Share

BAB 3

Girgal memasuki balai kota, mencari petunjuk tentang izin lencana yang bisa digunakan untuk memasuki wilayah pegunungan mosvil.

"Kau pasti orang baru disini, ingin membuat lencana penduduk atau pendekar?"

"Lencana pendekar, bisakah?"

"Tentu, tapi kau harus melewati beberapa ujian beladiri dari akademi. Jika kau ingin, aku bisa membantumu,"

"Tidak perlu, aku akan menemukan jalan lain untuk masuk ke ujian disana,"

Girgal menggosok dahinya lembut, menyeka keringat yang bercucuran karena cuaca begitu panas di sore hari. Dari jauh Anne datang menghampiri Girgal, sambil tersenyum lebar.

"Girgal, apa yang sedang kamu lakukan disini?"

"Itu bukan urusanmu,"

"Apa kau memiliki keperluan? Mungkinkah kau ingin lencana pendekar?"

"Tidak, itu bukan urusanmu,"

Anne membawa beberapa kertas, meminta Girgal mengisinya sebagai data diri peserta akademi pendekar Mosvil. Wanita itu sangat gigih, meskipun Girgal menolaknya beberapa kali, dia tetap berdiri dengan lembaran data diri itu.

"Ayolah Girgal. Setelah kau memiliki lencana pendekarmu, nanti orang-orang akan ramah dan baik padamu,"

"Aku tidak butuh itu, mengapa kau terus memaksa?!" bentak Girgal kesal.

"Ini demi kebaikanmu, bukankah kita bisa menjadi kelompok pencari benda pu-"

"Tidak," Girgal menghempaskan kertas itu ke lantai "Siapa kau? Sampai memikirkan apa yang baik dan benar untukku,"

Anne mundur beberapa langkah, wanita itu tampak menggigit bibirnya menahan tangis. Vladimir yang baru saja tiba dari kota, menarik kerah baju Girgal kasar lalu menghempaskan ke lantai.

"Beraninya kau memperlakukan putriku begitu kasar!!"

"Aku tidak melakukan kesalahan, dia sendiri yang terus memaksa seakan tau apa yang baik untuk orang lain,"

"Bajingan!! Beraninya-"

"Ayah cukup, ayo kita kembali ke rumah. Maaf Girgal, aku terlalu ikut campur,"

"Bagus, kau harus tau siapa dirimu sendiri," ujar Girgal.

Vladimir mencengkram rambutnya kesal, lalu berteriak keras menyebut nama Girgal. Jack yang baru muncul bersama pengawal wanita Anne, segera mendekat melihat apa yang sedang terjadi. Girgal mulai kesal, dia menatap tajam ke arah Vladimir dengan sinis.

"Kau pikir siapa kau hah? Beraninya meneriakkan nama seseorang begitu keras!!"

"Girgal, kau berfikir bahwa hidupmu lah yang paling menderita saat ini bukan? Lalu, dengan egois kau hanya memikirkan luka pada hatimu saja," Vladimir berdiri tepat di hadapan Girgal, sambil menunjuknya kasar.

Girgal menghela nafas panjang, memang itulah yang selama ini Girgal lakukan untuk terus memupuk dendam pada bajingan yang membunuh ibunya. Jika Girgal harus merasakan banyak emosi sekaligus, maka dirinya hanya larut dalam hidup hingga lupa pada tujuan hidupnya sendiri.

"Aku sudah hidup dengan luka yang begitu besar, hingga itu hanya bisa ditebus oleh nyawa,"

Jack dan Vladimir membeku, melihat ekspresi Girgal yang dingin itu mengucapkan kalimat sangat dalam. Vladimir menarik Anne menjauh, meninggalkan Girgal dengan kekesalannya.

"Aku harus pergi, kamu lebih baik mencari penginapan sebelum malam tiba,"

Girgal menahan Jack, dia mencoba mengembalikan rasa kemanusiaannya namun, Girgal terlalu larut akan perasaan dendam sampai bibirnya kelu untuk mengucapkan sepatah katapun.

"Tenangkan dirimu, semuanya akan baik-baik saja tanpa pertikaian,"

Girgal pun menjauh dari balai kota dan mencari penginapan. Girgal melemparkan tasnya asal, menarik buku harian ibunya cepat. Tidak ada petunjuk selain menjadi seorang yang memiliki lencana pendekar, untuk mendaki gunung wilayah mosvil dan bulgu nantinya.

"Tuan, bisakah anda mendengar saya?"

Girgal bangkit dari duduknya, membuka pintu kamar dengan cepat. Pria yang di dampingi Wanita dengan wajah sedih itu, membuat Girgal menghela nafas kasar.

"Apalagi yang terjadi sekarang?"

