Home / Pendekar / PEDANG NAGA LANGIT / Bab 26 - Kutukan yang Mengguncang Jiwa

Share

Bab 26 - Kutukan yang Mengguncang Jiwa

Author: Andi Iwa
last update Last Updated: 2025-03-13 08:35:09

Dinginnya angin malam membelai wajah Li Feng saat ia menatap pedang di tangannya. Pedang Naga Langit berkilauan di bawah sinar bulan, pantulan cahayanya seperti mata naga yang sedang mengawasi mangsanya. Tapi ada sesuatu yang aneh. Pedang ini… terasa hidup.

"Kenapa pedang ini terasa begitu berat?" gumamnya sambil mengerutkan dahi.

Li Feng menghela napas panjang, berusaha mengabaikan perasaan aneh yang menyelimuti hatinya. Namun, seiring waktu berlalu, sesuatu mulai mengusik pikirannya. Setiap kali ia menutup mata, ia melihat bayangan merah, seperti darah yang mengalir deras, membanjiri tanah di sekelilingnya. Ia mendengar bisikan—suara yang samar namun menusuk relung pikirannya.

“Kau haus darah, bukan?”

Seketika Li Feng terbangun dari tidurnya, napasnya memburu, keringat dingin membasahi dahinya. Pandangannya mengarah ke pedang yang tergeletak di sampingnya. Jari-jarinya gemetar saat menyentuh gagangnya.

"Apa
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 27 - Kembali ke Ibu Kota dengan Luka

    Langit mendung menyambut perjalanan Li Feng kembali ke ibu kota. Sore yang kelabu, dengan awan gelap menggantung di atas, seakan mencerminkan suasana hatinya. Dari kejauhan, dia bisa melihat kemegahan ibu kota kekaisaran yang berdiri tegak, sebuah kota yang penuh dengan ambisi, intrik, dan rahasia. Namun, bagi Li Feng, ibu kota kini terasa seperti sebuah dunia asing—sebuah dunia yang sudah tidak lagi mengenalnya, seperti sebuah medan pertempuran yang akan menguji kesetiaannya, keberaniannya, dan kepercayaan dirinya. Saat kuda yang ditungganginya melaju cepat menuju gerbang kota, Li Feng merasakan pandangan yang penuh penghormatan dari beberapa orang yang melihatnya. Para prajurit, penduduk biasa, bahkan pedagang yang biasa mengabaikannya kini menatapnya dengan mata penuh rasa kagum. Namun, di balik tatapan itu, Li Feng tahu ada bahaya yang lebih besar menantinya. Ia bisa merasakannya di setiap langkah yang ia ambil. "Li Feng! Li Feng!" suara keras meman

    Last Updated : 2025-03-14
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 28 - Jebakan di Istana Kekaisaran

    Cahaya lilin berkelip di dalam kamar mewah yang dipenuhi aroma obat-obatan. Putri Ling’er terbaring di atas ranjang berselimut sutra, wajahnya masih pucat meski napasnya sudah lebih teratur. Di sudut ruangan, seorang tabib istana menutup kotak obatnya dengan ekspresi lega. "Putri sudah stabil, luka-lukanya tidak membahayakan nyawa," ujar sang tabib kepada seorang pelayan yang berdiri di dekat pintu. Di luar kamar, Li Feng bersandar di dinding, tangannya terkepal. Malam yang mencekam itu masih membekas dalam pikirannya—serangan yang hampir merenggut nyawa Putri Ling’er dan jebakan yang nyaris menjeratnya dalam permainan politik yang busuk. Kilau emas dan merah darah menghiasi balairung istana. Para pejabat berdiri berjajar dengan pakaian formal mereka, wajah mereka beragam—ada yang tersenyum tulus, ada yang menatap penuh kecemburuan, dan ada pula yang mengintai dengan niat tersembunyi. Li Feng melangkah dengan langkah tegap, pakaiannya mas

    Last Updated : 2025-03-14
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 29 - Penyelamatan oleh Putri Ling’er

