Setelah sepanjang pagi membantu ibu, Raina segera bersiap-siap. Siang ini dia memoles wajahnya dengan riasan tipis, memakai dress terbaiknya, menata sedikit rambutnya dan menyemprotkan parfum favoritnya. Dia tidak mau Radit menunggu lama. Saat Raina keluar dari kamar, ibu sampai terheran-heran melihat penampilan anak gadis satu-satunya itu.
"Harum banget Na" puji ibu. Sedikit penasaran karena penampilan Riana seperti gadis yang akan berkencan atau pacaran. Tidak seperti penampilan mahasiswa baru yang akan menemui seniornya. Kalau ibu sebelumnya tidak tahu kalau Raina akan pergi untuk menemui seniornya, mungkin ibu sudah menyangka kalau Raina sudah punya pacar baru. Setelah patah hati dulu, Raina memang tidak pernah lagi berdandan seperti siang ini, batin Ibu.
"Ketemu senior harus rapi dan harum Bu" balas Raina sengaja berkelit. Dia sudah bisa membaca apa yang ada didalam kepala ibu kandungnya itu.
"Oh, iya deh" balas Ibu, mengangguk saja. Yah, semoga saja anak gadisnya ini memang sudah mulai membuka hatinya untuk jatuh cinta lagi, batin Ibu. Percakapan mereka terhenti saat mendengar ketukan pintu dari depan.
"Itu kayanya teman aku Bu" ucap Raina, berjalan cepat ke pintu depan. Dia melirik ke arah jam dinding, sudah hampir pukul 2, pasti itu Radit, pikir Raina. Belum bertemu saja hatinya sudah berbunga-bunga. Dia lekas membuka pintu.
"Hai, selamat siang" sapa Radit, memamerkan senyumannya saat menemui Raina yang ada di balik pintu. Radit terpukau sejenak memandangin tampilan Raina yang tidak biasa.
"Hai" balas Raina, tersenyum senang. Radit tampak rapi dengan kemeja biru muda dengan tangan digulung sebatas siku. Tampan sekali, batin Raina, tidak berkedip menikmati senyuman manis yang tersedia dihadapannya.
"Cantik banget Na kamu," puji Radit dengan tulus, jujur Radit memang sedikit terpana dengan penampilan Raina. Gadis itu sering sekali berpenampilan ala kadarnya, malah cenderung berantakan. Rambutnya dia ikat begitu saja, tidak rapi, dan perpaduan warna bajunya juga sering tabrak lari dengan sesuka hati. Tapi tampilan Raina hari ini sungguh berbeda. Rambutnya juga dia tata ditambah polesan make up naturalis, menambah kecantikannya
"Kan mau ketemu senior, harus rapi" ucap Raina, tersipu-sipu saat mendengar pujian Radit. Dia mengeluarkan alasan yang sebelumnya dia katakan pada ibu. Hatinya bahagia, seperti ada nyanyian cinta yang bersenandung disana.
"Siapa Na?" Dari belakang Ibu sudah berada di belakang Raina, penasaran dengan siapa yang datang kerumah mereka.
"Temen Nana udah jeput Bu" ucap Raina.
"Selamat siang Tante, saya Radit, teman seangkatan Raina" sapa Radit. Mengulurkan tangannya untuk menyalam Ibu Raina.
"Oh, iya. Masuk dulu Dit. Nana, kenapa Radit dibiarin di luar?" balas Ibu, mengingatkan anaknya untuk bersikap sopan.
"Maaf ya Dit, malah di luar begini, ayo masuk" ajak Ibu, setelah bersalaman dengan Radit. Wajah ibu berubah senang setelah melihat sosok Radit. Sekarang Ibu mengerti mengapa anak gadisnya itu berdandan cantik siang hari ini. Sepertinya alasan utamanya karena Radit. Lelaki di hadapannya juga manis sekali, pantas saja akhir-akhir ini Raina lebih riang dan sering tersenyum, baguslah, ucap Ibu dalam hati.
"Enggak usah Bu, udah jam 2 nih soalnya, kita bisa telat nanti" tolak Raina. Radit hanya tersenyum sambil mengangguk sopan.
"Nana pergi ya Bu" pamit Raina, mencium tangan Ibunya, Radit juga mengikuti Raina. Setelah itu mereka beranjak ke mobil. Ibu mengantar mereka sampai keluar rumah. Dalam hati ibu berharap sekali kalau lelaki ini tidak akan lagi menyakiti hati anak gadisnya, akan sulit bagi Raina untuk kembali sembuh jika dia patah hati lagi.
"Semoga saja berjodoh" doa Ibu dalam hati sambil melambaikan tangan pada Raina dan Radit saat mobil Radit mulai melaju.
"Ibu kamu baik ya, cantik banget lagi" puji Radit.
Raina hanya tertawa mendengar pujian Radit. Kata orang Ibu dan dirinya punya wajah bagai pinang dibelah dua. Kalau Radit memuji ibunya cantik, sama artinya dengan Radit juga kembali memuji dirinya, pikir Raina dengan hati berbunga-bunga. Rasanya dia ingin terbang tinggi akibat pujian itu.
"Makasih, kata orang sih, muka aku tuh muka ibu banget, kalalu kamu bilang ibu aku cantik berarti aku juga dong?" balas Raina sambil kembali tersenyum.
"Iya, kamu juga cantik kok. Apalagi dandan dan harum kaya gini, dua kali lipat cantiknya" Radit mengiyakan Raina tanpa malu-malu.
"Makasih banyak" balas Raina. Kali ini wajahnya memerah. Raina mengipasi wajahnya yang terasa panas karena malu dipuji Radit terus-terusan. Wajahnya berpaling ke luar jendela, sedikit salah tingkah. Sudah lama Raina tidak dipuji seperti ini. Apalagi dia menaksir Radit, tentu saja bahagia sekali.
Radit melirik sebentar ke arah samping. Memperhatikan Raina. Gadis itu terlihat bersemua merah, apa karena pujian aku, tanya Radit pada dirinya sendiri.
"Na, ini kanan atau kiri?" tanya Radit tiba-tiba, mencoba mengganti topik pembicaraan.
"Kanan" ucap Raina cepat. Dia lupa kalau Radit dari luar kota Bandung, kadang lelaki itu belum terlalu hapal jalanan di Bandung.
"Oh iya ya. Sori, gue masih suka lupa" balas Radit, berbohong karena sebenarnya dia sama sekali tidak lupa jalan.
"Enggak apa-apa, wajarlah. Gue yang udah dari lahir di Bandung aja suka lupa kok" balas Raina sambil tertawa.
"Oh ya?" balas Radit. Raina mengangguk. Mereka pun tertawa dan kembali mengobrol sampai tidak terasa sudah sampai ke tempat tujuan.
Tama sudah sampai juga. Lelaki itu sedang sibuk dengan buku catatannya. Melihat kehadiran Tama, senyuman hilang dari wajah Raina.
"Duh, si bos udah datang lagi" keluh Raina. Radit mengernyitkan dahinya.
"Bos?" Tanya Radit. Raina mengangguk, memberi kode di wajahnya, menunjuk ke arah Tama.
"Iya, tuh, bos besar. Lakik paling bossy yang pernah ada" jawab Raina lagi sambil mencibir. Radit hanya bisa tertawa mendengar kalimat Raina.
"Kalian ini kaya Tom and Jerry aja deh. Jangan berantem lagi ya. Lagian udah dandan cakep gini masa cemberut" canda Radit.
Raina tertawa senang. Lagi dan lagi Radit memuji dirinya, hatinya menjadi lebih baik. Mereka berdua berjalan menuju meja yang sudah ditempati oleh Tama.
"Hai Tam" sapa Radit. Raina mengekor dari belakang, mengambil kursi di samping Radit.
"Halo" sapa Raina juga.
"Tumben enggak telat" balas Tama, melirik Raina. Gadis itu mencibir berniat membalas ucapan sinis Tama. Tapi Radit sudah menahan lengan Raina, memberi kode agar Raina menahan emosinya. Untung saja Raina mengerti maksud Radit, dia menahan dirinya.
"Yah, enggak telat karena dijemput sama Radit" balas Raina sambil tersenyum manis ke arah Radit.
"Emm, baguslah" balas Tama dengan acuh tak acuh.
Beberapa saat kemudian Raina dan Radit sibuk mengobrol berdua saja, sepertinya disana hanya mereka berdua saja disana, tidak memperdulikan kehadiran Tama.
"Hmmm, pemandangan yang indah, film yang bagus, makanan yang enak dan teman yang menyenangkan. Ini malam minggu terbaik" celetuk Radit, mengalihkan pandangannya kepada Raina."Eh?" Raina bergumam tanpa sadar. Tapi dia segera menutup mulut nakalnya."Ya, rasanya kita bisa malam mingguan lagi kapan-kapan" balas Radit."Malam mingguan lagi?" Tanya Raina ulang. Jantungnya berdetak cepat. Apa ini berarti Radit mengajaknya berkencan lagi? Ingin rasanya Raina menari saking girangnya."Ya, mungkin lain kali kita bisa nonton lagi.." balas Radit, sedikit menggantungkan kalimatnya. Radit menyadari wajah terkejut dari Raina. Apa gadis ini menjadi sedikit salah mengerti mendengar dia menyebutkan kalimat tadi, pikir Radit."Sekalian mengajak Yasmin, Tama dan teman angkatan kita lainnya" Radit cepat-cepat melanjutkan kalimatnya. Khawatir Raina semakin salah sangka.&nbs
"Akhirnya tenang juga" ucap Raina, menarik napas dalam-dalam sambil menutup mata. Mereka saat ini sedang berada di gedung bioskop dan sedang mengantre memesan tiket nonton. Bioskop memang ramai, tapi tidak berdesakan seperti kafe tempat makan mereka sebelumnya. Raina merasa jauh lebih lega. "Kafe tadi terlalu berisik ya?" tanya Radit, dia baru sadar kalau Raina merasa tidak nyaman sebelumnya, sedikit merasa bersalah karena dia yang memaksa untuk makan disana, padahal jelas-jelas kafe tadi padat pengunjung. "Oh, enggak, hanya. Emm, sedikit penuh saja, kita enggak bisa ngobrol enak" balas Raina langsung, khawatir Radit merasa tidak enak hati. Bukan masalah kafe tadi penuh dan sesak oleh pengunjung, tapi letak masalahnya ada pada Rian dan Mischa. "Masih lama waktu nonton, mau minum kopi? Atau makan makanan kecil lain sebelum nonton?" tawar Radit. Rasa bersalah membuat dia menawari Raina untuk ke tempat lain
"Makan disini enggak apa-apa?" Tanya Radit. Mereka saat ini masuk di sebuah kafe yang berada di dalam mall. Kafe itu memang terlihat padat pengunjung. Wajar saja karena kota Bandung di akhir pekan tidak mungkin tidak ramai. Selain itu, kafe ini juga sedang naik daun di media sosial. Raina sedikit mengernyitkan keningnya, sedikit tidak setuju karena terlalu ramai. Raina tidak terlalu penyuka keramaian. Dia lebih suka suasana yang sepi, karena dia bisa makan dan mengobrol dengan tenang. Apalagi ini kali pertama dia bisa berduaan dengan Radit, Raina ingin suasana yang tenang, tidak riuh seperti ini. "Kalau enggak mau juga enggak apa, kita cari lagi tempat lain" balas Radit setelah melihat wajah enggan dari Raina. "Enggak apa-apa, disini aja Dit" tolak Raina cepat. Dia melirik wajah Radit dan melihat kalau lelaki itu sepertinya ingin sekali makan di tempat ini. Walaupun
Akhir pekan akhirnya datang. Kata orang hari-hari di akhir pekan adalah siksaan untuk orang yang baru saja putus. Radit baru tahu rasanya sekarang. Sabtu ini dia tidak punya janji apapun dengan siapapun. "Hah, membosankan sekali" gumam Radit. Sepanjang pagi dia hanya menyetel televisi dan menonton dengan pikiran kosong. Dia mengambil ponselnya dan mulai melihat-lihat film apa yang sedang diputar minggu ini di bioskop. "Apa ajak jalan anak kosan ya?" Radit mulai menemukan ide di kepalanya saat melihat film action yang terlihat cukup seru sudah tayang mulai minggu ini. Radit segera melihat jadwal jaga, baik Yasmin, Tama maupun Raina tidak ada yang jaga hari ini. Lelaki itu segera keluar dari kamar untuk mencari teman kosnya. Saat baru menuruni tangga, Radit bertemu dengan Raina. Gadis itu berjalan ke arah kulkas yang terletak di dapur kos dengan mata setengah terpejam, rambut berantakan dan dia mas
"Apa Kakak enggak kangen sama aku? Setelah putus Kakak sama sekali enggak pernah hubungi aku," keluh Irna. Dia merasa tidak nyaman dengan perubahan sikap Radit padanya setelah putus. Irna pikir Radit akan mengejar-ngejar dirinya setelah dia meminta putus, tapi kenyataannya justru Radit malah mendiamkan dirinya dan sama sekali tidak pernah menghubungi dirinya. "Aku rasa, kita butuh momen untuk sama-sama sendiri, supaya kita bisa pikirkan bagaimana hubungan kita selama ini" balas Radit. Dia masih sangat menyukai Irna, tapi kembali menjadi kekasih Irna masih sedikit sulit bagi Radit. Lelaki itu masih butuh waktu untuk memikirkan hubungan mereka yang dia rasa mulai tidak sehat. "Aku kangen Kakak" ucap Irna tiba-tiba. Dia merasa harus jujur tentang hal ini. "Rindu?" ucap Radit dalam hati, dia cukup terkejut dengan kejujuran Irna. Detak jantung Radit menjadi cepat saat mendengar ucapan mantan kek
Entah Raina harus bahagia atau justru waspada dengan keadaan yang saat ini dia hadapi, yang pasti selama Radit putus dari kekasihnya, lelaki itu selalu menempel pada Raina, dimana pun dan kapan pun. Tidak terasa sudah dua minggu Radit putus dari Irna. Dalam hati Radit merasa sangat nyaman, tidak ada lagi yang mengatur dengan kejam semua kehidupannya. Dia bisa menjalani kehidupan residensi dengan nyaman. Semakin hari keduanya semakin lengket, dimana ada Raina pasti ada Radit disana. "Na, selesai dari rumah sakit, kita makan dulu ya sebelum pulang ke kos" ajak Radit disela-sela acara ilmiah. "Em" balas Raina langsung mengiyakan tanpa pikir panjang, dia bahkan lupa kalau hari ini orang tuanya datang untuk melihat kamar kosnya. Sudah dua minggu Raina belum juga mengizinkan ayah ibunya untuk datang. "Oke!" balas Raina dengan bersemangat sambil mengacungkan jempolnya. Dia selalu senang setiap diajak makan