Bacaan khusus dewasa, 21 tahun ke atas. Kisah percintaan dua saudara kembar yang sama-sama menjabat sebagai pemimpin di perusahaan besar milik keluarganya. Raynard Brett yang kehilangan cinta pertamanya di suatu malam yang sangat tragis. Rebecca menghilang tanpa sebab ketika dirinya telah menyerahkan mahkotanya kepada Raynard, yang menyebabkan pria itu kewalahan mencari sang pujaan hati yang masih belum dirinya temukan sampai saat ini. Demikian halnya dengan Rayner Brett yang mendapati jika ayah mertuanya mencoba memisahkan dirinya dengan Deborah, seorang gadis yang telah sah menjadi istrinya. Hanya karena mereka yang menikah secara diam-diam tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada keluarga Deborah dan juga persaingan bisnis diantara kedua belah pihak keluarga. Mampukah Raynard dan Rayner menyelesaikan kemelut percintaan mereka? Ataukah keduanya hanya bisa pasrah dengan keadaan yang menimpa kedua pria tampan tersebut? Plagiarisme melanggar undang-undang hak cipta nomor 28 tahun 2014.
View MorePagi itu, matahari baru saja terbit di Kota San Francisco, sinar hangatnya menembus tirai-tirai jendela perumahan yang tenang di salah satu sudut kota. Di dalam rumah besar bergaya modern tersebut, suasana sibuk dan penuh aktivitas. Anggota keluarga besar ini sedang bersiap-siap untuk kembali ke Indonesia setelah beberapa waktu menghabiskan waktu bersama di Amerika.
Tuan dan Nyonya Brett menginginkan kedua putra kembar mereka untuk kembali ke tanah air setelah menyelesaikan pendidikan S2 di Stanford University. Raynard dan Rayner Brett diharapkan akan menjadi penerus kerajaan bisnis sang ayah yang telah berkembang pesat di Kota Jakarta, Indonesia. Di lantai bawah rumah megah itu, Mommy Olivia terdengar sibuk memberikan perintah, memastikan semua orang siap untuk berangkat. "Raynard, jangan lupa koper yang ada di kamarmu, dan tolong bantu Daddy Zay untuk membawa barang-barang ke dalam mobil!" Suara Mommy Olivia bergema dari dapur, membuat Raynard yang tengah melangkah ke ruang tamu hanya mengangguk, tanpa berniat menolak. Pria tampan itu sepertinya sudah terbiasa dengan perintah tegas ibunya. Daddy Zay, pria paruh baya dengan rambut yang mulai beruban namun masih tampak gagah, sibuk mengatur koper-koper di dekat pintu depan. Dia memeriksa kembali tiket pesawat dan paspor mereka di tas tangannya. Sementara itu, Raynard, yang adalah saudara kembar Rayner, terlihat sedikit jengkel, matanya terus menoleh ke arah tangga. "Mana Rayner? Masih di dalam kamar? Gila tuh anak! Ngapain dia dan Deborah nggak keluar juga dari kamar?" gumamnya pada dirinya sendiri, pria itu berjalan mendekat ke tangga, seraya melihat ke atas. Namun tanda-tanda sang adik kembarnya dan istrinya masih belum kelihatan juga. Sementara di lantai atas, suasana sangat berbeda. Di balik pintu kamar yang tertutup rapat, Rayner dan Deborah, sepasang suami istri yang terus dipenuhi kebahagiaan karena saling mencintai, terlihat sedang larut dalam momen intim mereka. Keduanya seolah-olah lupa dengan kepulangan ke Indonesia yang sudah semakin dekat. Rayner dan Deborah malah semakin tenggelam dalam permainan hasrat yang sudah lama mereka nantikan. “Sayang! Aku mau keluar,” ujar Rayner semakin mempercepat laju goyangannya. Hingga di suatu ketika, keduanya sama-sama mencapai puncak nirwana. “Argghh!” “Akh!” Namun sepertinya sang pria tampan