"Nona ini meminta bertemu dengan anda, kami sudah memintanya untuk pergi. Tapi, dia menangis dan terus memaksa masuk. Jad-"

"Baiklah, aku paham sekarang. Kau bisa pergi,"

Girgal mempersilahkan Anne masuk, meskipun Girgal mengusirnya. Pasti Anne akan mencarinya lagi dan lagi.

"Gir-" Anne menangis sambil terisak hingga, kalimatnya pun tak mampu terucap.

"Tenangkan dirimu, minumlah dan tetap diam,"

Girgal duduk di depan Anne, sesekali dia menatap jemari wanita itu yang pucat. Jika mengingat perlakukan Girgal sore tadi, pasti siapapun itu akan menjauh dan tidak peduli lagi dengannya. Tapi, melihat Anne yang datang begitu saja bahkan, menangis seakan dirinyalah yang bersalah.

"Anne, apakah ucapanku tidak melukaimu sedikitpun?"

"Tidak, aku sama sekali tidak peduli. Aku hanya..." Anne memainkan kukunya gugup, "Ini hanya untuk membantumu,"

"Aku tidak me-"

"Girgal, cobalah percaya padaku sedikit saja. Ini demi tujuanmu juga kan?"

"Aku tidak bisa mempercayai siapapun, jadi jangan berharap hal itu,"

"Baiklah, setidaknya kamu mau mengisi surat ini dan ikut ujian esok hari agar mendapat lencana pendekar. Aku sudah mengatakan ini pada ayah, jadi kamu harus mempersiapkan diri pada tes itu, karena tes ini sangat sulit," terang Anne.

Girgal terdiam sejenak, merenungkan ucapan Anne dengan seksama. Tes untuk mendapatkan lencana jelas tertulis mudah di catatan Ibunya, jadi Girgal tidak ingin berpikir terlalu rumit dan menerima saran Anne.

Anne begitu senang, hingga memeluk Girgal begitu erat lalu pergi dari kamar itu. Tidak banyak yang Girgal harapkan sekarang.

Keesokan harinya, Girgal memasuki daerah akademi dengan puluhan calon pendekar muda seusianya.

"Girgal!! Ayo kemari cepat, kita sudah menyiapkan tempat untukmu,"

Girgal hanya mengikuti ucapan Anne, dan ikut bersama Jack dan pengawal Anne. Satu persatu peserta masuk ke dalam tenda besar bercorak hitam di tengah lapangan. Ada beberapa yang keluar dengan lencana pendekar dan ada yang hanya merenung sedih karena gagal.

Giliran Girgal pun tiba, di dalam tenda terdapat tes menulis dan membaca, lalu tes menjatuhkan seorang lawan. Tes tersebut dilalui Girgal sangat mudah, tepat seperti apa yang dikatakan sang ibu.

"Selamat Girgal, kamu memang hebat!!" seru Anne senang.

"Anne-"

"Girgal, setelah mendapatkan lencana, apa kau benar akan pergi menyusuri pegunungan mosvil? "

Belum selesai Girgal mengucapkan kalimatnya, Jack langsung menerobos dan bertanya tentang tujuan Girgal selanjutnya.

"Aku akan pergi dari kota menuju selatan, mencari pusaka,"

"Benarkah? Apa aku bisa ikut bersamamu?" tanya Anne tiba-tiba.

"Apa?! Nona, anda harus menyelesaikan pelatihan. Jangan coba melarikan diri dari ujian akhir ini!!" teriak Pengawal Anne.

"Aku hanya bercanda, Girgal bisa kembali ke kota kapanpun. Saat kamu kembali, jangan lupa untuk mampir ke sini," wajah Anne memerah setelah mengucapkan kalimatnya pada Girgal.

Girgal mengangguk paham, dia pun pergi dari wilayah kota mosvil menuju pegunungan. Musim dingin yang cepat tiba, membuat Girgal heran perubahan cuaca ekstrim ini.

Tidak orang yang mendaki pegunungan selain dirinya, sangat sunyi dan hanya terdengar suara hewan liar yang berkeliaran.

"Ini akan menjadi sulit jika diteruskan, aku harus mencari tempat untuk tidur," lirih Girgal sambil menyeka rambutnya yang mulai terlepas dari ikatan.

Girgal berjalan menyusuri pegunungan, lalu mendapat tempat beristirahat di dalam gua kecil, sempit dan lembab di lereng gunung.

Tak.

Tak.

Tak.

Suara tongkat yang menghentak tanah, terdengar menggema di tengah gua. Girgal memeriksa sekelilingnya, namun tidak ada orang satupun selain jalan menuju ke dalam gua yang sangat gelap.

"Ada cahaya, aku harus segera kesana,"

Girgal tersentak waspada dan segera berdiri, mengambil tingkatnya sebagai pemukul.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status