LOGINBaca juga cerita Hisyam (Jaring Cinta Sang Bodyguard(, Hauhari (Terjerat Daun Muda), dan Yusuf (Cutie Bodyguard)
54Yasuo mendengkus beberapa kali. Dia sudah menduga jika akhirnya Naomi akan menelepon untuk meminta bantuan. Yasuo merasa enggan membantu, dan justru dia ingin memberikan pelajaran buat sang mantan istri.Yasuo berpikir sesaat, sebelum beralih menelepon Tio. Yasuo menerangkan permintaan Naomi yang tadi menghubunginya lewat nomor telepon luar negeri. Tidak berselang lama, Yasuo telah melenggang keluar dari ruang kerja. Dia memanggil Dakhdaar yang tengah mengerjakan laporan bulanan pengawal lapis 17, di sofa ruangan depan. Yasuo menunggu Dakhdaar memadamkan laptop dan mengemasi barang-barang, kemudian keduanya melangkah menuju lift. Riku menyusul sembari membawa banyak berkas yang harus ditandatangani sang bos. Sepanjang perjalanan, Yasuo membaca semua berkas dengan teliti, lalu dia membubuhkan tanda tangannya yang rumit. Hingga semua kolom di kertas itu terisi."Nih, cek lagi," ujar Yasuo, sembari memberikan kumpulan berkas pada asistennya. Riku membuka semua lembaran itu, lalu m
53Detik terjalin menjadi menit dan mengubah jam menjadi hari. Pernikahan yang kian dekat, menjadikan Dilara mulai tegang. Dia panik dan sulit berkonsentrasi dalam bekerja. Siang itu, Dilara menemui teman-temannya di GPCI, yang tengah bersantap di restorannya Laura. Dilara menyampaikan kegundahan hatinya pada para perempuan tersebut, yang bekerjasama menenangkannya. "Tenang, Ra. Semua persiapan sudah nyaris selesai," tutur Edelweiss. "Aku tahu, Teh, tapi tetap aja tegang," keluh Dilara. "Itu namanya serangan panik. Semua calon pengantin pasti ngalamin. Terutama perempuan," cetus Leni. "Betul. Aku dulu, stres berat. Rencana awal nikah itu di akhir Desember. Terus, maju ke September. Ujung-ujungnya maju lagi dan sukses digelar pertengahan Juli," papar Naysila. "Aku lebih syok lagi. Mulai pacaran, Juni. Abang ngelamar, Oktober. Balik ke sini, minggu kedua Desember, langsung ditodong nikah sama Mas Heru. Benar-benar nggak ada persiapan lahir batin," sela Utari. "Kita senasib. Aku s
52Jalinan waktu terus berjalan. Siang menjelang sore itu, ratusan orang berkumpul di ruang rapat Hotel Bramanty, di Kota Bandung. Bahadri Company tengah mengadakan acara pertemuan dengan komisaris dan petinggi baru perusahaan tersebut. Keluarga Bahadri menaiki panggung dan berbaris di sisi kanan. Irwandi Bahadri, Ayah Vasant, memberikan kata-kata sambutan. Adiknya, Arvandi Bahadri, melanjutkan dengan menyampaikan kabar terbaru, dalam perubahan posisi pemilik saham perusahaan tersebut. Indy yang menggantikan posisi Vasant sebagai direktur utama, turut menyampaikan pidato singkat. Perempuan berparas ayu itu menuntaskan pidato, lalu memanggil para komisaris serta petinggi baru. "Saya yakin, teman-teman pasti sudah mengenal kedua Bapak ini," tutur Indy, sembari memandangi kedua pria paruh baya yang mengenakan setelan jas abu-abu mengilat. "Sebelah kanan adalah Bapak Wirya Arudji Kartawinata Adhitama. Beliau merupakan komisaris utama dan presdir GUNZ. Komisaris 6 PB dan PBK, komisaris
51Jalinan waktu terus berjalan. Jumat sore itu, Dilara keluar dari gedung kantornya, bersama Alia, Yarissa, dan Fitra. Keempat perempuan tersebut memasuki mobil sedan hitam, yang segera dilajukan Alia menuju gedung apartemen mewah. Dilara telah kembali tinggal di mansion sejak kemarin. Alia ikut pindah ke sana, untuk menemani Dilara. Sedangkan Fitra tetap disiagakan, agar bisa bergantian dinas dengan Yarissa. Perjalanan itu mereka tempuh dalam belasan menit. Jarak yang dekat dan kondisi jalanan yang belum terlalu padat, menjadikan Alia bisa mengebut dan segera sampai di tempat tujuan. Tidak berselang lama, keempat perempuan itu telah berada di mansion. Dilara memasuki kamar utama, lalu berbaring untuk meluruskan pinggangnya. Dilara mengambil ponsel dari baugette bag hitamnya, untuk memeriksa pesan-pesan yang masuk. Satu nama yang mengirimkan pesan, membuat Dilara penasaran. Dia membuka chat itu dan membaca isi pesan, lalu dia beralih menghubungi orang tersebut. "Ke sini, In. Aku
50Vasant berulang kali mengubah posisi kaki. Dia kesulitan menenangkan diri, dalam pemeriksaan tim penyidik pada dirinya, dengan kapasitas sebagai saksi. Nama Vasant disebut Miko sebagai perantara, yang mempromosikan jasa preman sewaan, pada kedua saksi lainnya. Naomi dan Clive juga sudah dipanggil pihak berwajib, tetapi keduanya belum muncul, dengan alasan masih berada di luar negeri. Selain ketiga orang tersebut, polisi juga memanggil Darko, Indy, Fincent, dan Claudia. Darko dan Indy telah datang tadi pagi guna memberikan kesaksian, tentang pengetahuan mereka dalam penyerangan dua hari silam, di perumahan elite 8 cluster milik BHANDHIT Company, yaitu perusahaan properti milik Tio dan teman-temannya. Kesepuluh petinggi PB dan PBK juga turut diperiksa sebagai saksi. Begitu pula dengan Nawang, Kelvan, Nirwan, dan puluhan anggota tim ajudan lapis 10 sampai 15, yang turut terlibat dalam pertempuran dua malam lalu. Setelah diinterogasi selama hampir 6 jam nyaris tanpa jeda, akhirnya
49Herjuno bangun sembari meringis. Dia merintih, karena sekujur badannya sakit. Laki-laki muda berusia 22 tahun itu memerhatikan sekitar, sebelum menyadari jika dirinya telah berada di rumah Aditya. Pintu terbuka dan seorang perempuan bermata besar memasuki ruangan. Alodita mendekati tempat tidur, lalu duduk dan meletakkan meja kecil berkaki, di ujung kasur. "Bangun, Dek. Makan, lalu, mandi, habis itu keluar. Para Abang lagi rapat di ruang tamu," tutur Alodita sembari mengamati Adik iparnya dengan saksama. "Mukamu, make up-nya lucu," selorohnya. "Ini kerjaan suami Teteh. Nggak ada dia ngerem tenaga. Ninju dan nendang aku dengan semangat membara," keluh Herjuno. "Abangmu memang, gitu. Nggak peduli itu Adik atau sahabat, berantemnya penuh dendam kesumat." "Pundakku sakit, Teh. Habis dibanting Abang." "Minta periksa sama Padre. Beliau ada di depan." "Hu um." "Ayo, buruan makan. Sebelum kesabaran mereka habis dan menyerbu ke sini." Hampir 40 menit berselang, Herjuno keluar dari







