Share

Bab 2

Penulis: Jane
Ketukan pintu yang tiba-tiba membuatku langsung mencengkeram bahu pria itu. Perutku mengencang dan menjepit kedua jarinya lebih erat.

Aku menatapnya dengan sorot memohon, lalu membentuk kata dengan mulutku. "Jangan bergerak."

Namun, pria itu jelas tidak berniat mendengarku. Ekspresi main-mainnya membuatku merasa ada yang tidak beres.

Tiga jari, empat jari. Badanku lunglai di pelukannya, aku tidak lagi sanggup menahan diri. Suara eranganku yang kencang keluar tidak terkendali.

Dia segera menutup mulutku dengan ciuman, membuat suaraku berubah menjadi erangan tertahan.

"Masih bisa jalan sendiri?" Godanya sambil mengeluarkan tisu dan menyumpalnya ke area sensitifku. "Tahan baik-baik, jangan sampai keluar."

Telingaku langsung memerah karena malu. Aku menyembunyikan wajahku di punggungnya saat keluar dari toilet.

Saat bus tiba di halte, aku segera bergegas pulang dengan satu tanganku membawa koper berat, sementara tangan lainnya menggendong boneka silikon.

"Ayah! Aku pulang!"

Seseorang dari dapur melongok keluar dengan senyum hangat, lalu melangkah mendekat. Aku buru-buru memalingkan wajah.

Ayahku hanya mengenakan celemek di bagian atas tubuhnya. Bahunya lebar, pinggangnya ramping, dan perut berototnya tampak samar di balik kain.

Jujur saja, wajah cantikku ini sepenuhnya berkat gen darinya. Ditambah lagi, ayahku rutin berolahraga selama bertahun-tahun, tubuhnya benar-benar sempurna. Dia benar-benar seperti model pria.

Ayahku memegang daguku, memaksaku menatapnya. Aku pun refleks menelan ludah.

Wanita-wanita di sekitar ayahku benar-benar beruntung.

Ayahku hampir sempurna dalam segala hal. Satu-satunya kekurangannya adalah terlalu banyak wanita. Wanita yang dia ajak pulang ke rumah tidak pernah ada yang sama.

Setiap kali aku di rumah, pasti terdengar erangan keras dari kamarnya di tengah malam.

"Sayang, coba cicipi sup torpedo sapi buatan ayah."

Dengan santai, ayahku menggandeng tanganku dan membawaku ke dapur.

Semua orang mengatakan, anak perempuan yang beranjak dewasa harus menjaga jarak dari ayahnya. Namun, sejak kecil aku dibesarkan olehnya seorang diri, aku tidak sanggup melepaskan ikatan ini.

Torpedo sapi itu tampak utuh di dalam sup. Aku pun mengernyit. "Kenapa nggak dipotong-potong dulu?"

"Kalau dipotong kurang nikmat."

Ayahku berbicara dengan nada penuh makna, matanya mengamati jaket tebal yang kukenakan, lalu menatap ke arah kamarku. "Jangan lupa aturan kita. Begitu pulang, gantikan bajumu."

Wajahku memanas. Aku menggigit bibirku dan mengangguk, lalu bergegas kembali ke kamar.

Lemari pakaianku penuh dengan pakaian seksi seperti, kostum pelaut, kostum guru seksi, baju perawat yang menggoda, hingga seragam pramugari super pendek... Semuanya ada. Selain itu, semuanya sudah pernah kupakai.

Tanganku meraih tali pengikat, lalu mengikat tubuhku sesuai petunjuk. Lekuk tubuhku yang indah terpampang jelas tanpa cela.

Kemudian, aku melangkah keluar kamar. Tali rami yang melilit di antara pahaku bergesekkan setiap kali aku melangkah. Tanpa sadar, aku menggigit bibirku sambil berdiri di depan ayah untuk menunggu penilaiannya.

"Hmm! Bagus."

Tangannya mengelus kepalaku. "Tapi, hari ini kamu harus mengenakan kemeja saat di luar. Sebentar lagi teman Ayah akan datang."

Aku mengangguk patuh. Aku menuruti perintahnya dengan mengenakan kemeja pria longgar yang hanya memperlihatkan kedua kakiku yang jenjang.

Sebelum makan malam, pintu rumahku diketuk. Aku buru-buru membukanya. Senyumku langsung membeku begitu melihat tamu itu.