    Li Feng berdiri di tengah aula istana yang sunyi, dikelilingi tatapan tajam para pejabat tinggi. Tuduhan yang menimpanya begitu berat—pengkhianatan, konspirasi melawan Kaisar, dan ambisi pribadi yang mengancam kestabilan kekaisaran. Darahnya masih berceceran di lengan jubahnya akibat pertempuran sebelumnya, tetapi rasa sakit itu tak sebanding dengan tekanan yang kini ia hadapi. Mata Kaisar menatapnya dengan dingin, penuh keraguan. Jenderal Zhao tersenyum tipis, puas melihat Li Feng dalam posisi terjepit. "Yang Mulia," katanya dengan nada penuh kepalsuan, "Li Feng telah menunjukkan keberanian di medan perang, tetapi juga kesombongan. Bagaimana mungkin seorang prajurit rendahan tiba-tiba menjadi pahlawan yang disanjung? Tidakkah Yang Mulia merasa ada yang tidak beres di sini?" Bisikan-bisikan terdengar di antara pejabat istana. Beberapa dari mereka sudah lama iri pada Li Feng, seorang rakyat biasa yang tiba-tiba naik pangkat begitu cepat.

    Last Updated : 2025-03-15
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 30 - Perintah Kaisar: Perang di Perbatasan

    Langit senja di ibu kota membentang seperti kanvas merah darah, seolah memberi pertanda akan datangnya badai besar. Di dalam istana kekaisaran, suasana tegang menguasai ruangan pertemuan. Para pejabat berdiri di sisi kiri dan kanan, sementara di atas singgasananya, Kaisar menatap tajam ke arah Li Feng. Li Feng berdiri tegap di hadapan Kaisar, wajahnya tetap tenang meski dadanya bergemuruh. Pedang Naga Langit tersarung di pinggangnya, terasa berat bukan hanya karena bobotnya, tetapi juga karena kutukan yang masih samar-samar berbisik di benaknya. “Li Feng,” suara Kaisar menggema di dalam ruangan. “Kau telah membawa pulang Pedang Naga Langit, tetapi tugasmu belum selesai.” Li Feng menunduk hormat. “Hamba siap menjalankan perintah Baginda.” Kaisar menghela napas pelan, lalu menatap para pejabatnya. “Pemberontakan Serigala Hitam semakin menjadi-jadi di perbatasan barat. Panglima Wu dan pasukannya telah kalah telak. Kota benteng

    Last Updated : 2025-03-15
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 31: Pertemuan dengan Panglima Wei

    Matahari mulai merangkak turun di ufuk barat, mewarnai langit dengan semburat jingga keemasan. Angin sore berembus pelan, menggoyangkan bendera-bendera perang yang berkibar di seluruh perkemahan. Pasukan berkumpul di sana, sebagian sedang mengasah pedang mereka, sementara yang lain duduk melingkar, membahas strategi pertempuran yang akan datang. Li Feng berdiri di tepi bukit kecil, memandangi pemandangan di bawahnya. Sorot matanya tajam, tetapi hatinya berdebar. Perasaan aneh menyelinap dalam dirinya—campuran kegembiraan, kecemasan, dan rasa tanggung jawab yang semakin besar. Seorang prajurit bergegas mendekat, wajahnya penuh keringat. "Tuan Li Feng," katanya sambil membungkuk hormat. "Panglima Wei memanggil Anda ke tenda utama. Ada pertemuan penting." Li Feng mengangguk. Tanpa berkata-kata, ia melangkah mengikuti prajurit itu. Sepanjang jalan, tatapan para prajurit lain tertuju padanya. Ada yang penuh hormat, ada pula yang menyiratkan ke

    Last Updated : 2025-03-16
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 32: Pertempuran di Lembah Berdarah

    Pagi itu, kabut tipis menyelimuti Lembah Berdarah, memberikan suasana yang mencekam. Li Feng memimpin pasukannya dengan langkah mantap, mata tajamnya mengamati setiap sudut lembah yang sempit dan berliku. Panglima Wei berjalan di sampingnya, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang tak tersembunyi. "Li Feng, lembah ini memiliki reputasi buruk. Banyak pasukan yang hilang tanpa jejak di sini," kata Panglima Wei dengan suara rendah. "Benar, Panglima. Tapi kita tidak punya pilihan lain. Kita harus melewati lembah ini untuk mencapai benteng musuh sebelum mereka menyadari keberadaan kita," jawab Li Feng tegas. Saat mereka melangkah lebih dalam ke lembah, suara burung dan hewan hutan perlahan menghilang, digantikan oleh keheningan yang menekan. Tiba-tiba, terdengar suara gemerisik dari atas tebing. "Berhenti!" perintah Li Feng sambil mengangkat tangan. Pasukannya segera berhenti, mata mereka mencari-cari sumber suara.

