Share

Bab 7

Girgal menatap pedang yang bersandar di lemari, lalu menatap ke sekelilingnya tidak ada satupun orang di kamar. Suara berdengung itu membuat Girgal sadar, bahwa pedang itu terlihat aneh sejak kemarin.

"Kontrak darah itu sepertinya berjalan lancar, tapi mengapa aku merasa aneh setiap mendengar suara yang dikeluarkan pedang itu,"

Girgal bangkit dari duduknya, dia memasang sarung pedang baru agar tidak ada orang yang mengetahui keberadaan pedang itu. Boby pun muncul di balik pintu, sembari membawa secangkir teh hangat untuk Girgal.

"Paman, seseorang mencarimu di bawah. Mereka tampak mengenalmu dengan baik paman,"

"Mencariku? Baiklah, aku akan segera turun. Kau berkemaslah, kita akan pergi setelah ini,"

Boby mengangguk paham, Girgal segera keluar dari kamar dan menuju lantai bawah. Langkah Girgal sedikit melambat, ketika melihat Jack, Anna dan para siswanya berdiri di dekat meja makan. Dengan langkah berat, Girgal terpaksa bertemu dengan mereka lagi.

"Lihat, dia adalah paman yang melawan Leo kemarin,"

"Dunia memang sangat kecil, Jessy,"

"Kalian mengenalnya?" tanya Anna bingung.

Jack dan Girgal saling melempar pandangan, mereka berdua telah merahasiakan sesuatu dari Anna.

"Mereka terlibat dalam kesalahpahaman, itu hanyalah pembelajaran untuk para siswa,"

"Benarkah itu Girgal?"

Girgal menutup mulutnya rapat-rapat, dia tidak ingin membuat Anna kecewa dengan dirinya yang saat ini telah menipunya. Anna hanya bisa diam melihat Girgal yang sama sekali tidak peduli padanya.

"Kami ingin berterima kasih padamu Girgal, karenamu Anna bisa selamat,"

"Aku tidak peduli dengan itu, bisakah kalian tidak mengganggu pekerjaanku,"

"Girgal, aku sangat berterima kasih. Jika kau bisa, apakah kau mau ikut makan ma-"

"Tidak terima kasih, aku harus pergi setelah ini,"

Boby berjalan dengan cepat, membawa tas mereka berdua lalu membungkuk memberi salam. Anna dan Jack tidak bisa berkata-kata, melihat Girgal menutup diri dari mereka mungkin saja demi tujuannya selama ini.

"Paman, kau ingin pergi kemana?"

"Itu bukan urusanmu, kalau begitu kami permisi,"

"Girgal.... Aku harap kau kembali dengan selamat,"

Girgal melenggang pergi, menuju pegunungan bulgu untuk mengklaim kontrak darah dengan pedang pusaka tersebut. Paman mengatakan, pedang pusaka hanya bisa ditaklukan oleh keturunan asli dan sangat berbahaya jika kontrak darah mengalami kegagalan.

"Paman, perempuan tadi memberimu ini,"

Boby menyodorkan sebuah kalung dengan cincin perak hitam sebagai bandulnya. Girgal menghela nafas berat, dan mengambil kalung tersebut. Di tengah perjalanan menuju wilayah bulgu, Girgal dan Boby dihadang oleh sekelompok perampok.

"Serahkan semua barang kalian tanpa terkecuali,"

"Aku bisa mencoba pedang ini," gumam Girgal.

"Huh. Percuma saja kau melawan,"

"Mundurlah Boby!! Jangan bergerak sedikitpun sampai aku memberimu perintah,"

Girgal menarik pedangnya, dia menyayat telapak tangannya hingga darah segar menetes begitu banyak di permukaan pedang. Seketika mata Girgal berubah merah menyala, sensasi kuat membuat seluruh tubuh Girgal merinding seperti tersengat ribuan lebah, sambil tersenyum kecil dia mulai menyerang salah satu pria yang ada di hadapannya.

"Dia berubah menjadi orang lain, berhati-hatilah!!"

"Dasar bodoh, cepat lempar tali itu dan kita ikat bersamaan,"

Girgal berlari menerjang salah satu pria, sebelum salah seorang temannya melempar tali. Pedangnya dengan sigap memotong tali tersebut, dan mencekik leher pria dihadapannya.

Tak rela temannya di cekik, Pria yang lainnya melempar batu besar ke arah Girgal hingga batu itu menghantam kepalanya. Pandangan Girgal sedikit buram, dia mencoba menstabilkan dirinya yang mulai panik.

