25 Year Later..
Seorang pemuda tampak sedang berbaring di tengah ranjang yang sudah usang dimakan waktu. Tubuhnya dibasahi peluh dingin dengan bibirnya yang gemetaran, mengigau. Matanya masih tertutup rapat, namun bibirnya tak henti bersuara."Ibu ... ibu ..."Kata itu terus keluar dari mulutnya dengan suara yang gemetaran. Sepertinya dia sedang bermimpi buruk. Bisa dilihat dari posisi tidurnya yang tampak tidak tenang."Ibu!!"Dia berteriak kali ini. Sepasang netranya terbuka seketika. Tubuhnya bangkit mengambil posisi duduk di tengah ranjang dengan napasnya yang terengah-engah seperti habis berlari kencang."Astaga, mimpi itu lagi," gumannya pelan masih dengan napasnya yang terengah. Dia pun mengusap wajahnya. Mimpi itu. Kenapa ia selalu mengalami mimpi buruk itu?Tak tahu sejak kapan. Seingatnya mimpi buruk itu selalu menghantui beberapa malam dalam satu pekan di tiap tidurnya. Apa arti mimpi itu? Kenapa dia sangat gelisah setiap kali terjaga dari mimpi itu?"Lu Sicheng, kau bermimpi buruk lagi, hah?" tanya seorang pria paruh baya sembari memasuki kamarnya. Rambut dan janggutnya tampak sudah memutih, namun wajahnya masih terlihat segar dan lumayan tampan."Benar, Guru Li. Aku tak mengerti, kenapa mimpi itu selalu mengganggu tidurku," jawab pemuda bernama Lu Sicheng itu dengan wajah tampak cemas.Pria yang dipanggilnya Guru Li itu pun tersenyum tipis, lantas ia mengayunkan sepasang tungkainya menghampiri pemuda dengan hanbok putih yang masih duduk di tengah ranjang."Lu Sicheng, apa yang kau lihat dalam mimpimu itu? Ceritakanlah," tukas Guru Li dengan tangan kanannya yang meremas satu bahu Lu Sicheng."Sudahlah, itu hanya mimpi. Aku tak ingin memikirkannya." Lu Sicheng tampak tak mau bercerita pada gurunya itu.Meski dia sendiri memang sangat penasaran akan mimpinya, namun Lu Sicheng memang bukan tipikal pria yang mudah menceritakan sesuatu pada orang lain. Termasuk pria yang ia panggil dengan sebutan Guru Li itu.Guru Li tersenyum tipis. Dia menurunkan tangannya dari bahu Lu Sicheng. Ya, dia tahu persis bagaimana sipat anak muda di sampingnya itu. Dingin dan sedikit ketus.Lu Sicheng ini orangnya bisa dibilang seperti batu es. Itu julukkan yang diberikan oleh penduduk desa Lan Hua, desa dimana mereka tinggal. Bagaimana tidak? Lu Sicheng sedari kecil tak mudah membuka hatinya untuk berteman dengan anak sebayanya.Dia lebih suka menyendiri. Bahkan sampai sekarang pun tetap demikian. Meski sipatnya terkesan arogan, namun tetap saja dia terlihat sangat menawan.Apalagi para gadis di desa Lan Hua ini, mereka selalu berusaha mendekati pria batu es itu. Bagi mereka, sipat Lu Sicheng yang terkesan misterius itu membuat mereka penasaran.Terlebih wajah Lu Sicheng yang teramat tampan dengan postur tubuh tinggi kekar, berkulit putih, rambutnya hitam panjang hampir ke pinggang. Dia terlihat berkharisma dan memukau seperti para dewa.Sedangkan sikapnya yang dingin membuat pria berusia dua puluh enam tahun itu tampak sangat berkelas layaknya para bangsawan. Meski kadang bicaranya ketus, namun hal itu justru membuat para gadis semakin gemas padanya.Mengagumkan!"Lu Sicheng, aku sudah semakin tua. Sepertinya kau harus mengetahui sebuah rahasia yang selama ini aku simpan." Guru Li berkata sembari menoleh pada pemuda di sampingnya itu."Rahasia apa? Jangan bilang jika Guru akan menjodohkanku dengan Han Siah. Hh, gadis menor itu. Aku sama sekali tidak tertarik padanya," cela Lu Sicheng dengan nada sinisnya dan rasa percaya dirinya yang meninggi.Guru Li terkekeh mendengar ucapan konyol muridnya itu."Kau ini. Siapa juga yang akan menjodohkanmu dengan gadis itu? Kau terlalu percaya diri, anak muda," ledek Guru Li masih enggan memadamkan tawanya.Sedangkan Lu Sicheng hanya terdiam tampak mulai bosan."Lu Sicheng, kau tahu? Dulu aku adalah seorang Perdana Menteri di istana Dong Taiyang. Namun karena suatu pemberontakkan, aku