Home / Romansa / PAWANG HATI SANG TUAN MUDA / BAB. 4 Kesedihan Raynard

Share

BAB. 4 Kesedihan Raynard

last update Last Updated: 2025-07-30 22:27:10

Tiba di bandara,

Setelah menempuh beberapa saat dalam perjalanan, Keluarga Brett akhirnya tiba di Bandara Internasional San Francisco yang sangat sibuk. Gedung bandara dipenuhi dengan orang-orang yang tergesa-gesa untuk bepergian, akan tetapi Tuan Zay Brett dan Nyonya Olivia Brett terlihat tenang, seolah-olah telah terbiasa dengan perjalanan jarak jauh seperti ini.

Di sebelah mereka, putra sulungnya berdiri, Raynard Brett, yang sedang berjalan dengan langkah yang berat. Wajahnya tampak suram, meski dia berusaha menyembunyikan kesedihannya. Sementara itu, Rayner, putra bungsu mereka, terlihat berjalan dengan penuh kebahagiaan sambil bergandengan tangan dengan istrinya, Deborah. Mereka terlihat harmonis, akan tetapi jauh di lubuk hati, Deborah merasa gundah dengan masa depan yang akan mereka hadapi di Jakarta nanti.

Setelah berjalan beberapa menit di area di dalam bandara Anggota Keluarga Brett, akhirnya tiba di area check-in dan segera disambut oleh petugas bandara yang sudah menunggu.

"Selamat pagi, Tuan Zay. Kami sudah menyiapkan semua keperluan Anda," ucap salah satu petugas bandara dengan ramah.

"Terima kasih," jawab Tuan Zay singkat, namun penuh wibawa.

Setelah semua pemeriksaan selesai, Anggota Keluarga Brett lalu berjalan menuju pintu keluar VIP yang langsung menghubungkan mereka dengan landasan tempat jet pribadi Tuan Zay sudah menunggu. Pilot dan kru pesawat berdiri di depan pintu pesawat, menyambut kedatangan anggota keluarga itu dengan senyuman tulus.

"Selamat datang kembali, Tuan Zay, Nyonya Olivia. Semoga perjalanan Anda menyenangkan," ucap salah satu kru, dengan membungkukkan sedikit tubuhnya sebagai tanda hormat.

Tuan Zay hanya mengangguk dan melangkah masuk ke dalam jet tersebut, diikuti oleh istrinya, Raynard, Rayner, dan Deborah. Di dalam pesawat, suasana terasa nyaman dan mewah. Sofa empuk yang berlapis kulit berwarna krem mengelilingi meja kecil, menciptakan suasana ruang tamu yang hangat. Raynard memilih duduk di pojok, menjauh dari yang lain. Dia menatap ke luar jendela pesawat, melihat landasan bandara yang mulai terlihat semakin kecil seiring dengan persiapan pesawat untuk lepas landas.

Sementara itu, Rayner dan Deborah, pasangan suami istri yang terlihat selalu romantis, duduk bersebelahan. Deborah menatap suaminya dengan senyum bahagia di sudut bibirnya, meskipun ada perasaan gelisah yang perlahan merayap di hatinya. Rayner meremas tangan Deborah, memberikan rasa nyaman kepada istrinya.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Rayner lembut, mencoba membaca ekspresi wajah Deborah yang terlihat sedikit cemas.

Deborah tersenyum, meski samar.

"Aku baik-baik saja, Sayang. Hanya sedikit ... memikirkan bagaimana reaksi keluargaku nanti. Saat mengetahui jika aku telah menikah," jawabnya jujur, meskipun dia mencoba untuk tidak terlalu memperlihatkan kekhawatirannya.

Rayner menatap Deborah dengan penuh kasih, lalu mencium tangannya.

"Kita akan menghadapi semuanya bersama, Sayangku. Jangan khawatir, aku yakin keluargamu akan menerima kita."

Deborah mengangguk pelan, meski jauh di dalam hatinya, perasaan ragu itu masih ada. "Aku berharap begitu, Rey." gumamnya pelan.

Lalu tiba-tiba, Deborah pun mengingat sifat sang ayah yang terlalu overprotektif kepadanya. Gadis itu takut Rayner, sang suami akan mendapatkan sedikit masalah dengan sikap dan reaksi ayahnya, saat mengetahui jika dirinya dan Rayner telah resmi menikah tanpa sepengetahuan ayahnya.

