Perusahaan Gabungan buatan Artio Laksamana Pramudya, yang akrab dipanggil Tio. PG beranggotakan 50 pengusaha keturunan Indonesia, yang berada di dalam dan luar negeri.

Selain PG, Tio juga membuat perkumpulan pengusaha cabang PG, yang disebut PC, PCD, dan PCT. Ketiga perkumpulan itu beranggotakan 100 orang pebisnis muda. 

Direktur PG adalah Hamid Awaluddin. Sedangkan Zafran Behzad merupakan direktur PC. Andri Kaushal diserahkan tugas sebagai direktur PCD. Sementara PCT dipimpin Aswin Heryandi. 

Selain keempat perkumpulan itu, Tio juga membangun PCE yang dipimpin Mardi Yudianta. Anggota PCE baru 20 orang dan tengah dikumpulkan anggota baru, untuk grup selanjutnya. 

Dilara keluar dari kamar tamu. Dia celingukan mencari Yasuo, yang ternyata tengah berada di balkon. Dilara mendatangi pria berkaus putih yang sedang terlibat perbincangan dengan seseorang, melalui sambungan telepon. 

Dilara duduk di kursi panjang. Dia memerhatikan sekeliling yang terlihat cukup indah. Sang surya tengah beranjak ke ufuk barat. Pendar lembayungnya tampak elok dan menyebabkan Dilara terpana. 

"Ra, jadi berangkat sekarang?" tanya Yasuo yang sukses mengagetkan sang gadis. 

"Jadi," sahut Dilara. 

"Ayo." 

"Om nggak ganti baju?" 

Yasuo menunduk untuk memandangi kausnya. "Aku baru ganti baju. Gini juga nggak apa-apa," balasnya sembari menengadah. 

"Ehm, kupikir Om akan pakai kemeja. Biar lebih rapi, gitu." 

"Enggak. Aku bosan berpakaian resmi. Enakan kayak gini." 

Dilara tidak kuasa membantah, dan terpaksa menurut. Dia bangkit berdiri dan menyusul Yasuo yang telah melenggang ke ruangan dalam. 

Tiba-tiba Yasuo berhenti dan ditabrak Dilara dari belakang. Gadis itu refleks menarik baju Yasuo untuk berpegangan, agar tidak terjatuh.

"Om, nih, berhentinya nggak ngasih kode dulu. Main ngerem aja," keluh Dilara sembari menjauh sedikit. 

"Sorry. Aku baru ingat, dompetku di kamar," kilah Yasuo. "Bentar, kuambil dulu," lanjutnya sebelum menjauh. 

Tidak berselang lama, kedua orang tersebut telah berada di mobil Yasuo. Jalanan yang cukup ramai menjelang malam itu, menjadikan Yasuo tidak bisa mengebut. 

Setibanya di tempat tujuan, Yasuo memarkirkan mobil di dekat pintu lobi utama. Keduanya keluar dan jalan memasuki gedung puluhan lantai. Mereka mendatangi petugas pam lobi dan berbincang sesaat, sebelum bergerak memasuki lift. 

Pintu elevator terbuka di lantai 17. Mereka keluar dan melintasi lorong, hingga tiba di depan unit milik Dilara. Gadis itu terlihat ragu-ragu saat membuka kunci dan mendorong pintu agar terbuka lebih lebar. 

"Assalamualaikum," sapa Dilara sembari memasuki unitnya.

"Waalaikumsalam," jawab Yasuo.

"Om fasih juga nyebutnya," seloroh Dilara. 

"Teman-temanku kebanyakan muslim. Aku mesti belajar beberapa hal umum tentang Islam, supaya nggak bengong saat mereka membahas agama." 

"Kalian sering diskusi tentang Islam?" 

"Bukan hanya Islam, Ra, tapi semua agama." 

Dilara berhenti di depan pintu kamar. Seketika dia takut untuk membuka pintu, hingga Yasuo yang maju dan melakukan hal itu. 

"Jangan takut, ada Om di sini," bisik Yasuo.

"Ehm, ya," cicit Dilara. 

"Kamu pilih barang-barang yang mau dibawa. Om yang masukin ke koper." 

"Oke." 

Selama hampir setengah jam, keduanya berjibaku mengemasi barang-barang Dilara yang akan dipindahkan ke mansiom Yasuo. Pria tersebut tidak berani melepas Dilara sendirian, karena khawatir jika Vasant akan kembali datang dan mengganggu Dilara.

Selain barang-barang di kamar, mereka juga mengangkut aneka buah dan makanan beku dari lemari pendingin. Sebab Dilara belum tahu kapan akan kembali menempati unitnya, Dilara memutuskan untuk mengangkut benda-benda itu. 

Setelahnya, mereka keluar dari unit tersebut. Yasuo menyeret kedua koper besar, sedangkan Dilara menjinjing dua tas belanja sarat barang. 

Sekian menit berlalu. Mereka telah kembali berada di mobil. Yasuo memacu kendaraan dengan kecepatan sedang, menuju restoran favoritnya. 

