Share

Makan Malam

Ibu melihat ponsel putrinya berdering.

"Biasa, si chubby," sahut Risa sambil terkekeh.

"Kok, nggak diangkat?" tanya Wira.

"Biasa, cuma miscall doang, Yah," sahut Risa.

"Tuh anak, memang jahil. Tadi diajak nggak mau, sekarang malah bikin gaduh," sambung Inara, ibu dari Risa.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Keluarga Risa berpamitan pada Gama dan kedua orang tuanya. Mereka sudah terlihat akrab sekali. Sebelum pergi, Gama meminta nomor telepon Risa, untuk di simpan. Dengan senang hati, Risa pun langsung memberikan nomor ponsel miliknya kepada pria tampan yang merupakan cinta pertamanya itu. Risa sudah menyimpan rasa pada Gama, sejak pertama bertemu.

"Nanti, sampai rumah aku hubungin kamu," ucap Gama. 

Risa mengangguk dan tersenyum. Lalu pergi meninggalkan Gama yang masih berdiri menatapnya. Sesekali wanita cantik itu menoleh kebelakang, dan tersenyum pada pria yang baru saja di kenalnya itu. Risa tidak bisa melupakan hidung mancung, dan wajah tegas dari Gama. Bayangan wajah pria itu, terus melayang di ingatannya. Hingga tanpa di sadari, langkahnya sampai di parkiran dan menaiki mobil meninggalkan rumah makan mewah itu.

"Kayaknya mereka sudah cocok ya, Yah," ucap Inara pada suaminya.

"Bener, kelihatannya mereka memang sudah cocok." sambung ayah sambil terkekeh.

"Gimana, Ris?" tanya ibu kepada putri sulungnya itu.

"Hah, maksudnya?" tanya Risa masih belum mengerti dengan pertanyaan dari ibunya.

"Ris, menurutmu bagaimana dengan, Nak Gama?" tanya Ayah.

"Hmm ... gimana, ya ...? Ganteng, baik, tegas dan sempurna." 

"Bukan wajahnya, Ris. Tapi bagaimana karakternya menurutmu? Masuk apa nggak?" tanya ayah yang semakin penasaran.

"Kalau menurut Risa, sih ... masuk," sahut wanita cantik itu sedikit malu.

Kedua orang tuanya langsung terkekeh geli melihat wajah merah jambu putrinya, karena malu.

"Nggak usah malu, Ris. Ayah dan Ibu dulu juga gitu." sambung ayah membuat ibu menunduk malu.

"Nggak lucu, Yah!" gertak ibu Sambil mencubit lengan suaminya.

Tidak lama, sampailah mobil mereka di halaman rumahnya. Terlihat lampu ruang tengah menyala begitu terang. Risa dan ibu mengernyitkan keningnya karena merasa aneh. Segera kedua wanita itu turun dari mobil dan berjalan cepat masuk ke dalam rumah, mencari Rayna.

"Kenapa lampunya dinyalakan semua?" tanya ibu pada Risa yang berjalan di sampingnya.

"Rayna! Sayang, di mana kamu?" sapa ibu mencari-cari putri bungsunya.

"Ibu, Rayna disini," sahut wanita cantik itu, yang saat ini meringkuk di sudut ruangan.

"Hei, kamu ngapain di sana?" tanya ibu mendekati putrinya itu.

"Kenapa, Bu?" tanya Risa yang baru saja masuk kedalam rumah.

"Lihat nih," sahut Ibu sambil memeluk hangat tubuh Rayna.

"Manja banget sih, biasanya juga paling heboh. Ini malah menye-menye banget," ketus Risa, sambil terkekeh.

"Mana fotonya?" tanya Rayna.

"Foto? Foto apa ini?" tanya Ibu bingung.

"Foto calon kakak iparku," sahut Rayna membuat kesal ibu dan Risa.

"Tuh, tanya ayahmu. Tadi dia foto atau tidak. Masa di tempat seperti itu main foto-foto, kan malu," sambung ibu.

"Hah, nggak seru kalian." ketus Rayna.

"Nih, aku bungkusin pangsit kesukaanmu," ucap Risa dengan menyerahkan bungkusan pangsit kepada adiknya.

"Hah, kalian makan di restoran mewah, masa cuma bungkus pangsit goreng doang," gerutu Rayna, terlihat malas. 

"Bukannya kamu sering pesan pangsit," lirih Risa menatap wajah merah adiknya.

"Udahan nangisnya. Aku nggak rela, adikku ini berubah jelek hanya gara-gara seorang pria," bisik Risa.

Seketika Rayna tersenyum dan memukul pundak kakaknya. Wanita cantik itu, kini berjalan malas menuju kamarnya. Tangannya mulai menggeser nama kontak yang ada di layar ponsel miliknya. Karena penasaran, Rayna mencoba menghubungi Gama. Namun sayang, panggilannya ditolak mentah-mentah oleh mantan kekasihnya itu. Sontak kejadian itu, membuat hati Rayna semakin terluka. Rasa perih dan lara di dalam hatinya, membuat wanita cantik itu langsung menghapus kontak Gama dari ponselnya dan melempar benda pipih itu ke sembarangan tempat.