Di sisi lain, Tuan Zay dan Nyonya Olivia duduk bersebelahan di kursi depan, menikmati suasana damai di dalam pesawat. Mereka saling bertukar pandang dan tersenyum, tampak bangga dengan pencapaian kedua putra mereka.

"Akhirnya, kedua putra kita sudah menyelesaikan studi mereka di Stanford University, Darling." Ucap Nyonya Olivia dengan nada lega.

"Dan lihat, Rayner sekarang juga sudah menikah. Aku tidak pernah menyangka waktu berlalu begitu cepat," seru Nyonya Olivia sambil menatap suaminya dengan perasaan senang.

Tuan Zay pun mengangguk, wajahnya terlihat puas saat mendengar perkataan istrinya.

"Ya, mereka sudah dewasa sekarang. Raynard dan Rayner sudah membuat kita bangga. Aku yakin kedepannya akan melakukan hal besar di Jakarta nanti."

Namun, meskipun Nyonya Olivia tersenyum, matanya melirik ke arah Raynard yang duduk terdiam di pojok. Dia menyadari perubahan sikap putra sulungnya itu sejak beberapa waktu belakangan ini. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, tapi sang ibu masih belum berani untuk menanyakannya.

"Darling, apakah menurutmu Raynard baik-baik saja?" tanya Nyonya Olivia pelan kepada suaminya, penuh kekhawatiran.

Tuan Zay mengikuti pandangan istrinya, menatap Raynard dari kejauhan.

"Dia akan baik-baik saja. Mungkin Raynard hanya merasa sedikit terbebani dengan semua tanggung jawab yang ada di depannya nanti. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Darling."

Di bagian pojok ruangan dalam pesawat jet Itu, Raynard masih menatap kosong ke arah luar jendela. Pikirannya melayang jauh ke belakang, mengingat masa-masa kebersamaannya dengan Rebecca. Gadis yang telah menghilang begitu saja dari hidupnya. Raynard tidak tahu ke mana Rebecca pergi, dan bahkan tidak tahu apakah dia akan pernah melihatnya lagi.

Raynard mengepalkan tangannya, menahan rasa sakit yang tiba-tiba muncul di dadanya. Sang pria lalu menatap ke luar jendela lagi, saat pesawat mulai lepas landas meninggalkan San Francisco.

"Rebecca .... Kamu di mana sebenarnya? Haruskah aku melupakanmu?" gumamnya pelan, nyaris tak terdengar. Di tengah kegembiraan keluarganya, Raynard merasa terjebak dalam kesedihan yang mendalam.

Sementara itu, Rayner dan Deborah tampak lebih santai. Mereka menikmati momen bersama di dalam pesawat jet itu, dengan tangan keduanya yang saling menggenggam erat. Rayner menatap istrinya dengan penuh cinta, berusaha menenangkan kekhawatirannya.

"Deborah Sayangku, tidak peduli apa pun yang akan terjadi nanti di Jakarta. Satu yang kamu harus tahu jika aku akan selalu ada di sisimu," ucap Rayner dengan tegas.

"Kita akan menghadapi semuanya bersama-sama."

Deborah menatap suaminya dengan mata yang sedikit berkaca-kaca.

"Terima kasih, Rayner. Aku tahu aku bisa mengandalkanmu," jawabnya, mencoba menahan air mata yang hampir jatuh di pelupuk matanya.

Pesawat mulai terbang semakin tinggi, meninggalkan langit biru Kota San Francisco yang berangsur-angsur berubah menjadi hamparan awan putih. Deborah menatap keluar jendela, memperhatikan pemandangan itu dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, dia bahagia telah menikah dengan pria yang dicintainya, Rayner. Akan tetapi di sisi lain, kekhawatirannya tentang keluarganya di Jakarta terus menghantui pikirannya.

Sementara itu, di kursi depan, Tuan Zay dan Nyonya Olivia mulai berbincang tentang rencana mereka setelah tiba di Jakarta.

"Kita harus memastikan semua sudah disiapkan untuk menyambut kedatangan kedua putra kita. Keluarga besar pasti sudah menunggu," ucap Tuan Zay dengan nada serius.

"Ya, aku juga sudah memberitahu beberapa kerabat dekat kita untuk datang. Ini akan menjadi kesempatan yang bagus untuk merayakan kepulangan Raynard dan Rayner," jawab Nyonya Olivia.

