Home / Romansa / PAWANG HATI SANG TUAN MUDA / BAB. 5 Memanjakan Suami Di Atas Pesawat

Share

BAB. 5 Memanjakan Suami Di Atas Pesawat

last update Last Updated: 2025-07-30 22:27:53

Pesawat jet pribadi milik keluarga Brett semakin melesat tinggi di udara, membelah langit biru di atas berbagai negara dan benua. Interior mewah pesawat itu didominasi oleh warna krem dan emas yang elegan, memberikan kesan kemewahan dan kenyamanan yang tak tertandingi.

Di dalam pesawat, suasana relatif tenang, hanya terdengar deru halus mesin dan suara peralatan makan yang beradu pelan. Anggota Keluarga Brett tengah menikmati perjalanan panjang menuju Jakarta, sementara kru pesawat terlihat sibuk mempersiapkan makanan di bagian pantry.

Di bagian depan, Tuan Zay dan Nyonya Olivia duduk dengan nyaman di kursi berlapis kulit yang empuk. Meja kecil di depan mereka dihiasi dengan hidangan makan siang ala western yang menggugah selera. Antara lain steak medium-rare dengan saus lada hitam, kentang tumbuk halus, dan sayuran kukus. Tuan Zay yang mengenakan kemeja putih dengan dasi longgar tampak rileks sambil menyesap anggur merah dari gelas kristal di tangannya.

“Steaknya enak, kan, Darling?” tanya Nyonya Olivia sambil menyuapkan satu potongan daging steak ke mulutnya. Wanita sosialita itu terlihat sedang mengenakan gaun kasual berwarna pastel, yang tampak anggun dan santai.

“Iya sungguh sempurna, Darling. Kru pesawat ini memang benar-benar tahu selera kita,” jawab Tuan Zay sambil tersenyum tipis.

“Aku senang kita memutuskan untuk menggunakan jet pribadi pada perjalanan kali ini. Perjalanan kita jadi terasa lebih santai.”

Nyonya Olivia mengangguk setuju.

“Benar banget, Darling. Rasanya sudah lama kita tidak bepergian bersama dengan suasana setenang ini.”

Lalu di kursi pojok, Raynard terlihat sedang duduk dengan pandangan kosong ke luar jendela pesawat. Pria itu terlihat asyik menatap awan-awan yang menggelayut di kejauhan. Di depannya juga tersaji hidangan makan siang yang sama, namun pria itu tampak tidak begitu bernafsu untuk makan. Sesekali, garpunya bergerak malas menyentuh makanan di piring, tapi pikirannya jelas melayang entah kemana.

"Rebecca ..." gumamnya pelan, nyaris tak terdengar. Sudah bertahun-tahun, dia tidak mendapat kabar dari gadis yang diam-diam dicintainya. Kehilangannya begitu mendalam, seperti sebuah lubang yang tak bisa diisi oleh apapun. Segala sesuatu yang biasa dia nikmati sekarang terasa hampa baginya.

Salah satu kru pesawat, seorang pria berusia sekitar empat puluh tahun dengan seragam rapinya, terlihat sedang mendekat ke arah Raynard.

“Apakah Anda butuh sesuatu, Tuan Raynard?” tanyanya dengan sopan.

Raynard menggeleng pelan. “Tidak, terima kasih,” jawabnya singkat.

Pemuda tampan itu terlihat kembali menatap ke arah luar jendela, mencoba mengabaikan perasaan kosong yang terus membelenggu hatinya.

Sementara itu, di kursi belakang pesawat, Rayner dan Deborah terlihat jauh lebih ceria. Mereka berdua duduk berdampingan, dengan hidangan yang sama terhidang di meja kecil di depan mereka. Rayner, yang mengenakan kaos hitam santai, tersenyum penuh godaan sambil menyuap sepotong steak ke mulut Deborah.

“Ayo, satu gigitan lagi, Sayang. Ini sangat enak, kan?” ucap Rayner dengan nada manja.

Deborah tertawa kecil, bibirnya bergetar menahan malu.

“He-he-he. Kamu memang selalu saja punya cara untuk menggodaku, ya?” balasnya sambil membuka mulut dan menerima suapan dari Rayner, suaminya.

Gaun biru muda yang dikenakan oleh Deborah membuatnya tampak anggun, dan di matanya, terpancar rasa cinta yang tulus kepada suaminya.

Rayner pun tertawa bahagia.