tersebut masih belum puas juga. Rayner masih berbaring di ranjang besar itu, kulitnya bersentuhan dengan seprai putih bersih. Matanya langsung tertuju pada Deborah yang sedang duduk di sampingnya. Dia pun mulai tersenyum nakal. Lalu kembali menarik istrinya lebih dekat, mencium lehernya dengan lembut, yang membuat Deborah menggelitik manja. "Rey, Sayang. Kita ... kita harus siap-siap. Semua orang pasti sedang menunggu kita," ucap Deborah setengah berbisik, suaranya serak karena mulai terbuai godaan dari suaminya. Rayner tertawa pelan, tangannya masih melingkar di pinggang istrinya. "He-he-he. Kita masih punya waktu, Sayang. Lagi pula, ini pagi terakhir kita di sini. Aku ingin memanfaatkan setiap detiknya bersamamu, Cintaku." Deborah tersenyum mendengar jawaban suaminya. Dia lalu membelai wajah Rayner, matanya menatap dalam-dalam, sebelum mencium bibirnya. Ciuman mereka semakin membelit bibir keduanya, seakan-akan tak ada yang bisa mengganggu momen indah itu. Kedua tubuh mereka menyatu, memenuhi kamar dengan kehangatan yang tak tertahankan. Deborah semakin kacau saat Rayner mulai menyedot kedua bukit kembarnya dengan mulutnya yang lihai sambil membelai pucuk pink kecoklatan itu dengan lidahnya. “Rey, Sayang! Ah …! Sshhh!” desisnya mulai terbawa hasrat permainan panas suaminya. Namun, dari luar kamar mulai terdengar suara teriakan Mommy Olivia yang semakin keras. "Rayner! Deborah! Kalian berdua belum siap juga? Pesawat kita berangkat tiga jam lagi! Ayo cepat turun!" Deborah berhenti sejenak, tertawa pelan dan meletakkan jari telunjuknya di bibir Rayner untuk menghentikan permainan panas suaminya. "Rey sudah cukup. Mommy mulai marah," ucapnya sambil menatap ke arah suaminya. Rayner hanya mengangkat bahu. "Biarkan saja. Ini waktu kita, tidak ada yang bisa mengganggunya," jawabnya dengan suara malas, menarik Deborah kembali ke pelukannya. “Tapi, Rey ….” protes Deborah lagi. Namun Rayner malah membungkam bibir istrinya dengan bibirnya, sambil mulai menggoyangkan pinggulnya ke dalam gua sempit milik Deborah. Deborah, yang awalnya terlihat ragu, akhirnya menyerah. "Kamu memang selalu tahu cara meyakinkanku, Sayang!" bisiknya sebelum kembali larut dalam cumbuan penuh gairah dengan Rayner, suaminya. “Iya dong, Sayangku. Kan Mommy ingin segera menimang cucu dari kita. So, kita harus sering-sering olahraga ranjang, Baby!” cecar Rayner sambil terus bergoyang penuh hasrat. Suasana di dalam kamar itu menjadi semakin panas, seolah-olah dunia luar tak ada artinya bagi Deborah dan Rayner. Mereka semakin terjebak dalam pusaran keintiman, lupa akan waktu dan kewajiban yang menanti di luar. Sementara itu, di lantai bawah, Raynard mulai merasa tidak sabar dengan kedua pasangan suami istri itu. Dia pun mulai menghentakkan kaki dengan kesal sambil menatap Daddy Zay yang tetap tenang di sampingnya. "Daddy, mereka masih belum turun. Apa aku harus ke atas dan menyeret Rayner keluar dari kamarnya?" Daddy Zay hanya tersenyum kecil. "Biarkan saja, Raynard. Mereka kan telah menikah, mungkin masih menikmati momen-momen berdua." Raynard mendengus, merasa tidak puas dengan jawaban dari ayahnya itu. "Iya sih, Dad. tapi kita juga harus mengejar penerbangan kita. Kalau terlambat, kita mungkin tidak bisa mendapatkan penerbangan pengganti dengan mudah. Rayner nih kadang-kadang nggak kenal waktu. Gass terus! Deborah juga terlalu mengikuti maunya