Setibanya di tempat tujuan, Dilara kaget, karena ternyata banyak teman-teman Yasuo yang telah datang terlebih dahulu, bersama keluarga masing-masing. 

Dilara menyalami semua orang, sebelum berpindah ke area belakang lantai dua, yang merupakan musala. Dilara menunaikan salat Magrib bersama beberapa orang lainnya, kemudian mereka kembali ke hall. 

"Duduk sini, Ra," pinta Falea Zaneetha, istri Benigno Griffin Janitra, sahabat terdekat Yasuo. 

"Kakak, di sini udah lama?" tanya Dilara sesaat setelah duduk di kursi samping kanan Falea.

"Belum. Cuma beda belasan menit denganmu," jelas Falea. "Ehm, kata Mas Ben, ada yang nyerang kamu di apartemen. Siapa?" desaknya. 

"Vasant, mantan pacarku." 

"Dia nerobos masuk?" 

"Hu um. Terus dia nyeret aku ke kamar. Mulutku dibekap dan aku nggak bisa teriak." 

Falea membulatkan matanya. "Itu sudah kelewatan. Mesti dihajar!" 

"Sudah, Kak. Aku tendang anunya." 

"Bagus!" seru para perempuan itu, yang menyebabkan pengunjung lainnya memandangi mereka. 

"Terus, gimana?" desak Sabrina Adhitama, istri Zulfi Hamizhan, direktur utama BPAGK dan ZAMRUD. 

"Dia jatuh ke lantai. Aku ambil kunci kamar, tas dan hape. Lalu kabur ke rumah Om Yasuo," cakap Dilara. 

"Nyetir sendiri?" sela Edelweiss Indira, istri Axelle Dante Adhitama, presiden direktur Adhitama Grup. 

"Enggak, Teh. Mobil kutinggal di kantor dan cuma dipake di hari kerja," cetus Dilara. 

"Kamu ke rumah Mas Yasuo, pakai taksi?" celetuk Liu Yuwen Vanetta Zeline, istri Wirya Arudji Kartawinata, presiden direktur GUNZ dan komisaris 6 PB serta PBK. 

Dilara menggeleng. "Aku nggak sempat mesan taksi. Aku dianterin satpam apartemen, pake motor, sampai depan gedungnya Om." 

"Hebat kamu, Ra. Gerak cepat dan nggak panik," puji Irshava Kartawinata, istri Hendri Danantya, sekaligus Adik bungsu Wirya. 

"Aku deg-degan," celoteh Renata Anandita, istri Baskara Gardapati Ganendra, komisaris utama Ganendra Grup. 

"Dilara keren," ujar Natasha, istri Tristan Cyrus, presiden direktur Cyrus Grup. 

"Kalau aku, pasti udah syok," imbuh Jewel Jessany Narapati, istri Trevor Aryeswara, Adik sepupu Benigno. 

"Apalah aku. Paling cuma bisa nangis," timpal Zaara Yumna Latief, istri Hadrian Danadyaksha, sekaligus Adik bungsu Arrivan Qaiz Latief, sahabat Yasuo. 

"Itu juga aku gemetaran, Kak," rengek Dilara. 

"Wajar itu. Namanya nahan panik, karena diserang tiba-tiba. Pasti begitu," tutur Vlorin Pearce, istri Jourell Cyrus, Adik Tristan. 

"Aku jadi pengen ketemu vas bunga bangkai itu. Mau tak sleding!" geram Sekar Prameswari Dewawarman, istri Bryan Chavas Arvasathya, presiden direktur HKB dan BROTHERS.

"Vasant, Mbak," seloroh Falea.

"Ganti aja namanya jadi vas bunga bangkai. Lebih bagus," canda Sekar seraya tersenyum. 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 05

    05Dilara mengaduk-aduk mi ayam di mangkuk, tanpa berniat menyantapnya. Gadis bermata cukup besar itu masih memikirkan ucapan sang mama tadi siang, yang membuat mood-nya berantakan. Dilara dan Yasuo sudah berdiskusi. Pria berhidung bangir itu menyarankan agar Dilara mengungkapkan semuanya pada Hamzah dan Mega. Terutama karena Dilara tidak berniat untuk meneruskan hubungannya dengan Vasant. "Dimakan, Ra. Jangan cuma diaduk dan dipandangin," cetus Yasuo yang mengejutkan perempuan di seberang meja. "Aku ... nggak mood buat makan," kilah Dilara. "Enggak enak?" "Enak. Cuma hatiku yang kacau.""Karena balon hijau meletus?" "Ha?" Yasuo mengulum senyuman. "Bercanda. Supaya kamu senyum." "Ehm, ya." "Ke siniin mi-nya. Kuhabiskan." "Jangan. Ini, kan, bekasku." "No problem.""Om nggak jijik?" "Kenapa harus jijik? Kamu, kan, nggak menderita penyakit menular." "Bukan itu, tapi ini beneran bekasku." "Om masih lapar. Daripada mesan lagi, mending itu aja yang dihabiskan.""Tapi ...."Yas