“Ha-ha-ha! Ya, kan kamu istri kesayanganku. Aku harus pastikan kamu selalu bahagia, Deborah.”

Setelah selesai makan, Rayner mengusulkan sesuatu dengan senyum nakal di wajahnya. “Deb, gimana kalau kita istirahat dulu? Di belakang ada satu kamar yang nyaman, kita bisa tiduran sebentar di sana.” Seringai licik, tergambar jelas di raut wajah tampannya saat ini.

Deborah seketika menatap suaminya dengan curiga. “Tidur? Atau ada maksud lain, Rey?”

Rayner tertawa, menunjukkan deretan giginya yang putih bersih.

“Ha-ha-ha! Ya jelas ada maksud lain dong, Sayangku. Ayo, ikut aku,” ucapnya lalu meraih tangan istrinya dan menggenggamnya erat-erat.

Deborah tak bisa menahan tawanya dan akhirnya mengikuti Rayner menuju ke salah satu kamar di bagian belakang pesawat. Kamar itu dilengkapi dengan ranjang king-size yang empuk, dilapisi sprei putih bersih. Lampu kamar yang redup menambah suasana romantis.

Begitu mereka masuk, Rayner dengan cepat berbaring di atas ranjang, tangannya terentang lebar. Seraya berkata kepada istrinya

“Nah, sekarang giliranmu untuk memanjakan pedang panjangku, Sayang.

Ayo ke sini, Baby. Aku mau kamu yang naik,” ucapnya dengan nada yang dalam, tapi penuh godaan.

Deborah meletakkan kedua tangannya di pinggang, menatap suaminya dengan tatapan setengah geli, setengah kesal.

“Rayner! Kamu itu memang nggak ada kapoknya, ya? Kita lagi di atas pesawat, Sayang!” Namun, senyum di bibirnya tetap hadir menunjukkan jika dia menikmati perkataan suaminya yang selalu saja menggodanya.

“Yah, namanya juga suami istri, Deb. Harus terus bermesraan untuk memupuk rasa cinta dan saling memiliki yang hakiki! Lagi pula, kita punya waktu sampai malam tiba sebelum pesawat ini mendarat untuk transit di Dubai,” jawab Rayner sambil mengedipkan satu matanya.

Deborah terlihat menghela napasnya, tapi kemudian menyerah dan ikut berbaring di samping Rayner.

“Kamu memang selalu tahu cara untuk merayuku,” tuturnya lagi.

Rayner tertawa lagi, lalu dengan lembut menarik Deborah lebih dekat.

“Karena aku tahu apa yang terbaik untuk kita, Sayangku!”

“Yes! Baby! Lagi, Sayang! Oh!” desah Rayner yang mulai kewalahan saat istrinya sedang memainkan alat tempurnya di bawah sana. Membuat dirinya semakin melayang di udara padahal mereka juga sedang berada di dalam pesawat.

“Terus, Deborah! Do it again! Kamu sangat jago, Sayangku!” seru Rayner lagi, yang semakin tertutupi aura kabut hasrat yang semakin berkobar.

Dengan lihai, Deborah terus memanjakan senjata keramat milik Rayner. Mengulumnya, menjilat ujungnya dan memasukkannya ke dalam mulutnya.

Lidah Deborah juga ikut memainkan bola-bola kembar milik suaminya. Yang semakin membuat Rayner terbalut hasrat yang semakin naik.

“Baby! Kamu hebat, Sayangku! Teruskan, Deb! Oh!” desah Rayner tak tertahankan.

Sementara Raynard yang baru ke luar dari dalam toilet pesawat, terlihat geleng-geleng kepala saat melihat bangku Rayner dan Deborah yang kosong. Dia pun curiga jika pasangan sejoli itu sedang asyik bermesraan di dalam kamar.

“Ya ampun Rayner! Lo benar-benar tak tahu tempat! Kita sedang dalam pesawat, berani-beraninya Lo melakukannya!” seru Raynard dalam hatinya.

Waktu berlalu dengan cepat. Di luar, matahari perlahan mulai tenggelam, menggantikan siang dengan malam. Suasana di dalam pesawat masih tenang, hanya terdengar percakapan ringan antara Tuan Zay dan Nyonya Olivia, sementara Raynard tetap tenggelam dalam pikirannya, duduk sendirian di kursi pojok.