Rayner," kesal Raynard. “Ya, namanya Deborah sudah menjadi istrinya Rayner, memang harus nurut kata suami,” tukas sang ayah yang mendukung putra bungsunya demi untuk segera mendapatkan cucu penerusnya. Mommy Olivia, yang baru saja keluar dari dapur, dengan cepat menyusul percakapan mereka. "Kalau begitu, naiklah ke atas dan panggil mereka. Mommy tak mau mendengar alasan Rayner lagi!" serunya. “Siap, Mom!” Raynard pun menghela napas berat sebelum akhirnya menaiki tangga dengan cepat, langkah kakinya terdengar jelas. Setibanya di depan kamar Rayner, dia mengetuk pintu dengan keras. "Rayner! Deborah! Ayo kalian cepat keluar, kita akan terlambat!" Namun, dari dalam kamar, tidak ada respon apapun dari keduanya. Raynard mengetuk lebih keras lagi. "Rayner! Kamu dengar aku, kan? Jangan membuat kami menunggumu lebih lama lagi!" Di dalam kamar, Rayner hanya tertawa kecil sambil memandang Deborah. "He-he-he! Ganggu saja nih Raynard! Dia nggak tahu apa nikmatnya bercinta di atas ranjang?" ujar Rayner yang terus saja menggoyangkan pinggulnya tidak terpengaruh sedikitpun dengan suara saudara kembarnya yang protes karena mereka tidak keluar dari kamar. Deborah menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu memukul dada suaminya pelan sambil tertawa. "He-he-he. Ayo, Rey, kita benar-benar harus turun. Ini sudah terlalu lama," ucap Deborah sambil beranjak dari ranjang, akan tetapi sebelum dia bisa melangkah lebih jauh, Rayner menariknya kembali. "Hanya sebentar lagi, Baby." bisik Rayner dengan nada menggoda, membuat Deborah tidak bisa menolak. Keduanya kembali terjerumus dalam hasrat yang menggebu-gebu, mengabaikan suara ketukan yang semakin keras di luar pintu. Goyangan demi goyangan tercipta cepat bagaikan kecepatan mesin turbo tingkat tinggi. Deborah terlihat menutup mulutnya dengan kedua tangannya takut jika suara-suara aneh yang keluar dari bibirnya didengar oleh sahabatnya, Raynard. Raynard, di sisi lain, semakin kesal kepada adik kembarnya. "Aku tahu kalian mendengarku! Ayolah, ini bukan waktunya bermain-main!" teriaknya dari luar, namun tetap saja tidak ada jawaban. "Sudahlah, Raynard. Biarkan mereka berduaan dulu." Daddy Zay tiba-tiba muncul di belakangnya, menepuk pundak putra sulungnya. "Mereka akan turun sebentar lagi,” ucap sang ayah. Raynard memutar matanya, jelas-jelas jengkel dengan sikap santai ayahnya. "Kita tidak bisa membiarkan mereka terus-terusan seperti ini, Daddy. Mommy pasti akan marah besar kalau mereka terlambat." "Tenang saja. Keduanya tidak akan membuat kita ketinggalan pesawat," ucap Daddy Zay dengan nada tenang sebelum berjalan kembali ke ruang tamu. Raynard menggelengkan kepala, merasa tak berdaya. Akhirnya, dia memutuskan untuk turun kembali ke lantai bawah, meninggalkan adiknya dan Deborah di kamar. “Coba dengar. Mereka tidak ada lagi di depan kamar kita,” tutur Rayner sambil terus bergoyang. “Iya, Rey! Ah, pelan, Sayang! Oh!” desah Deborah semakin hanyut oleh permainan panas suaminya. Setelah beberapa waktu, akhirnya Rayner dan Deborah mencapai puncak nirwana secara bersama-sama. Deborah lalu menatap Rayner dengan tatapan penuh kasih, sementara Rayner membalasnya dengan senyum puas. Mereka berdua sadar jika mereka harus segera bersiap-siap. “Rey, aku duluan mandinya, ya!” ucap Deborah lalu segera berlari ke dalam kamar mandi dengan cepat dan tak lupa menguncinya dari