"Paman, Paman!!"

Teriakan Boby membuat Girgal sontak berbalik, dugaannya benar kali ini pria itu sangat berani untuk menjadikan Boby sebagai kelemahan Girgal. Darah segar mulai menetes, menutupi mata Girgal. Teriakan Boby yang begitu keras membuatnya kesal, Girgal mengusap matanya yang tertutupi oleh darah dan menatap tajam ke arah pria itu.

"Paman, tolong lakukan saja pekerjaanmu. Aku baik-baik saja,"

"Boby, ingatlah siapa dirimu. Jangan mencoba bertingkah lemah di hadapan siapapun!!"

"Paman..." Boby menyeka air matanya,"Aku bukanlah pria lemah!!"

Girgal melemparkan pedangnya ke arah Boby, meskipun sangat nihil jika pedang itu mengenai perampok tersebut, tapi Girgal percaya akan ikatan darah dari pedang pusaka tersebut.

"Tunduklah padaku, dan musnahkan mereka!!"

Pedang itu melesat begitu cepat, membelah daun yang berjatuhan dan menancap tepat di kepala pria itu. Boby menahan nafasnya sepersekian detik, sebelum kakinya lemas ketakutan.

"Aku senang, ini sangat menyenangkan," ujar Girgal tertawa kecil.

"Monster..."

"Hahahahaha, sial darahnya bersimbah di baju kesayanganmu Boby. Ayo berdiri cepat dan pergi dari sini,"

Setelah kejadian itu, Girgal dan Boby terus dihadapkan oleh perampok dan pembunuh bayaran yang sedang bersembunyi di wilayah Bulgu. Perjalanan yang memakan waktu beberapa bulan, Girgal tiba di wilayah Bulgu. Mereka berdua memasuki gerbang kota yang sudah hancur akibat penyerangan beberapa tahun lalu.

"Jangan jauh-jauh dariku, tetaplah bersamaku,"

"Paman, disini sangat dingin dan lembab. Apa ada orang disini?"

"Ayo pergi ke rumah besar di ujung sana, sepertinya hanya rumah itu yang berdiri tegak,"

Saat Boby berjalan lurus kedepan, Girgal menariknya ke belakang. Sebuah anak panah dengan minyak kutus beracun, hampir saja mengenai Boby. Girgal segera mencari tempat untuk berlindung, tapi pedang panjang milik seorang pria sudah menodong leher Girgal.

"Apa yang kalian lakukan di tempat ini?"

"Kami hanya lewat, jadi jangan berlebihan,"

"Benarkah? Kalau begitu mari ikut bersama kami, hari sudah gelap."

"Tidak, itu tidak perlu. Kami akan terus berjalan,"

"Ayolah kawan, kau harus lebih khawatir dengan putra kecilmu itu. Dia tampak kelelahan,"

Alhasil Girgal mengikuti mereka, rumah besar yang masih kokoh berdiri itu ternyata adalah tempat para pendekar pengelana beristirahat. Tidak heran, pria yang tadi begitu paham akan situasi Boby. Tapi, suasana di dalam rumah itu sangat mencekik dan membuat Girgal sulit bernafas.

"Paman, mereka memberikan kita makanan yang hangat. Ini roti untuk paman,"

"Aku kenyang, makanlah dan istirahat. Besok kita harus pergi dari sini,"

Boby mengangguk paham, malam semakin larut. Suara derit pintu yang terbuka membuat Girgal, mengintip sedikit dari ujung matanya. Sekumpulan pria berjubah hitam, mengambil sehelai rambut dari kumpulan pria di dekat perapian.

Girgal meraih pedangnya pelan, bersiap untuk menyerang jika terjadi sesuatu padanya dan Boby. Tapi, suara kaki yang begitu keras datang, sontak Girgal menutup matanya.

"Ayo kita pergi, aku sudah tidak sabar untuk mencari jejak pemegang kontrak pedang pusaka yang sebenarnya,"

"Baik nona laksanakan,"

Girgal tersentak, bukankah hanya dirinya yang mengetahui tentang kontrak dan pedang pusaka itu berada. Lalu suara yang tidak asing itu, membuatnya terkecoh.

"Nona Anna, cobalah untuk sedikit tenang. Kita pasti menemukan pedang dan pemegang kontrak itu segera,"

Girgal mengepalkan tangannya marah, lalu kembali berpura-pura tidur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status