harus meninggalkan istana dan hidup di desa terpencil ini," lanjut Guru Li kemudian.Lu Sicheng tampak tidak tertarik dengan cerita masa lalunya itu. Pemuda itu tak bereaksi sedikit pun dari diamnya. Ekor mata Guru Li melirik pada Lu Sicheng. Sial! Bocah tengik ini tak mau mendengarkan ceritanya. Namun dia tetap melanjutkan."Malam itu aku dan Permaisuri Fang Yin berlarian di hutan Taiyang. Permaisuri menggendong puteranya yang baru berusia satu tahun. Setelah menjauh dari istana, sang Permaisuri menyerah karena kelelahan dan tak kuat lagi untuk melanjutkan langkahnya. Dia pun menyerahkan puteranya itu kepadaku."Ucapan Guru Li kali ini membuat Lu Sicheng sedikit terkesiap. Pemuda itu menoleh ke arahnya seketika."Apa? Kenapa ceritamu itu sangat mirip dengan apa yang ada di dalam mimpiku; seorang wanita menggendong bayinya dan berlarian di tengah hutan," ucapnya dengan wajah heran.Guru Li tersenyum tipis lantas berkata,"Apa yang ada dalam mimpimu itu adalah bayangan masa lalumu, Lu Sicheng. Rupanya Dewa Agung sudah memberimu sebuah 'titah'," ucapnya tampak bersungguh menatap dalam pada jendela hati Lu Sicheng."Titah Dewa? Maksudmu?" tanya Lu Sicheng masih belum bisa mencerna ucapan Guru Li padanya.Sejenak Guru Li menarik napas. Pendar matanya kian meredup. Sesaat kemudian ia berkata lagi, "Lu Sicheng, kau adalah Putra Mahkota dari Dong Taiyang. Kau adalah putera Raja Lu Cia-Hao dan Permaisuri Fang Yin. Mimpi yang terus menghantuimu itu adalah suatu pertanda, bahwa sudah tiba saatnya bagimu membalas kematian ayahmu dan penderitaan ibumu," ringkas Guru Li."Apa? Aku seorang Putra Mahkota? Apa kau tidak sedang bergurau, Guru?" Lu Sicheng tersenyum sembari menggelengkan kepalanya kemudian. Apa-apaan ini? Apakah si tua bangka itu sedang mabuk? Kenapa bicaranya meracau begitu? Celotehnya hanya dalam hati."Dasar anak bodoh! Kau pikir aku sedang bergurau, hah? Aku bicara serius, Lu Sicheng!" Guru Li tampak marah kali ini.Lu Sicheng segera memadamkan senyumnya. Bagaimanapun si tua bangka di hadapannya itu adalah gurunya. Orang yang sudah mengajari banyak hal padanya selama ini, termasuk jurus dan tehnik pedang yang sudah ia kuasai sekarang."Maaf, Guru. Aku hanya tak habis pikir saja. Jika aku seorang Putra Mahkota, lantas kenapa aku harus berada di desa terpencil ini?""Ceritanya panjang," jawab Guru Li. Dia menarik napas sebelum melanjutkan ucapannya. "Dahulu kerajaan Dong Taiyang dipimpin oleh ayahmu, Raja Lu Cia-Hao. Beliau adalah seorang raja yang sangat baik. Rakyat Dong Taiyang sangat makmur di bawah pemerintahannya. Namun, dua saudara tirinya yaitu, Pangeran Dilun dan Pangeran Disung telah berkhianat. Mereka mengatur sebuah pemberontakkan untuk menggulingkan sang Raja." Guru Li menoleh pada Lu Sicheng.Pemuda itu tampak menyimak ucapannya kali ini."Lantas?" tanyanya dengan wajah antusias.Guru Li mengusap jangkutnya ke bawah lantas melanjutkan ceritanya lagi,"Dua pangeran itu mengajak Jenderal Yang Jingmi untuk turut serta membantu mereka menggulingkan raja. Namun siapa sangka, ternyata Jenderal Yang juga menginginkan tahta Dong Taiyang. Setelah berhasil membunuh Raja di depan semua petinggi istana, dia pun membunuh dua pangeran serakah itu dengan sadis." Guru Li mengakhiri ceritanya."Lantas apa yang terjadi pada ibuku?" tanya Lu Sicheng lagi.Guru Li menghela napas lantas berkata, "Setelah Permaisuri Fang Yin menyerahkan dirimu padaku di hutan, aku tak tahu lagi apa yang terjadi padanya. Yang aku dengar, kini Yang Jingmi telah menjadi Raja Dong Taiyang. Bisa saja Yang Jingmi menahan ibumu di istana Dong Taiyang atau membunuhnya pada malam itu juga." Guru Li meremas bahu Lu Sicheng.Pemuda itu tampak menunduk sembari memejamkan matanya menahan emosi."Lu Sicheng, esok pagi berangkatlah ke Timur. Bunuh Yang Jingmi dan rebut kembali tahta kerajaan Dong Taiyang," perintah Guru Li sembari menatapnya tegas.Lu