Di dalam kamar, Rayner dan Deborah masih menikmati momen-momen romantis mereka dengan penuh kehangatan. Rayner memeluk Deborah erat-erat, memberikan ciuman lembut di keningnya. “Aku mencintaimu, Deb. Selalu. Terima kasih untuk servis singkatnya, Sayang”

Deborah menatapnya dengan mata berbinar.

“Aku juga mencintaimu, Rey. Iya, sama-sama, Sayang.”

Mereka berdua akhirnya tertidur dengan damai, terhanyut dalam kebersamaan yang hangat dan penuh cinta, sementara jet pribadi mereka terus melaju di bawah langit malam, membawa keluarga Brett menuju ke Dubai untuk transit dan mengisi bahan bakar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PAWANG HATI SANG TUAN MUDA   BAB. 95 Kemenangan Brett Group

    Keesokan harinya, di ballroom sebuah Hotel di, Jakarta, ratusan wartawan berkumpul. Lampu kamera berkedip-kedip ketika Raynard dan Rayner naik ke podium bersama ayah mereka.Raynard membuka konferensi dengan percaya diri. “Kami ingin mengklarifikasi tuduhan pelanggaran hak paten oleh perusahaan asing terhadap perusahaan kami. Kami memiliki bukti kuat bahwa hak paten tersebut diperoleh lewat cara ilegal.”Rayner melanjutkan, “Kami telah menyerahkan semua dokumen kepada Kementerian Hukum dan HAM, serta melibatkan lembaga investigasi internasional.”Tuan Zay menutup pernyataan, “Brett Group berdiri atas fondasi integritas. Kami tidak akan tinggal diam melihat inovasi anak bangsa dicuri dan digunakan oleh pihak luar untuk tujuan menjatuhkan.”Salah satu wartawan bertanya, “Apakah benar ada keterlibatan pihak internal dari perusahaan?”Raynard menjawab tegas, “Ya. Kami telah mengidentifikasi pelakunya dan sedang menempuh jalur hukum. Kami juga akan memperkuat sistem keamanan data perus

  • PAWANG HATI SANG TUAN MUDA   BAB. 94 Ternyata Masalah Belum Sepenuhnya Selesai

    Tiga hari setelah penyelamatan Rayner, suasana di rumah Keluarga Brett masih dipenuhi penjagaan ketat. Polisi mondar-mandir, membawa berkas dan laporan. Di ruang tamu, Rayner duduk di kursi roda, mengenakan kaus putih longgar dan celana santai. Luka lebam di pipinya mulai memudar, tapi matanya masih menyimpan bara.Raynard duduk di seberangnya sambil memeriksa dokumen hasil penyidikan.“Riche sudah ditahan. Dia coba kabur tadi malam dari hotel persembunyian di BSD, tapi tim kita lebih cepat,” ujar Raynard.Rayner mengangguk perlahan.“Bagus. Sekarang waktunya kita bersihkan jaringannya dari dalam perusahaan.”Raynard menoleh tajam. “Kamu curiga ada kaki tangannya di dalam perusahaan?”Rayner menatap lurus. “Riche terlalu cerdas untuk bergerak sendiri. Dia pasti dibantu oleh orang yang tahu ritme kerja kita.”Sementara itu, di lantai atas.Deborah duduk sendiri di kamar tidurnya. Cahaya matahari menembus jendela, tapi wajahnya tetap muram. Dia menggenggam bantal di dadanya, matanya sem

  • PAWANG HATI SANG TUAN MUDA   BAB. 93 Rayner Diculik

    Sudah dua bulan sejak penangkapan Romi. Perusahaan Keluarga Brett, semakin melejit. Kepercayaan publik meningkat, dan berbagai kontrak besar masuk dari luar negeri. Kehidupan Rayner dan Deborah pun terasa semakin damai.Namun, di balik segala kejayaan itu, seseorang sedang menyusun rencana diam-diam.Namanya, Tuan Mandala.Seorang mantan mitra bisnis Tuan Zay Brett, ayah Rayner, yang pernah didepak karena terbukti memanipulasi laporan keuangan perusahaan gabungan mereka di masa lalu. Sejak itu, Mandala menghilang, membawa kebencian yang membara terhadap Keluarga BretJakarta, di malam hari, sebuah ruangan kantor gelap di lantai paling atas.Mandala berdiri menghadap jendela besar, menatap lampu-lampu kota. Di tangannya, secarik foto Rayner dan Deborah di sebuah acara gala.“Kamu pikir kamu bisa ambil semua ini dariku, Rayner?” gumamnya.Dari belakang, seorang pria muda bersetelan rapi masuk. “Tuan Mandala, dokumen perusahaan Tuan Zay Brett sudah kami periksa. Beberapa celah kecil dal