Bukankah dia pria yang kutemui di bus!

Tatapannya jatuh pada noda basah di antara pahaku. Mata pria itu langsung menggelap.

"Aku sudah lama mendengar Kak Andra punya putri yang sangat cantik. Ternyata itu benar."

Sebuah tangan menyentuh pundakku. Ayahku menarikku mundur dengan cepat.

"Lama nggak ketemu, Kawan. Silakan masuk."

"Kalian saling kenal?"

Aku mengerutkan dahi, khawatir pria itu akan menceritakan kejadian di bus. Jika itu terjadi, pasti ayah akan menghukumku!

Teringat hukuman-hukuman sebelumnya, tubuh bagian bawahku makin basah.

"Dia Om Andra yang sering Ayah ceritakan. Kami berteman sejak kecil, bahkan nama kami sama!"

Teman masa kecil? Teman masa kecil sekeren ini, tapi ayah tidak pernah membawanya pulang?

Pandangan pria itu terus tertuju pada lantai di bawah kakiku, lalu tersenyum penuh arti.

"Adik kecil memang terbuat dari air."
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Om Teman Masa Kecil Ayah   Bab 7

    Semalam pacarku terus menahan diri, sekarang dia sudah tidak bisa menahan diri untuk menekanku ke bawah dan masuk dengan penuh gairah.Suara cipratan air memenuhi seluruh ruangan, kepuasan itu membuatku mendesah keras.Ketika Raka bangun, aku melemparkan pandangan menggoda, bagian bawahnya langsung tegang dan mengeras.Aku sengaja tidak menyuruh pacarku mengikat tangan Raka dan memberinya minuman perangsang.Sekarang wajah Raka merah padam, tangannya tanpa sadar meraih benda keras itu dan mulai mengocoknya dengan cepat.Kamera di sudut ruangan merekam adegan panas dan menggairahkan itu. Jika video ini tersebar, perusahaannya pasti akan hancur, apalagi aku sudah menyiapkan hadiah spesial untuknya.Pacarku menyelimutiku dan menggendongku ke kamar tidur, meninggalkan Raka dan para pria berotot yang kusewa di ruang hukuman.Karena dia punya gairah yang tinggi, akan kupenuhi keinginannya."Mereka sudah mulai," ucapku sambil mengaitkan jari kakiku ke benda keras pacarku yang masih tegak. Aku

  • Om Teman Masa Kecil Ayah   Bab 6

    "Aku nggak pernah berjanji padamu."Pacarku mengangkat alisnya, lalu berkata, "Aku bukan ayah Elisa. Aku adalah pacarnya. Kebetulan saja wajahku mirip dengan ayahnya. Semuanya karena kamu, ayah Elisa sampai mati!"Mungkin karena ekspresi pacarku yang terlalu menyeramkan, membuat pria itu gemetar ketakutan. "Jangan bicara sembarangan! Kalian melakukan ini semua cuma untuk memeras lebih banyak uang dariku, 'kan? kalian mau berapa, katakan saja. Aku punya banyak uang!""Apa kamu nggak punya rasa malu?" Aku meludah ke lantai sambil memakinya. "Kalau saja dulu kamu nggak mencuri nama dan nilai ujian masuk perguruan tinggi milik ayahku, kamu nggak akan bisa hidup seperti sekarang!"Ayahku telah lama menderita depresi dan terus-menerus dipermalukan olehnya. Punggungnya yang dulu tegap akhirnya tak sanggup lagi menahan beban itu.Di hari dia menerima surat penerimaan perguruan tinggi, napas terakhirnya pun ikut pergi.Semua kenangan menyakitkan yang selama ini kupendam, akhirnya keluar juga."

  • Om Teman Masa Kecil Ayah   Bab 5

    Sejujurnya, keduanya sangat besar.Aku menelan ludah, merintih, dan akhirnya mendapatkan belas kasihan Ayah.Dia mengulurkan tangan dan melepas bola penutup mulutku. Cairan bening membentuk benang panjang antara bibirku dan bola itu, sementara air liur mengalir dari sudut mulutku dan membasahi dadaku.Jari telunjuk ayah menyentuh bibirku yang basah, lalu menjilatnya dengan ujung lidahnya.Pemandangan erotis itu membuat tubuhku gemetar hebat."Jawab Ayah, Sayang."Dia membelai daun telingaku, mata sipitnya yang indah berbinar sambil tersenyum. "Katakan saja yang sebenarnya."Aku melirik ke arah pria di sofa yang sedang melakukan sesuatu dengan tangannya, lalu aku menggigit bibirku pelan. "Punya Ayah lurus dan panjang, sedangkan punya Om Andra besar dan bengkok. Keduanya mengesankan."Aku memang ahli dalam menyenangkan hati semua pihak.Benar saja, wajah kedua pria itu sama sekali tidak menunjukkan kemarahan, malah justru terlihat hasrat yang menggebu.Om Andra mendekat dan berjongkok di

  • Om Teman Masa Kecil Ayah   Bab 4

    Ayahku membangun ruangan hukuman fisik di rumah.Setiap kali aku membangkang, aku akan dibawa ke sini untuk menerima hukuman.Syarat masuknya adalah melepas seluruh pakaian. Bukan hanya aku, Ayah dan Andra pun juga melakukannya.Di hadapanku berdiri dua tubuh pria yang sempurna tanpa cela. Perasaanku campur aduk antara ketakutan dan menantikan hukuman yang akan diberikan."Dasar jalang! Buka sendiri kakimu, supaya Om bisa lihat lebih jelas!"Ayah berdiri di sampingku, cambuk mainan mendarat di dua gumpalan salju putihku. Aku menjerit kaget dan tubuhku makin gemetar.Dengan gerakan lamban, tanganku meraba ke bawah. Kemudian, tanpa disuruh, aku membuka kakiku."Cantik sekali, berkedut-kedut."Suara berat pria itu terdengar di telingaku, lalu dia menatap ayah. "Boleh pakai semua alat di dinding ini?""Pakailah sesuka hati." Ayah mengangkat bahu.Tangan Andra memegang vibrator berukuran paling besar. Aku langsung menggelengkan kepala, berusaha untuk memohon belas kasihan. Namun, mulutku te

  • Om Teman Masa Kecil Ayah   Bab 3

    Di meja makan, ayahku dan pria itu masing-masing menyantap semangkuk sup torpedo sapi. Selain itu, di atas meja juga tersedia torpedo kambing, kucai, dan minuman penambah stamina...Aku mendapatkan sup khusus racikan ayah, katanya untuk memperbaiki kualitas tidur.Setelah meminum sup itu, aku memang tidur nyenyak sepanjang malam, tapi efek sampingnya membuat tubuhku pegal-pegal di siang hari.Pria itu ingin mencicipi supku, tapi dihentikan oleh ayahku yang mengedipkan mata pada Om Andra."Nanti malam aku traktir makan enak. Sup ini harus diminum Elisa sendiri."Setelah mengatakannya, Om Andra menunjukkan senyum mengejek dan bertukar pandangan dengan ayahku.Komunikasi antar pria memang aneh, aku sama sekali tidak memahaminya.Baru setengah mangkuk sup kuteguk, tubuhku sudah dipenuhi keringat seperti berada di ruang sauna. Aku menatap ayahku dengan pandangan meminta pertolongan.Tidak disangka, dia justru sedang menikmati torpedo sapi itu dengan serius. Akhirnya, aku pergi sendiri ke ka

  • Om Teman Masa Kecil Ayah   Bab 2

    Ketukan pintu yang tiba-tiba membuatku langsung mencengkeram bahu pria itu. Perutku mengencang dan menjepit kedua jarinya lebih erat.Aku menatapnya dengan sorot memohon, lalu membentuk kata dengan mulutku. "Jangan bergerak."Namun, pria itu jelas tidak berniat mendengarku. Ekspresi main-mainnya membuatku merasa ada yang tidak beres.Tiga jari, empat jari. Badanku lunglai di pelukannya, aku tidak lagi sanggup menahan diri. Suara eranganku yang kencang keluar tidak terkendali.Dia segera menutup mulutku dengan ciuman, membuat suaraku berubah menjadi erangan tertahan."Masih bisa jalan sendiri?" Godanya sambil mengeluarkan tisu dan menyumpalnya ke area sensitifku. "Tahan baik-baik, jangan sampai keluar."Telingaku langsung memerah karena malu. Aku menyembunyikan wajahku di punggungnya saat keluar dari toilet.Saat bus tiba di halte, aku segera bergegas pulang dengan satu tanganku membawa koper berat, sementara tangan lainnya menggendong boneka silikon."Ayah! Aku pulang!"Seseorang dari

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status