dalam agar Rayner tidak menyusulnya, yang mungkin akan membuat sang suami memperpanjang durasi goyangan mautnya di dalam toilet. Sementara Rayner sangat tercengang karena istrinya malah meninggalkannya sendiri di atas ranjang. Mulai terdengar nada protes dari suaminya, “Sayang, kok kamu malah ninggalin aku, sih?” serunya dari luar kamar mandi. “Buka pintunya, Baby. Aku mau ikutan mandi juga,” tutur Rayner sambil membayangkan aktivitas panas yang akan mereka lakoni di dalam kamar mandi. Namun satu teriakan dari Deborah membuat bibir Rayner menjadi manyun seketika. “Kamu mandi di dalam kamar Raynard ya, Sayang. Biar kita cepat turun ke bawah,” teriak istrinya.Di tengah gemerlap malam di Kota Dubai, cahaya kota yang megah menerangi kamar President Suite yang mewah di sebuah hotel bintang lima di tengah-tengah gemerlapnya kota. Rayner dan Deborah baru saja tiba di kamar mereka yang megah setelah acara makan malam mewah bersama semua anggota Keluarga Brett. Seharian tadi, pasangan suami istri tersebut juga menghabiskan hari dengan kemesraan di kota metropolis yang penuh dengan kemewahan ini, sambil berjalan-jalan ke berbagai destinasi tempat wisata Kota Dubai. Kamar president suite mereka berada di lantai paling atas, dengan pemandangan indah Burj Khalifa yang menjulang tinggi. Ruangan itu dihiasi dengan furnitur elegan, dinding marmer, dan sebuah tempat tidur king-size yang tampak menggoda di tengah-tengah ruangan. Rayner menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, lalu menatap Deborah dengan senyum penuh cinta.Deborah, yang mengenakan gaun satin berwarna merah anggur, berjalan mendekat dengan langkah gemulai. Tatapan mata mereka saling berte
Perjalanan masih terus berlanjut,Sore itu, langit Dubai mulai berwarna keemasan menjelang malam. Keluarga Besar Brett berkumpul di area Dubai Fountain, salah satu atraksi paling menakjubkan di Dubai yang terletak di dekat Burj Khalifa. Angin hangat gurun pasir menyapu wajah mereka ketika sinar matahari terakhir perlahan mulai menghilang di ufuk barat, yang menandai jika akan dimulainya pertunjukan air mancur yang begitu terkenal.“Amazing, ya?” gumam Deborah, kagum melihat lampu-lampu di sekitar Burj Khalifa yang mulai menyala seiring datangnya malam. Di depannya, kolam besar yang menjadi latar pertunjukan Dubai Fountain terlihat berkilauan.Rayner tersenyum dan menatap Deborah di sampingnya. “Nggak cuma amazing, ini sih spektakuler.” Rayner kemudian menoleh pada kedua orang tuanya, Tuan Zay dan Nyonya Olivia, yang tampak mengobrol sambil menunggu pertunjukan dimulai.Ketika musik mulai dimainkan, air mancur mulai menari-nari mengikuti irama lagu yang energik. Tiba-tiba, Rayner meng
Setelah selesai sarapan pagi di restoran hotel tempat mereka menginap, Keluarga Besar Brett bersiap untuk memulai hari pertama mereka mengelilingi Dubai. Mommy Olivia tampak anggun dengan kacamata hitam dan scarf di leher, sementara Daddy Zay berdiri gagah di sampingnya dengan kemeja linen putih. Si sulung Raynard mengenakan kaos polo dan celana pendek santai, sedangkan adiknya, Rayner, tampil kasual namun rapi bersama istrinya, Deborah, yang selalu tersenyum manis.“Siap semua?” Daddy Zay memastikan setiap anggota keluarganya.“Siap, Dad!” Rayner menjawab semangat sambil merangkul pinggul Deborah, yang tersipu. Sementara Raynard hanya mengangguk santai.“Heboh banget sih, Lo! Kayak baru pertama saja ke sini!” kesal Raynard kepada adik kembarnya.“Jelas dong, Ray. Karena ini kali pertama aku jalan-jalan bersama Deborah, istriku! Memangnya kayak Lo? Betah menjomlo terus?” ejek Rayner kepada sang kakak.“Lo?” Raynard segera mengepalkan tangannya dan ingin menghajar adik kembarnya.Namu