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 04

    04 Dilara memindai sekitar kamar tamu yang telah diubah sedikit letak kasurnya. Gadis bersetelan piama merah muda itu tersenyum tipis. Dia cukup puas dengan pengaturan tempat tidur yang sudah sesuai dengan keinginannya. Dilara mengalihkan pandangan ke lemari. Baju dan banyak aksesorisnya telah tersusun rapi. Demikian pula dengan beberapa tas dan sepatu, yang diatur berdempetan di bagian bawah. Tatapan Dilara beralih ke jam dinding. Dia membulatkan mata, karena baru menyadari bila waktu sudah bergeser ke tengah malam. Dilara keluar dari kamar terkecil di mansion itu. Dia menuju pantry untuk mengambil botol minumannya di kulkas. Dilara hendak kembali ke kamar, kala mendengar suara Yasuo. Dilara berpindah ke dekat pintu balkon. Dia mengamati lelaki tersebut yang tengah berdiri di dekat tembok, sembari berbincang dengan seseorang melalui sambungan telepon. "Aku nggak tahu, besok bisa atau nggak ke sana, Wid," cakap Yasuo. "Aku tahu, Mas memang sengaja menghindariku," balas Widya Ma

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 03

    03 Dilara memandangi deretan baju perempuan di lemari kamar kedua, yang bersebelahan dengan kamar tamu. Dia memilih setelan tunik hijau muda, lalu menarik benda itu. Dilara menutup pintu lemari, sebelum berpindah ke depan cermin. Dilara bergegas berpakaian, kemudian menyisiri rambutnya. Dilara bersyukur dalam hati, karena Mirai telah mengizinkan Dilara meminjam bajunya. Tadashi Mirai Shiori adalah Adik bungsu Yasuo. Usianya sama dengan Dilara dan hanya berbeda bulan. Mirai sudah beberapa kali ikut Yasuo dinas ke Jakarta, karena gadis itu tengah dipersiapkan untuk menggantikan tugas Kakak tertuanya tersebut. Sebab itu Mirai meninggalkan puluhan pakaiannya di kamar itu.Yasuo dan tim Eropa, akan melakukan proyek besar di salah satu kota indah di Inggris. Yasuo yang menjadi pimpinan proyek, akan menetap di sana hingga proyek tuntas dikerjakan. Yasuo tergabung di grup 4 PG, alias Perusahaan Gabungan buatan Artio Laksamana Pramudya, yang akrab dipanggil Tio. PG beranggotakan 50 pengusa

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 02

    02Yasuo termangu, saat Dilara tiba-tiba muncul di lobi utama gedung apartemen yang ditempatinya. Wajah tegang Dilara menjadikan Yasuo membatalkan niatnya untuk bertanya, dan langsung mengajak gadis itu ke lift khusus penghuni mansion. Sepanjang jalan lift itu Dilara sama sekali tidak mengatakan apa pun. Dia baru menceritakan semuanya, setelah tiba di mansion sang om. Yasuo terkesiap sesaat, sebelum dia meraih ponsel dari meja guna menelepon Emryn, yang tengah libur dan menginap di kediaman Fikri, Kakak sepupunya. Yasuo menerangkan maksudnya dan Emryn berjanji akan mengecek ke unit apartemen Dilara. "Kamu tenang, ya, Ra. Emryn akan segera ke sana. Dia pasti mengajak semua sepupunya buat ngecek unitmu," cakap Yasuo seusai menutup sambungan telepon. "Aku benar-benar marah sama Vasant. Bisa-bisanya dia memaksa masuk!" desis Dilara sembari mengepalkan kedua tangannya. Yasuo menepuk pelan punggung tangan kiri Dilara. "Tindakanmu sudah benar, dan Om kagum dengan keberanianmu." Dilara

  • Om, Nikah, Yuk!   Bab 01 - Pacaran Dengan Anak Kecil?

    01"Om, bisa bantu aku?" tanya Dilara Athreya, sembari menatap pria bersetelan jas biru itu lekat-lekat. "Bantu apa, Ra?" Tadashi Yasuo balas bertanya. "Ada mantanku di sini. Dari tadi dia maksa aku buat ikut dengannya," jelas Dilara. Yasuo mengangkat alisnya. "Mantanmu? Yang mana?" "Mas Vasant. Dia ada di situ." Dilara mengarahkan dagu ke sisi kanan, di mana sekelompok pria muda tengah berkumpul. Yasuo memerhatikan lelaki yang dimaksud, lalu dia kembali mengarahkan pandangan pada putri sulung sahabatnya, Hamzah Naranaya. "Oke. Apa rencanamu?" tanya Yasuo. "Kita pamitan sama pemilik acara. Terus, kita keluar dari sini," terang Dilara. Yasuo memindai sekitar. "Tunggu sebentar. Om mesti pamit sama teman-teman dulu." "Aku ikut." Yasuo tidak menyahut dan membiarkan lengan kirinya digandeng gadis bergaun panjang ungu. Yasuo mengarahkan Dilara menyambangi sekelompok pengusaha senior, dan berpamitan. Belasan menit terlewati. Keduanya telah berada di mobil sedan mewah milik Yasuo.

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status