  • PAWANG HATI SANG TUAN MUDA   BAB. 92 Menangkap Biang Kerok Yang Masih Tersisa

    Sinar mentari belum sepenuhnya menembus jendela rumah sakit tempat Deborah dirawat. Rayner duduk di samping ranjang, menggenggam tangan istrinya yang masih lemah namun mulai membaik. Dia menatap wajah wanita itu dengan sorot yang penuh janji dan perlindungan.“Setelah ini,” ucap Rayner lirih, “Aku tidak akan biarkan siapapun menyentuhmu lagi, Deb.”Deborah membuka mata perlahan dan tersenyum lemah. “Kamu datang tepat waktu, aku pikir aku nggak akan bisa lihat kamu lagi.”Rayner mengecup tangan istrinya, lalu berdiri ketika Emir masuk ke kamar.“Maaf mengganggu, Bos,” ujar Asisten Emir. “Tapi ada perkembangan dari Pak Fikri.”Rayner menoleh cepat. “Apa itu?”Emir mengangkat selembar foto yang baru saja dicetak. Di dalamnya tampak seorang pria paruh baya, mengenakan jas mahal, tengah berbicara dengan Armand dalam rekaman CCTV yang diambil diam-diam dari lobi hotel bintang lima.“Inilah orangnya. Tim investigasi yakin jika orang ini adalah Hades,” ucap Emir serius. “Dan Anda nggak aka

  • PAWANG HATI SANG TUAN MUDA   BAB. 91 Deborah Diculik

    Hari mulai beranjak siang, langit Jakarta tampak kelabu. Di halaman sebuah rumah megah bergaya klasik kolonial milik Tuan Riko, suara mobil mendadak memecah keheningan. Sebuah SUV hitam berhenti mendadak di depan pagar, diikuti dua mobil polisi.Dari dalam mobil, Rayner melompat turun dengan napas memburu. Wajahnya masih tampak lelah, namun sorot matanya menyala tajam. Di sampingnya, Emir, asistennya yang setia, ikut turun sambil membuka pintu untuk dua perwira polisi berseragam lengkap.“Pastikan semua sesuai prosedur,” bisik Rayner kepada Emir.“Jangan sampai Tuan Riko menutupi jejaknya.”“Siap, Tuan,” jawab Emir serius.Gerbang terbuka. Seorang penjaga rumah terlihat gugup ketika melihat polisi datang.“Rayner?” Suara berat memecah udara. Dari pintu depan, Tuan Riko muncul dengan setelan jas abu dan sorot mata mencurigai.Rayner melangkah maju. “Saya tidak datang untuk basa-basi, Tuan Riko. Saya datang untuk menuntut jawaban.”“Apa maksudmu datang membawa polisi ke rumah mertuamu

  • PAWANG HATI SANG TUAN MUDA   BAB. 90 Deborah Disidang Oleh Ayahnya

    Pagi yang seharusnya tenang di kediaman mewah Tuan Riko berubah menjadi neraka. Di ruang kerjanya yang luas, suara gebrakan meja menggema.“Deborah! Masuk sini sekarang juga!” suara Tuan Riko membelah keheningan rumah.Deborah melangkah masuk perlahan, wajahnya tegang. Di atas meja, tergeletak tumpukan foto-foto dirinya dan Rayner duduk di sebuah kafe, berjalan di taman, bahkan berpelukan di tempat parkir.“Apa ini?” gertak Tuan Riko. “Selama ini kamu bohong sama Papi?”Deborah menggenggam tangannya sendiri, berusaha menenangkan detak jantungnya. “Papi, aku hanya ingin hidupku sendiri. Aku sudah menikah dengan Rayner. Di San Francisco.”Wajah Tuan Riko memucat, lalu memerah. “Kamu menikah tanpa restu, dengan pria itu!”Deborah mengangguk pelan.“Aku mencintainya, Papi. Hubungan kami juga sudah sah. Kami sudah daftarkan pernikahan kami di KJRI di San Francisco. Dokumen kami lengkap.”“Cukup!” Tuan Riko berdiri, mendorong kursinya hingga terjungkal. “Mulai hari ini, kamu tidak boleh

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status