Raynard, yang masih tenggelam dalam pikirannya, mendengar obrolan kedua orang tuanya, akan tetapi tidak meresponnya sama sekali. Hatinya masih terlalu berat untuk ikut merayakan apa yang direncanakan oleh keluarganya.

Pesawat terus melaju di atas awan, meninggalkan Kota San Francisco jauh di belakang. Keluarga Brett bersiap untuk memulai babak baru kehidupan mereka di Jakarta, meski masing-masing membawa perasaan yang berbeda di dalam hatinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PAWANG HATI SANG TUAN MUDA   BAB. 95 Kemenangan Brett Group

    Keesokan harinya, di ballroom sebuah Hotel di, Jakarta, ratusan wartawan berkumpul. Lampu kamera berkedip-kedip ketika Raynard dan Rayner naik ke podium bersama ayah mereka.Raynard membuka konferensi dengan percaya diri. “Kami ingin mengklarifikasi tuduhan pelanggaran hak paten oleh perusahaan asing terhadap perusahaan kami. Kami memiliki bukti kuat bahwa hak paten tersebut diperoleh lewat cara ilegal.”Rayner melanjutkan, “Kami telah menyerahkan semua dokumen kepada Kementerian Hukum dan HAM, serta melibatkan lembaga investigasi internasional.”Tuan Zay menutup pernyataan, “Brett Group berdiri atas fondasi integritas. Kami tidak akan tinggal diam melihat inovasi anak bangsa dicuri dan digunakan oleh pihak luar untuk tujuan menjatuhkan.”Salah satu wartawan bertanya, “Apakah benar ada keterlibatan pihak internal dari perusahaan?”Raynard menjawab tegas, “Ya. Kami telah mengidentifikasi pelakunya dan sedang menempuh jalur hukum. Kami juga akan memperkuat sistem keamanan data perus

  • PAWANG HATI SANG TUAN MUDA   BAB. 94 Ternyata Masalah Belum Sepenuhnya Selesai

    Tiga hari setelah penyelamatan Rayner, suasana di rumah Keluarga Brett masih dipenuhi penjagaan ketat. Polisi mondar-mandir, membawa berkas dan laporan. Di ruang tamu, Rayner duduk di kursi roda, mengenakan kaus putih longgar dan celana santai. Luka lebam di pipinya mulai memudar, tapi matanya masih menyimpan bara.Raynard duduk di seberangnya sambil memeriksa dokumen hasil penyidikan.“Riche sudah ditahan. Dia coba kabur tadi malam dari hotel persembunyian di BSD, tapi tim kita lebih cepat,” ujar Raynard.Rayner mengangguk perlahan.“Bagus. Sekarang waktunya kita bersihkan jaringannya dari dalam perusahaan.”Raynard menoleh tajam. “Kamu curiga ada kaki tangannya di dalam perusahaan?”Rayner menatap lurus. “Riche terlalu cerdas untuk bergerak sendiri. Dia pasti dibantu oleh orang yang tahu ritme kerja kita.”Sementara itu, di lantai atas.Deborah duduk sendiri di kamar tidurnya. Cahaya matahari menembus jendela, tapi wajahnya tetap muram. Dia menggenggam bantal di dadanya, matanya sem

  • PAWANG HATI SANG TUAN MUDA   BAB. 93 Rayner Diculik

    Sudah dua bulan sejak penangkapan Romi. Perusahaan Keluarga Brett, semakin melejit. Kepercayaan publik meningkat, dan berbagai kontrak besar masuk dari luar negeri. Kehidupan Rayner dan Deborah pun terasa semakin damai.Namun, di balik segala kejayaan itu, seseorang sedang menyusun rencana diam-diam.Namanya, Tuan Mandala.Seorang mantan mitra bisnis Tuan Zay Brett, ayah Rayner, yang pernah didepak karena terbukti memanipulasi laporan keuangan perusahaan gabungan mereka di masa lalu. Sejak itu, Mandala menghilang, membawa kebencian yang membara terhadap Keluarga BretJakarta, di malam hari, sebuah ruangan kantor gelap di lantai paling atas.Mandala berdiri menghadap jendela besar, menatap lampu-lampu kota. Di tangannya, secarik foto Rayner dan Deborah di sebuah acara gala.“Kamu pikir kamu bisa ambil semua ini dariku, Rayner?” gumamnya.Dari belakang, seorang pria muda bersetelan rapi masuk. “Tuan Mandala, dokumen perusahaan Tuan Zay Brett sudah kami periksa. Beberapa celah kecil dal

  • PAWANG HATI SANG TUAN MUDA   BAB. 92 Menangkap Biang Kerok Yang Masih Tersisa

    Sinar mentari belum sepenuhnya menembus jendela rumah sakit tempat Deborah dirawat. Rayner duduk di samping ranjang, menggenggam tangan istrinya yang masih lemah namun mulai membaik. Dia menatap wajah wanita itu dengan sorot yang penuh janji dan perlindungan.“Setelah ini,” ucap Rayner lirih, “Aku tidak akan biarkan siapapun menyentuhmu lagi, Deb.”Deborah membuka mata perlahan dan tersenyum lemah. “Kamu datang tepat waktu, aku pikir aku nggak akan bisa lihat kamu lagi.”Rayner mengecup tangan istrinya, lalu berdiri ketika Emir masuk ke kamar.“Maaf mengganggu, Bos,” ujar Asisten Emir. “Tapi ada perkembangan dari Pak Fikri.”Rayner menoleh cepat. “Apa itu?”Emir mengangkat selembar foto yang baru saja dicetak. Di dalamnya tampak seorang pria paruh baya, mengenakan jas mahal, tengah berbicara dengan Armand dalam rekaman CCTV yang diambil diam-diam dari lobi hotel bintang lima.“Inilah orangnya. Tim investigasi yakin jika orang ini adalah Hades,” ucap Emir serius. “Dan Anda nggak aka

  • PAWANG HATI SANG TUAN MUDA   BAB. 91 Deborah Diculik

    Hari mulai beranjak siang, langit Jakarta tampak kelabu. Di halaman sebuah rumah megah bergaya klasik kolonial milik Tuan Riko, suara mobil mendadak memecah keheningan. Sebuah SUV hitam berhenti mendadak di depan pagar, diikuti dua mobil polisi.Dari dalam mobil, Rayner melompat turun dengan napas memburu. Wajahnya masih tampak lelah, namun sorot matanya menyala tajam. Di sampingnya, Emir, asistennya yang setia, ikut turun sambil membuka pintu untuk dua perwira polisi berseragam lengkap.“Pastikan semua sesuai prosedur,” bisik Rayner kepada Emir.“Jangan sampai Tuan Riko menutupi jejaknya.”“Siap, Tuan,” jawab Emir serius.Gerbang terbuka. Seorang penjaga rumah terlihat gugup ketika melihat polisi datang.“Rayner?” Suara berat memecah udara. Dari pintu depan, Tuan Riko muncul dengan setelan jas abu dan sorot mata mencurigai.Rayner melangkah maju. “Saya tidak datang untuk basa-basi, Tuan Riko. Saya datang untuk menuntut jawaban.”“Apa maksudmu datang membawa polisi ke rumah mertuamu

  • PAWANG HATI SANG TUAN MUDA   BAB. 90 Deborah Disidang Oleh Ayahnya

    Pagi yang seharusnya tenang di kediaman mewah Tuan Riko berubah menjadi neraka. Di ruang kerjanya yang luas, suara gebrakan meja menggema.“Deborah! Masuk sini sekarang juga!” suara Tuan Riko membelah keheningan rumah.Deborah melangkah masuk perlahan, wajahnya tegang. Di atas meja, tergeletak tumpukan foto-foto dirinya dan Rayner duduk di sebuah kafe, berjalan di taman, bahkan berpelukan di tempat parkir.“Apa ini?” gertak Tuan Riko. “Selama ini kamu bohong sama Papi?”Deborah menggenggam tangannya sendiri, berusaha menenangkan detak jantungnya. “Papi, aku hanya ingin hidupku sendiri. Aku sudah menikah dengan Rayner. Di San Francisco.”Wajah Tuan Riko memucat, lalu memerah. “Kamu menikah tanpa restu, dengan pria itu!”Deborah mengangguk pelan.“Aku mencintainya, Papi. Hubungan kami juga sudah sah. Kami sudah daftarkan pernikahan kami di KJRI di San Francisco. Dokumen kami lengkap.”“Cukup!” Tuan Riko berdiri, mendorong kursinya hingga terjungkal. “Mulai hari ini, kamu tidak boleh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status