    Last Updated : 2025-03-16
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 33: Pedang yang Haus Darah

    Pertempuran di Lembah Berdarah mencapai puncaknya. Pasukan Li Feng berhadapan dengan pemberontak yang tak henti-hentinya menyerang. Suara dentingan pedang dan teriakan prajurit menggema di seluruh lembah, menciptakan simfoni kekacauan yang memekakkan telinga. Li Feng berdiri di tengah medan perang, matanya tajam mengamati setiap gerakan musuh. Pedang Naga Langit di tangannya berkilauan, memancarkan aura yang menakutkan. Setiap tebasan yang ia lepaskan menghancurkan barisan musuh, membuat mereka mundur dengan ketakutan. Namun, di balik kemenangan itu, Li Feng merasakan sesuatu yang aneh. Pedang Naga Langit seolah hidup, berdenyut-denyut di tangannya, seakan haus akan darah lebih banyak. "Apa ini?" pikir Li Feng sambil mengerutkan kening. Ia mencoba mengendalikan pedangnya, namun semakin ia berusaha, semakin kuat dorongan dari pedang itu untuk membunuh. Keringat dingin mengalir di pelipisnya. Ia menyadari bahwa Pedang Naga Langit bukanlah senjata biasa; a

    Last Updated : 2025-03-17
  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 34 - Sahabat yang Gugur

    Hujan turun deras di Lembah Berdarah, menciptakan genangan lumpur yang bercampur dengan darah para prajurit yang telah gugur. Aroma besi memenuhi udara, bercampur dengan bau anyir yang menusuk. Angin bertiup kencang, menggoyangkan bendera perang yang robek dan terhuyung di tengah-tengah mayat yang bergelimpangan. Di antara puing-puing pertempuran yang masih mengepulkan asap, seorang pemuda berdiri dengan tubuh berlumuran darah. Nafasnya tersengal, dadanya naik turun dalam ritme yang tidak beraturan. Li Feng. Tangannya yang kokoh masih menggenggam Pedang Naga Langit, bilahnya berkilau dalam semburat merah keunguan, seolah menyerap kematian di sekelilingnya. Namun, tatapannya kosong. Di hadapannya, Xu Jian—sahabatnya, saudara seperjuangannya—tergeletak tak bernyawa. Dada Xu Jian berlubang, darah masih mengalir dari luka menganga di tubuhnya. Li Feng jatuh berlutut, kedua tangannya gemetar saat me

    Last Updated : 2025-03-17

Latest chapter

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 134 – Surat Wasiat yang Tertinggal

    Angin malam berdesir di antara pilar-pilar Istana Selatan, membawa aroma darah yang masih hangat. Li Feng berdiri mematung. Di hadapannya, tubuh Perdana Menteri Gao tergeletak tak bernyawa, darah mengalir perlahan dari luka di lehernya — merah pekat di atas lantai batu putih yang bersih. "Guru..." gumamnya lirih, hampir seperti bisikan yang hilang tertiup angin. Ia mengepalkan tinjunya, gemetar. "Mengapa harus begini...?!" Di tangan Gao yang membeku, sebuah gulungan kecil tampak tersembunyi, hampir terlewatkan jika Li Feng tidak memperhatikannya dengan saksama. Dengan langkah berat, seolah setiap gerakan menambah beban di pundaknya, ia berlutut dan mengambil gulungan itu. Kulitnya sudah rapuh, nyaris retak di setiap sudutnya, seperti usianya yang sudah terlalu tua untuk membawa rahasia besar. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Srek! Ia membuka gulungan itu perlahan, takut bahwa sedikit saja kecerobohan akan m

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 133 – Kesetiaan yang Palsu

    Langkah-langkah itu terdengar menggema di lorong panjang Istana Timur, seirama dengan detak jantung Li Feng yang berdentam di telinganya. “Hah... hah...” Napasnya berat, tapi matanya tetap tajam, menusuk kegelapan seperti pedang yang terhunus. Bayangan Perdana Menteri Gao sudah tampak di depan. Tubuh tua itu berdiri tenang, seolah-olah telah menunggunya sejak lama. Sebuah senyum getir melintas di wajah keriput itu, penuh kelelahan... dan penyesalan. "Li Feng..." Gao mengangguk pelan, suaranya serak. "Akhirnya kau datang." Li Feng berhenti beberapa langkah di depannya. Tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya. "Mengapa, Guru...?" suaranya pecah, setengah berteriak, setengah memohon. "Mengapa Anda... Anda yang dulu mengajarkan saya tentang kehormatan, tentang kesetiaan pada negeri ini... malah berkhianat?!" Perdana Menteri Gao menghela napas panjang. "Kesetiaan?" Ia terkekeh pahit. "Apa itu kesetiaan, anak muda? Pada siapa ka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 132 – Jejak Pengkhianat di Istana

    Malam itu, langit di atas ibu kota menggantung berat, seolah menahan ribuan jeritan yang tak pernah diucapkan. Kabut tipis menyelimuti jalan-jalan batu, membuat istana megah di kejauhan tampak seperti bayangan raksasa yang menyamar di balik dunia nyata. Li Feng menarik napas dalam-dalam. Sial… pikirnya. Setiap langkah yang ia ambil di atas tanah kekaisaran kini terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Tidak ada lagi tempat yang aman. Tidak ada lagi wajah yang bisa dipercayai. "Kau yakin mau melakukan ini?" suara Mei Yue, pelan seperti desir angin, membelah kebisuan malam. Li Feng menoleh. Mata perempuan itu bersinar dalam temaram lentera jauh di belakang mereka. Ada ketegangan, ada keraguan. Tapi yang paling kuat… ada ketakutan. Bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuknya — untuk Li Feng. "Huh," Li Feng mendengus, setengah tersenyum getir. "Kalau bukan aku, siapa lagi?" Tanpa menunggu jawaban, ia melangka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 131 – Negeri yang Telah Lama Hilang

    Langit abu-abu menggantung berat di atas reruntuhan Tianxiang, seakan langit sendiri menangisi kota yang pernah bersinar seperti permata di tengah kekaisaran. Angin membawa debu dan bau darah, menusuk ke dalam lubuk jiwa mereka yang masih bertahan. Li Feng berdiri diam, memegang gulungan kuno erat-erat di tangannya, seolah-olah kertas tua itu adalah satu-satunya jangkar yang mengikatnya pada kenyataan. "Sumpah Kaisar Pertama..." gumamnya lirih, matanya yang merah menatap kosong ke depan. "Shen Lu... negeri yang sudah lama dikabarkan lenyap... ternyata belum pernah benar-benar hilang..." Di sampingnya, Mei Yue memandang dengan tatapan gelap, seakan hatinya tahu lebih banyak daripada apa yang berani ia katakan. Akhirnya, ia menarik napas dalam-dalam, lalu berbisik, “Li Feng, kita harus berbicara. Sekarang.” Li Feng mengangguk tanpa suara. Keduanya bergegas ke sebuah bangunan setengah roboh — bekas rumah seorang saudagar, kini hanya kerangka

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 130 – Sumpah Kaisar Pertama

    Angin malam menusuk kulit, bagai jarum-jarum halus yang menari di sepanjang reruntuhan Kota Tianxiang. Asap membubung ke langit gelap, dan di antara puing-puing, Li Feng berlutut dengan tubuh menggigil, memeluk tubuh rapuh Putri Ling’er. “Ling’er…” suaranya serak, hampir tak terdengar. Putri itu menggenggam tangan Li Feng, lalu — dengan napas tersengal — menyerahkan sebuah gulungan tua, warnanya pudar, talinya nyaris rapuh. "Ini... rahasia... takdir kita," bisiknya. "Bawa... gulungan ini... ke tempat yang aman, Li Feng... Demi kita semua..." Dan kemudian—duk!—kepalanya terkulai di pelukan Li Feng. Li Feng menahan napas. “T-tidak… Tidak! Jangan tinggalkan aku!” Ia mengguncang tubuh Ling’er, matanya memanas, suara di dadanya bergemuruh seperti badai. "Aaaaaargh!" pekiknya, membebaskan kemarahan, kepedihan, dan penyesalan dalam satu teriakan panjang yang menggetarkan udara. Namun, t