Tiga hari liburan Keluarga Besar Brett di Dubai dimulai dengan kedatangan mereka di hotel mewah The Ritz-Carlton, Dubai. Hotel ini menawarkan suasana eksklusif dengan pantai pribadi yang bersih, lima kolam renang outdoor, dan kamar-kamar elegan yang langsung menghadap ke perairan biru Dubai Marina. Keluarga ini tiba dengan penuh semangat, bersiap untuk menikmati liburan singkat mereka sebelum kembali ke Jakarta.“Yei! Sayang akhirnya keinginan kita terwujud untuk liburan di Dubai!” tutur Rayner sambil merangkul erat pinggang istrinya.“Iya, Rey. Aku juga ikut senang,” ucap Deborah kepada suaminya.“Dan kita bisa lebih banyak punya waktu untuk bermain kuda-kudaan, Sayang!” tukas Rayner sambil menatap penuh rasa lapar ke arah istrinya yang sungguh memikat hatinya itu. Sementara Deborah hanya bisa tersenyum malu-malu saat ini. Apalagi Rayner sengaja membesarkan suaranya sehingga Raynard, saudara kembarnya juga ikut mendengar.“Cih! Dasar pasangan mesum! Ini masih pagi-pagi, Rey!” sindir
Jet pribadi milik Tuan Zay Brett akhirnya perlahan menuruni langit Dubai, mendarat dengan mulus di salah satu landasan di bandara internasional yang megah. Cahaya lampu yang gemerlap di Kota Dubai terlihat berkilauan dari jendela pesawat, menandakan kedatangan mereka di pusat salah satu kota termaju di dunia. Di dalam kabin yang mewah, Rayner yang duduk di samping istrinya, Deborah, yang tampak tak sabar.“Yeah, akhirnya kita sudah sampai di Dubai!” seru Rayner dengan antusias.Raynard, saudara kembarnya, yang duduk tak jauh darinya hanya bisa tersenyum tipis dan menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Rayner yang tak pernah berubah sejak kecil.“Kita cuma transit, Rayner,” ucap Raynard, mencoba mengingatkan adiknya.“What? Hanya sekedar untuk transit? Tentu saja itu tidak boleh terjadi!” seru Rayner sambil tersenyum penuh misteri.Rayner pun pura-pura tak mendengarkan apa sedang dikatakan oleh kakak kembarnya, Raynard. Karena dia sudah punya rencana sendiri di kepalanya. “Mommy,
Pesawat jet pribadi milik keluarga Brett semakin melesat tinggi di udara, membelah langit biru di atas berbagai negara dan benua. Interior mewah pesawat itu didominasi oleh warna krem dan emas yang elegan, memberikan kesan kemewahan dan kenyamanan yang tak tertandingi.Di dalam pesawat, suasana relatif tenang, hanya terdengar deru halus mesin dan suara peralatan makan yang beradu pelan. Anggota Keluarga Brett tengah menikmati perjalanan panjang menuju Jakarta, sementara kru pesawat terlihat sibuk mempersiapkan makanan di bagian pantry.Di bagian depan, Tuan Zay dan Nyonya Olivia duduk dengan nyaman di kursi berlapis kulit yang empuk. Meja kecil di depan mereka dihiasi dengan hidangan makan siang ala western yang menggugah selera. Antara lain steak medium-rare dengan saus lada hitam, kentang tumbuk halus, dan sayuran kukus. Tuan Zay yang mengenakan kemeja putih dengan dasi longgar tampak rileks sambil menyesap anggur merah dari gelas kristal di tangannya.“Steaknya enak, kan, Darling?”
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments