Hari masih menunjukkan pukul 7 pagi, Raina baru saja turun ke dapur untuk membantu ibu memasak sarapan. Terhitung mulai hari ini dia memutuskan untuk tidak lagi bekerja di klinik manapun. Yasmin sudah memarahi dirinya berulang kali, belum lagi kejadian di hari perdana mereka bertemu senior itu membuat Raina sadar kalau sebagai residen paling junior, dia harus siap sedia setiap saat.
Tiba-tiba ponselnya berdenting, ada pesan yang masuk. Raina mengambil ponselnya, semenjak kejadian beberapa hari yang lalu itu, Raina tidak pernah jauh-jauh dari ponselnya. Dia juga mengaktifkan volume paling tinggi supaya bunyi ponselnya selalu terdengar. Pesan itu dari Tama, si ketua angkatan yang sangat menyebalkan itu. Sebelum membuka pesan itu, Raina berdecak karena selalu kesal setiap melihat nama Tama.
"Jarkom: Hari ini ketemuan sama ketua panitia pemilihan CR, dikamar jaga jam 3.30. Kita kumpul di kafe dekat kamar jaga jam 3 tepat, karena sebelumnya mau ada pembagian pekerjaan untuk kelompok kita. TIDAK BOLEH TELAT" tulis Tama. Lengkap dengan huruf kapita di tiga kata terakhir, menandakan peringatan darinya.
Membaca kembali kalimat terakhir yang dengan sengaja ditulis lelaki dingin itu dengan huruf kapital, membuat Raina mencibir kesal sambil mendengus.
"Bzzz, harus banget ngingetin jangan telat pake tulisan huruf gede semua, kesel. Ini laki emang selalu sukses buat mood pagi hari jadi hancur berantakan" gumam Raina, bicara pada dirinya sendiri. Pesan apapun dari Tama selalu membuat hatinya kesal. Lelaki itu memang selalu sukses merusak harinya. Ada saja hal yang dilakukan Tama untuk merusak mood pagi harinya.
"Kenapa Na?" Tanya Ibu, tidak sengaja mendengar ucapan Raina.
"Enggak apa Bu, ada temen aku di residensi, nyebelinnya ampun deh, ada aja kelakuannya bikin kesel" keluh Raina. Ibu hanya tersenyum saja, seperti biasa, Raina selalu penuh dengan keluhan.
"Belum kenal aja kali, siapa tahu kalau nanti kenal dekat, malah jadi suka" ucap Ibu, sengaja menggoda anak gadisnya yang ajaib ini.
Raina tidak menjawab, dia hanya mencibir sambil melanjutkan pesan Tama untuk dia kirim ke Mela, lanjutan jarkom Raina. Baru saja Raina mengirimkan pesan, ponselnya berdenting lagi. Pesan lain dari Tama.
"Urutan jarkom :
Jarkom 1: Tama - Raina - Mela - Septian - Tama
Jarkom 2: Tama- Yasmin - Radit - Adrian - Tama
Langsung jarkom, satu jam lagi jarkom harus balik ke gue," tulis Tama lagi.
"Ya ampun, rewelnya ini lakik" batin Raina lagi.
"SIAP BOS! LAPOR JARKOM SUDAH SAYA KIRIMKAN KE MELA, LAPORAN SELESAI" Tulis Raina, membalas pesan Tama, dia sengaja menuliskan pesan dengan huruf kapital semua supaya Tama tahu dia kesal membaca pesan Tama sebelumnya.
Setelah selesai menekan tombol "send", Raina tertawa sendiri setelah selesai mengirimkan pesan itu. Dia langsung membayangkan wajah kesal Tama saat membaca pesannya itu. Tama dan dirinya memang sulit sekali untuk akur, entah mengapa.
Ponsel Raina kembali berdentang, ada satu pesan masuk lagi. Kali ini dari Radit.
"Udah dapat jarkom?" Tulis Radit.
"Ya, jarkom dari bos Tama, haha" balas Raina. Lalu Radit memberikan emoticon tertawa. Raina tersenyum membaca pesan Radit.
"Mau berangkat bareng?" Balas Radit lagi.
"Boleh banget" balas Raina cepat. Hatinya langsung berbunga-bunga karena mendapatkan tawaran tidak terduga dari Radit. Raina tersenyum lebar sambil memandangi layar ponselnya.
"Na, kenapa senyum-senyum sendiri?" Tanya Ibu dengan wajah bingung, rasanya baru saja anak gadisnya itu marah-marah, tapi sekarang malah terlihat sangat senang, sungguh aneh, bisa berubah begitu cepat, batin Ibu dalam hati.
"Oh, enggak Bu, ada temen Nana mau jeput Nana nanti siang." Jawab Raina, tapi pandangan matanya tidak lepas dari layar ponselnya. Senyumannya pun masih mengembang dengan sempurna di bibirnya.
"Aku datang sekitar jam 2 ya" tulis Radit lagi.
"Oke" tulis Raina. Dia langsung membantu ibunya membuat sarapan, setelahnya langsung bersiap-siap untuk berangkat.
Raina tidak menyangka sama sekali kalau Radit mau berangkat bersama dengannya. Mood paginya langsung berubah menjadi baik. Dia bahkan sudah melupakan kekesalannya pada Tama.
"Bu, aku siap - siap dulu ya. Ada pertemuan sama senior siang ini" ucap Raina. Dia langsung melangkahkan kakinya menuju kamarnya di lantai atas.
"Eits! Tunggu dulu, kamu kan udah janji sama ibu" tahan Ibu, menarik lengan Raina, memaksa gadis pemarah itu untuk kembali.
"Janji apa sih Bu?" Tanya Raina.
Ibu menghela napas berat. Selain pemarah, suka bersikap seenaknya, dia lupa kalau anaknya ini juga pelupa, batin Ibu dalam hati.
"Bantu ibu lah Ma, kan kemarin kamu janji mau bantuin ibu masak sama siapin masakan buat katering" jelas Ibu.
"Astaga, Nana lupa Bu!" Seru Raina sambil menepuk keningnya.
"Tsk, belum juga umur 30, sudah pelupa parah begitu" balas Ibu.
"Tapi Nana ada janji ketemu senior nih Bu" Raina berusaha mengingkari janjinya dengan alasan bertemu senior.
"Jam?" Tanya Ibu.
"Jam 3 sih, tapi kan Nama harus siap-siap dulu Bu" balas Raina. Jelas dia harus bersiap-siap, hari ini ada Radit yang akan menjemput dirinya, mana mungkin Raina tidak berdandan terlebih dahulu, batinnya.
"Ini masih jam 7, tepati janji kamu. Sana, ayo, bantu Ibu masak sarapan, terus lanjut kupas bawang setelahnya" perintah Ibu, tidak terima dengan alasan Raina.
"Bu.." Raina ingin menolak lagi.
"Ayo, makin cepat kamu buat sarapan dan kupas bawang, makin cepat bisa pergi bertemu senior, kamu enggak mau teman kamu nunggu lama kan?" balas Ibu.
Raina tidak bisa memberikan alasan lagi untuk menolak. Dia segera memulai untuk memasak di dapur. Raina melirik ke sisi kanannya, menatap meja dapur yang berisi tumpukan bawang, mulai dari bawang merah, bawang putih dan bawang bombai. Semua bawang itu menunggu untuk dia kupas. Raina tidak habis pikir, bagaimana mungkin dia membuat janji seperti ini pada ibu, bodoh sekali, batin Raina, bersungut-sungut dalam hati.
Ibu tersenyum melihat anak gadisnya itu memasak dengan wajah cemberut. Anak pertamanya itu memang terkadang harus diberi perintah seperti ini supaya jadi penurut, batin Ibu dalam hati.
___________
Halo.. chapter baru,
Buat teman-teman yang baca cerita ini, saya tunggu komentarnya, terimakasih sebelumnya
Happy reading
"Hmmm, pemandangan yang indah, film yang bagus, makanan yang enak dan teman yang menyenangkan. Ini malam minggu terbaik" celetuk Radit, mengalihkan pandangannya kepada Raina."Eh?" Raina bergumam tanpa sadar. Tapi dia segera menutup mulut nakalnya."Ya, rasanya kita bisa malam mingguan lagi kapan-kapan" balas Radit."Malam mingguan lagi?" Tanya Raina ulang. Jantungnya berdetak cepat. Apa ini berarti Radit mengajaknya berkencan lagi? Ingin rasanya Raina menari saking girangnya."Ya, mungkin lain kali kita bisa nonton lagi.." balas Radit, sedikit menggantungkan kalimatnya. Radit menyadari wajah terkejut dari Raina. Apa gadis ini menjadi sedikit salah mengerti mendengar dia menyebutkan kalimat tadi, pikir Radit."Sekalian mengajak Yasmin, Tama dan teman angkatan kita lainnya" Radit cepat-cepat melanjutkan kalimatnya. Khawatir Raina semakin salah sangka.&nbs
"Akhirnya tenang juga" ucap Raina, menarik napas dalam-dalam sambil menutup mata. Mereka saat ini sedang berada di gedung bioskop dan sedang mengantre memesan tiket nonton. Bioskop memang ramai, tapi tidak berdesakan seperti kafe tempat makan mereka sebelumnya. Raina merasa jauh lebih lega. "Kafe tadi terlalu berisik ya?" tanya Radit, dia baru sadar kalau Raina merasa tidak nyaman sebelumnya, sedikit merasa bersalah karena dia yang memaksa untuk makan disana, padahal jelas-jelas kafe tadi padat pengunjung. "Oh, enggak, hanya. Emm, sedikit penuh saja, kita enggak bisa ngobrol enak" balas Raina langsung, khawatir Radit merasa tidak enak hati. Bukan masalah kafe tadi penuh dan sesak oleh pengunjung, tapi letak masalahnya ada pada Rian dan Mischa. "Masih lama waktu nonton, mau minum kopi? Atau makan makanan kecil lain sebelum nonton?" tawar Radit. Rasa bersalah membuat dia menawari Raina untuk ke tempat lain
"Makan disini enggak apa-apa?" Tanya Radit. Mereka saat ini masuk di sebuah kafe yang berada di dalam mall. Kafe itu memang terlihat padat pengunjung. Wajar saja karena kota Bandung di akhir pekan tidak mungkin tidak ramai. Selain itu, kafe ini juga sedang naik daun di media sosial. Raina sedikit mengernyitkan keningnya, sedikit tidak setuju karena terlalu ramai. Raina tidak terlalu penyuka keramaian. Dia lebih suka suasana yang sepi, karena dia bisa makan dan mengobrol dengan tenang. Apalagi ini kali pertama dia bisa berduaan dengan Radit, Raina ingin suasana yang tenang, tidak riuh seperti ini. "Kalau enggak mau juga enggak apa, kita cari lagi tempat lain" balas Radit setelah melihat wajah enggan dari Raina. "Enggak apa-apa, disini aja Dit" tolak Raina cepat. Dia melirik wajah Radit dan melihat kalau lelaki itu sepertinya ingin sekali makan di tempat ini. Walaupun
Akhir pekan akhirnya datang. Kata orang hari-hari di akhir pekan adalah siksaan untuk orang yang baru saja putus. Radit baru tahu rasanya sekarang. Sabtu ini dia tidak punya janji apapun dengan siapapun. "Hah, membosankan sekali" gumam Radit. Sepanjang pagi dia hanya menyetel televisi dan menonton dengan pikiran kosong. Dia mengambil ponselnya dan mulai melihat-lihat film apa yang sedang diputar minggu ini di bioskop. "Apa ajak jalan anak kosan ya?" Radit mulai menemukan ide di kepalanya saat melihat film action yang terlihat cukup seru sudah tayang mulai minggu ini. Radit segera melihat jadwal jaga, baik Yasmin, Tama maupun Raina tidak ada yang jaga hari ini. Lelaki itu segera keluar dari kamar untuk mencari teman kosnya. Saat baru menuruni tangga, Radit bertemu dengan Raina. Gadis itu berjalan ke arah kulkas yang terletak di dapur kos dengan mata setengah terpejam, rambut berantakan dan dia mas
"Apa Kakak enggak kangen sama aku? Setelah putus Kakak sama sekali enggak pernah hubungi aku," keluh Irna. Dia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Radit padanya setelah putus. Irna pikir Radit akan mengejar-ngejar dirinya setelah dia meminta putus, tapi kenyataannya justru Radit malah mendiamkan dirinya dan sama sekali tidak pernah menghubungi dirinya. "Aku rasa, kita butuh momen untuk sama-sama sendiri, supaya kita bisa pikirkan bagaimana hubungan kita selama ini" balas Radit. Dia masih sangat menyukai Irna, tapi kembali menjadi kekasih Irna masih sedikit sulit bagi Radit. Lelaki itu masih butuh waktu untuk memikirkan hubungan mereka yang dia rasa mulai tidak sehat. "Aku kangen Kakak" ucap Irna tiba-tiba. Dia merasa harus jujur tentang hal ini. "Rindu?" ucap Radit dalam hati, dia cukup terkejut dengan kejujuran Irna. Detak jantung Radit menjadi cepat saat mendengar ucapan mantan kek
Entah Raina harus bahagia atau justru waspada dengan keadaan yang saat ini dia hadapi, yang pasti selama Radit putus dari kekasihnya, lelaki itu selalu menempel pada Raina, dimana pun dan kapan pun. Tidak terasa sudah dua minggu Radit putus dari Irna. Dalam hati Radit merasa sangat nyaman, tidak ada lagi yang mengatur dengan kejam semua kehidupannya. Dia bisa menjalani kehidupan residensi dengan nyaman. Semakin hari keduanya semakin lengket, dimana ada Raina pasti ada Radit disana. "Na, selesai dari rumah sakit, kita makan dulu ya sebelum pulang ke kos" ajak Radit disela-sela acara ilmiah. "Em" balas Raina langsung mengiyakan tanpa pikir panjang, dia bahkan lupa kalau hari ini orang tuanya datang untuk melihat kamar kosnya. Sudah dua minggu Raina belum juga mengizinkan ayah ibunya untuk datang. "Oke!" balas Raina dengan bersemangat sambil mengacungkan jempolnya. Dia selalu senang setiap diajak makan