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 129 – Air Mata Pendekar

    Api masih membara di mana-mana. Langit di atas Kota Tianxiang bukan lagi biru — melainkan merah darah, seperti dewa-dewa marah menumpahkan kemarahan mereka ke bumi. Debu dan asap membuat napas terasa berat. Setiap langkah terasa seolah melangkah ke dalam dunia yang baru saja dilahirkan kembali… lewat penderitaan. "Li... Feng..." Suara itu... lemah, serak. Hampir tak terdengar di tengah gemuruh bangunan yang runtuh. Tapi bagi Li Feng, suara itu lebih nyaring daripada semua guntur di dunia ini. "Aku di sini!" teriak Li Feng dengan panik, berlutut di sisi tubuh rapuh Putri Ling'er yang tergeletak di atas reruntuhan bata dan kayu. "Ya Tian... ya Langit..." gumamnya. Luka di tubuh Ling’er begitu parah—darah mengalir di sudut bibirnya, dan kulitnya lebih pucat dari salju. Tapi matanya... mata itu masih mencari-cari dirinya. Masih hidup. Li Feng meraih tangan Ling’er yang gemetar, mengangkat tubuhnya

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 128 – Api yang Tak Bisa Dipadamkan

    Angin malam menerpa keras, membawa bau logam darah dan asap terbakar ke setiap sudut kota. "Sialan... Apa ini?!" Li Feng terhuyung beberapa langkah ke belakang, matanya membelalak saat melihat lautan api melalap jalanan utama Kota Tianxiang. Gedung-gedung kayu runtuh satu demi satu, jeritan manusia, ringkik kuda, dan dentang senjata saling bertubrukan di udara, menciptakan kekacauan yang mencekik. "Tidak mungkin..." bisiknya. Hanya dalam semalam, kota megah itu — yang dulunya penuh hingar-bingar pedagang dan rakyat yang bercanda riang — berubah menjadi neraka di bumi. "Li Feng!" Teriakan Mei Yue mengembalikannya ke dunia nyata. Wanita itu berlari mendekat, wajahnya dipenuhi abu dan darah — entah darah siapa. "Pasukan asing! Mereka menyerang!" serunya, napas memburu. "Kita harus segera keluar dari sini sebelum—" BOOM! Ledakan keras mengguncang tanah. Dari kejauhan, sebuah menara pengawas runtuh, meng

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 127 – Kepingan Takdir

    "Tidak mungkin..." bisik Li Feng, suaranya nyaris tak terdengar di tengah kesunyian Hutan Terlarang. Bayangan-bayangan makhluk hitam yang tadinya mengepung mereka telah lenyap, sirna bersama alunan nyanyian kuno Mei Yue. Namun, yang tersisa bukanlah ketenangan—melainkan kekacauan yang menggerogoti batin mereka. Mei Yue berdiri terpaku, matanya membelalak, bibirnya bergetar. "Aku..." katanya dengan suara serak. "Aku tak pernah tahu... bahwa ibuku..." Li Feng mengatupkan kedua tangan, mencoba menahan getaran di dadanya. Sial! Dunia terasa seakan terbalik. Seluruh perjalanan mereka, seluruh pertarungan mereka, semuanya—ternyata terikat pada sesuatu yang lebih besar, lebih kelam daripada yang pernah ia bayangkan. "Aku harus tahu lebih banyak," katanya tegas, langkahnya tertatih mendekati Mei Yue. "Kau... kau harus memberitahuku semua!" Mei Yue menggeleng perlahan. "Aku... aku hanya i

  • PEDANG NAGA LANGIT   Bab 126 – Nyanyian Kematian

    Kabut hitam itu... astaga, seperti lautan tak berujung, bergulung dari segala penjuru. Li Feng menggenggam erat Pedang Naga Langit di tangannya yang gemetar. Tubuhnya penuh luka gores, nafasnya memburu. "Li Feng!" seru Mei Yue, matanya membelalak ngeri. "Kita harus menyanyikan lagu itu... atau kita mati di sini!" Li Feng mengayunkan pedangnya, membelah satu makhluk hitam. Namun, sialan, tubuh itu tak hancur — malah membentuk diri kembali seperti asap pekat! "T-tidak mungkin...," desah Li Feng, mundur selangkah, lalu dua langkah. Makhluk-makhluk itu mendekat dengan gerakan aneh, seperti boneka-boneka yang digerakkan oleh tali tak kasatmata. "Apa maksudmu lagu? Lagu apa?!" raung Li Feng, kebingungan di tengah kekacauan. Mei Yue menggigit bibirnya, wajahnya pucat. Lalu, dengan suara yang bergetar, ia mulai bersenandung. Nada itu... oh! Nada itu seperti desir angin di padang gurun, sedih, mera

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status