Share

BAB 4

Pria berbaju serba hitam, dengan tongkat kayu di kakinya berjalan melewati Girgal begitu saja. Pria itu menghadap ke atas langit, sambil menadahkan tangan kanannya.

"Takdir membawamu terlalu jauh, tapi apa yang sedang kau cari tidak ada disini,"

"Apa yang kau maksud? Jangan sok tau dengan urusanku,"

"Hmm... sikapmu dan penampilanmu begitu angkuh, cobalah perbaiki itu sebelum mencapai tujuanmu," pria itu menusuk Girgal lurus.

Girgal melenggang pergi dari hadapan pria itu, tidak ingin mendengar omong kosong lagi. Tiba-tiba pria itu, meninju perut Girgal keras hingga terjatuh ke tanah. Tanpa ada aba-aba dan gerakan sedikitpun, pukulan yang sangat kuat dari tinju yang tampak lemah itu membuat Girgal mengerang kesakitan.

"Aaaarggh apa yang kau lakukan, sial ini sakit sekali," erang Girgal.

"Hahahaha, kau hanya kuat saat melihat lawan yang kuat. Tapi, ketika kau berhadapan dengan pria lemah sepertiku, keangkuhan itu sangat memalukan,"

Girgal bangkit dengan sisa tenaganya, lalu mencoba menyerang pria itu berkali-kali tapi tidak ada satupun yang berhasil.

"Hahahaha, dasar anak muda yang angkuh. Lihatlah dirimu, kau hanya memiliki otot tapi otakmu tidak bekerja,"

"Tunggu, aku seperti pernah mendengar ucapan itu,"

Girgal meraba-raba ingatannya yang mulai memudar, terbayanglah sosok pria yang menjadi sahabat ibunya dahulu di desa. Wajah dan suara mereka pun sangat mirip, Girgal menatap pria itu tidak percaya.

"Kau adalah William, sahabat ibuku. Tapi, bagaimana bisa kau masih hidup?!"

"Ibumu? Hmm," William menggaruk rambutnya,"owh. Sophia, wahh sungguh keajaiban kita bisa bertemu bocah. Namun, harusnya kau senang aku masih hidup bukan?"

William merupakan sahabat Ibu Girgal, yang selalu datang berkunjung setiap musim dingin untuk mendoakan para keluarga mereka yang tewas saat pemberontakan wilayah bulgu.

"Lalu dimana ibu nak, apakah kalian berpisah?"

"Iya, ibu sudah pergi sangat jauh. Tapi, kenangannya masih ada bersamaku,"

William sedikit tersentak, tidak heran bila Sophia melepaskan anaknya begitu saja. Sejauh pengetahuan William, Sophia selalu menjaga Girgal dengan baik dan tidak mengalihkan perhatian sedikitpun darinya.

"Aku turut berduka, lalu sekarang apa yang kau rencanakan hmm?" tanya William sembari duduk di hadapan Girgal.

"Itu bukan urusanmu paman, aku tidak percaya pada siapapun dalam rencanaku sendiri," jawab Girgal dingin.

"Dingin seperti sophia, dengan bakat yang sampah itu, apa kau yakin bisa berjalan lancar huh?"

"Aku tidak peduli, itu bukan urusanmu," tekan Girgal.

William menggaruk rambutnya asal, sifat keras kepala dan angkuh Girgal sangat sulit diatasi.

"Bisakah, aku belajar bertarung padamu?"

"Kukira otakmu tidak berfungsi nak, bertarung bukanlah hal yang mudah di pelajari. Apalagi, teknik yang kugunakan hanya 1,"

"Hanya 1? Kau melakukan 1 teknik saja selama ini?"

"Iya, apakah itu terdengar seperti lelucon?"

Girgal tak percaya, dengan cepat dia mencoba melakukan serangan tiba-tiba ke arah lengan kiri William. Tapi, Girgal malah berhenti seketika melihat tatapan tajam William, seakan menelannya dengan kasar.

"Maaf paman, aku sudah meragukanmu,"

Semalaman suntuk, kedua pria itu membicarakan teknik pamungkas milik William yang membuat Girgal takjub.

"Bangunlah, aku harus pergi ke kedai membuka toko,"

"Baik paman, aku akan berlatih di dekat sungai. Sembari menunggu petunjuk paman berikutnya,"

Girgal cukup puas dengan materi yang William bawakan, meskipun itu tidak semudah mengangkat sendok saat makan. Tapi, Girgal tau bahwa dunianya harus berubah lebih cepat agar dendamnya bisa tercapai.

"Anak itu benar-benar bersemangat, aku yakin dia dibesarkan dengan sangat baik oleh sophia. Maaf sophia, aku harus mengajari anakmu teknik terlarang wilayah kita, ini semua demi membalas luka yang kau dapat," lirih William sedih.

Teknik rahasia wilayah bulgu, merupakan Teknik warisan pemimpin wilayah bulgu terdahulu kepada keturunannya. Meskipun mengandalkan 1 tehnik saja, tapi seluruh titik tenaga dalam akan memperkuat otot sehingga penggunanya akan kuat dua kali lipat dari pendekar ataupun ksatria.

"Lariii, para perampok datang!!"

Teriakan itu menggema di sekitar gua, dengan cepat Girgal menarik tongkat kayunya, berlari menuju sumber suara. Tetesan darah segar berceceran di tanah, namun ujung baju Girgal tertahan, membuat pria itu menoleh kebelakang.

"Paman.... aku takut hiksss, ibu ku berlari kesana, meninggalkanku bersama disini dengan ayah,"

"Adik, tenanglah. Dimana ayahmu berada?"

"Dia terbaring di belakang pohon itu, aku sangat takut paman karena ayah terus mengeluarkan darah di mulutnya,"

Girgal terperanjat, lalu dengan cepat memeriksa keadaan ayah anak kecil itu. Tubuh pria itu sudah kaku tak bernyawa, Girgal mengusap wajahnya kasar.

"Bagus tuan, sekarang apa yang harus aku katakan pada putramu huh," gumam Girgal bingung.

Girgal meminta anak kecil itu menutup matanya, lalu segera menguburkan jasad ayah dari anak itu.

"Paman, apakah ayahku pergi saat aku menutup mata?"

"Tidak, ayahmu sudah terkubur di dalam tanah,"

"Apa? Mengapa paman? Hikss hikss,"

Girgal hanya mengelus rambut anak kecil itu, jika dia menjelaskan kejadian pun hanya akan membuang-buang waktu.

"Kau!! Baru saja ditinggal beberapa jam, sudah memiliki seorang putra?!"

"Terserah paman, aku tidak peduli. Bisakah kau melihat caraku mengeluarkan teknik?" tanya Girgal.

"Tentu, cobalah dan aku akan melihat perkembanganmu,"

Setelah beberapa bulan berlatih teknik legenda milik wilayah Bulgu, Girgal memutuskan turun dari pegunungan bersama anak kecil itu, dia bersama Boby. Guru yang mengajarkan teknik tersebut juga hilang entah kemana, membuat Girgal harus menjaga Boby.

"Boby, bisakah kau mengangkat tas ini? Sepertinya aku terlalu banyak berlatih, hingga punggungku masih saja sakit,"

"Tentu paman, Aku akan melakukan semua yang paman perintahkan,"

"Hey jangan berkata seperti itu, bisa-bisa aku di tangkap atas perbudakan,"

Boby mengangguk paham, saat menyusuri lereng gunung. Girgal melihat pangeran kedua memarahi pangeran kelima, secara diam-diam di balik pohon.

"Aku sudah katakan padamu, jika wilayah ini adalah tempatku mencari pedang itu,"

"Kakak, percayalah padaku. Ibu mengatakan bahwa, wilayah Bulgu adalah satu-satunya tempat menyembunyikan pedang pusaka,"

"Hooo, aku mendapat petunjuk yang bagus," gumam Girgal.

Mereka berdua segera pergi, tak ingin ketahuan sedang mendengar pembicaraan kedua pangeran. Suasana kota cukup ramai, dan itu adalah pertama kali Girgal bersama Boby tinggal di sebuah penginapan kota.

"Paman, kenapa kita harus menginap disini? Bukankah sebaiknya kita terus berjalan agar mendapat petunjuk?"

"Aku tahu, tapi apa kau yakin bisa berjalan selama beberapa hari tanpa beristirahat huh?"

Boby menggaruk tengkuknya, dia hanya menatap Girgal dengan wajahnya yang lugu.

"Aku khawatir jika meninggalkanmu sendirian, pasti preman akan langsung merampokmu bodoh,"

Girgal hendak berbalik, namun dia menabrak salah seorang wanita yang sedang mengantri di penginapan.

"Perhatikan langkahmu!! Tidakkah kau lihat, bajuku basah karena kau!!"

"Maafkan kami bibi, aku yang sudah melakukan kesalahan,"

"Shhhh, Boby diamlah. Hey, kau seharusnya menggunakan matamu saat sedang berjalan "

"Apa?! Dasar orang bodoh!!"

"Berhentilah Jess, kita harus segera berkumpul di akademi,"

Wanita itu menjulurkan lidahnya pada Girgal, lalu pergi bersama kelompoknya.

"Bibi itu sangat tidak sopan paman,"

"Benar, kau pintar sekali bob,"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status