"Dari pada aku mikirin dosen jahat itu, mendingan aku nyari kerja keluar kota," gerutu Rayna sambil mencari-cari ponselnya barusan. 

Setelah menemukan ponselnya, betapa sakit hati Rayna, saat mendapat pesan singkat dari Gama. Dia berpesan untuk melupakan dirinya. Pria itu tidak ingin lagi mengulang kisah bersamanya. Dia mencoba mencintai wanita pilihan orang tuanya.

Saat ingin membanting ponselnya lagi, tiba-tiba panggilan dari Sena, sahabatnya terus terpajang di layar benda pipih yang sudah retak.

"Apa?" jawab Rayna terlihat ketus.

"Kalem napa, Na." sahut Sena dari ujung telepon.

"Ini sudah kalem, Sena. Ngapain tumben hubungi aku?" tanya Rayna terlihat malas.

"Ada lowongan kerja nih, terima nggak?" tanya Sena, membuat kedua mata Rayna membulat.

"Mau! Mau! Mau!" jawab Rayna dengan wajah sumringah.

"Iya, mau sih mau, tapi nggak gitu amat, Na," ketus Sena.

"Dimana?" tanya Rayna.

"Jadi office girl, di perusahaan Bokap," sahut Sena, membuat malas Rayna.

"Na! Kamu masih di sana?" tanya Sena yang tidak mendengar suara temannya itu lagi.

"Hmm," lirih Rayna.

"Kok lesu gitu," sambung Sena lagi sambil terkekeh.

"Ngapain aku sekolah sampai S2 kalau harus jadi office girl, Sena," sahut Rayna sedikit malas.

Sena hanya terkekeh dan sesekali tergelak mendengar suara temannya.

"Seneng, ya," ketus Rayna.

"Yang penting, besok kita ketemuan di tempat biasa, deh. Bawa semua persyaratan yang sudah aku kirim di chat," ucap Sena dan menutup panggilannya.

"Dasar, orang gila," gerutu Rayna sambil membaca chat yang baru saja dikirim oleh Sena.

"Aduh, ini bacanya apa sih. Kok nggak kelihatan," gerutu Rayna, karena layar ponselnya yang retak.

"Rayna, malam-malam begini, kenapa ribut banget, sih?" tanya Risa yang baru saja masuk kedalam kamarnya.

"Ini nih, si Sena. Gila banget," ketus Rayna.

"Cie, kenapa dengan Sena. Oh ... Jangan ... jangan__"

"Jangan ngaco deh, Kak. Sena hanya memberikan informasi pekerjaan kepadaku!" tegas Rayna yang langsung membuyarkan pikiran negatif Risa.

"Siapa tahu, Na. Pacarmu yang jahat itu, si Sena," sambung Risa dengan senyuman aneh di wajahnya.

"Apaan!" gertak Rayna.

"Sekarang, mendingan Kakak keluar. Aku mau tidur!" gertak Rayna lagi melengos kesal.

"Oke, aku juga sudah ngantuk. Mau bobok dulu. Semoga kamu mimpiin Sena, malam ini," ucap Risa dan pergi.

"Kakak!!!" teriak Rayna sambil melemparkan beberapa bantal ke arah kakaknya yang sudah keluar dari kamarnya.

"Hah, menyebalkan!" gerutu Rayna sambil melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidurnya yang empuk.

Kembali dia mengamati layar ponsel miliknya yang retak itu. Kini tanpa ragu lagi, dia memblokir nomor mantan kekasihnya. Akhirnya Rayna bisa bernafas lega. Dia berusaha merelakan Gama untuk wanita lain. Mungkin, Gama bukan jodoh terbaik buatnya, batin Rayna sedikit mengikhlaskan.

Malam semakin larut, kedua mata Rayna masih betah terjaga. Wanita itu terlihat berguling-guling karena bingung.

"Akhh, aku kenapa, sih," batin Rayna sambil mengacak-acak rambutnya seperti orang gila.

Kembali dia membuka ponselnya, terdapat pesan singkat dari Sena. 

"Ih, ngapain lagi sih, nih anak," gumam Rayna.

Tanpa merespon, Rayna melempar kembali ponselnya dan mulai merenung. Kedua tangannya menyentuh jantungnya yang saat ini memburu karena kesal. 

"Aku akan buktikan kepada kamu dan keluargamu, Gama. Kalau aku bisa sukses dan berdiri di kakiku sendiri," gumam Rayna penuh emosi.

Tiba-tiba wanita cantik itu menangis tersedu-sedu, saat teringat bagaimana Gama, yang merupakan dosen di fakultasnya itu, menembak dirinya.

Masih teringat jelas di ingatan Rayna, Gama membawa buket bunga dan sepasang cincin, lalu menembaknya di depan teman-temannya dan di saksikan oleh ratusan pasang mata mahasiswa di kampus itu.

"Gama?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status