Sicheng mengepalkan buku-buku tangannya. Amarahnya terasa mendidih seketika. Membayangkan bagaimana pria bernama Yang Jingmi itu membunuh ayahnya dan membuatnya terpisah dari ibunya.Ya, dia harus membunuh pria itu.Harus!Sang surya belum menunjukkan wajahnya. Namun Lu Sicheng sudah terjaga dari tidurnya sejak beberapa saat yang lalu. Jelas, dia tak bisa tidur tenang malam ini. Sebuah kenyataan tentang dirinya sungguh membuatnya gelisah sepanjang malam.Kenapa?Kenapa nasib buruk ini harus menimpanya. Ayahnya dibunuh oleh orang kepercaannya sendiri. Sedangkan ibunya? Dimana dia sekarang? Apakah masih hidup atau sudah tiada di tangan penghianat bernama Yang Jingmi itu.Lu Sicheng berdiri sembari menatap langit yang masih kelabu. Pikirannya sudah tak sabar menunggu pagi tiba. Kakinya sudah gatal ingin melangkah ke Timur saat ini juga. Sedangkan tangannya pun sudah menariknya untuk segera pergi. Memenggal kepala Yang Jingmi segera."Lu Sicheng, kau sudah terjaga rupanya." Suara Guru Li tak membuat pria batu es itu menoleh padanya. Dia tampak asik sendiri dengan tatapannya yang kosong.Guru Li mengulas senyum tipis. Sepasang tungkainya melaju mendekat sekitar satu meter dari jarak punggung pemuda di hadapa
Lu Sicheng mengulas senyum. Dia bangga akan dirinya sendiri. Pedang besar itu kini berada dalam genggamnya. Bobotnya lumayan berat karena terbuat dari logam suci semesta, itu yang dikatakan Guru Li.Dengan gerakan halus Lu Sicheng mulai memainkan pedang itu. Aneh. Kenapa pedang itu kini terasa ringan. Dia bukan seperti sedang menghunus sebilah pedang, melainkan sedang memainkan selembar sutera.Namun kenapa perasaannya terasa berbeda. Pedang itu seolah mendorong jiwanya untuk segera bertempur. Lu Sicheng pun segera menoleh pada Guru Li dengan tegas.TAK!PRANG!"Guru Li!" pekiknya kaget.Apa yang rerjadi? Kenapa pedang itu menyerang Guru Li tanpa ia kehendaki.Untung saja Guru Li dengan sigap segera menangkis serangan Lu Sicheng. Sekarang keduanya pun mulai bertarung adu pedang dengan sengit."Lu Sicheng, kendalikan pedang itu!" perintah Guru Li sembari menahan serangan Lu Sicheng akan dirinya."Bagaimana caranya, Guru Li? Pedang ini bergerak tanpa kehendakku!" Lu Sicheng tampak mulai
Bunga-bunga bermekaran indah dan mewangi pada taman yang ada di sebelah barat istana Dong Taiyang. Aneka bunga tumbuh di sana. Salah satunya bunga sakura yang sedang berbunga lebat saat ini.Istana Dong Taiyang terletak di sebelah timur gunung Huan Zhu. Gunung yang diyakini sebagai tempat bersemayam pada dewa dan leluhur. Gunung Huan Zhu memiliki ketinggian 3.776 meter dari permukaan laut. Gunung itu menjulang membelah antara Timur dan Barat.Kerajaan Dong Taiyang sendiri dulunya adalah tahta dinasti Lu yang turun temurun. Namu5 tahun berlalu pasca pemberontakkan yang terjadi. Kini dinasti Lu sudah menghilang dari ingatan semua rakyat Dong Taiyang.Gugurnya sang raja serta hilangnya sang ratu beserta putra mahkota, membuat lambat laun dinasti Lu mulai dilupakan.Kerajaan Dong Taiyang sendiri kini dipimpin oleh seorang ratu muda bernama, Yang Zhu atau Ratu Yang, begitu semua rakyat dan petinggi istana biasa menyapanya.Ratu Yang sendiri baru berusia 22 tahun. Dia terpaksa menaiki tahta
Matahari mulai mencondongkan sinarnya. Bertanda hari mulai petang. Ratu Yang dan Yihua tanpak asik menikmati perjalanan. Jalan menuju bukit Huan Zhu memang sangatlah indah. Di sana terdapat lembah-lembah bukit yang menghijau yang ditumbuhi bunga-bunga liar yang indah dan mewangi.Tak heran jika tempat ini dijuluki serambi istana langit oleh semua orang. Dari udara segar yang berhembus tercium wangi bunga Lie Mie. Bunga keabadian yang tumbuh di tebing bukit gunung Huan Zhu.Bunga Lie Mie dipercaya semua orang dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Namun bunga Lie Mie hanya mekar menjelang malam bulan purnama saja. Seperti petang ini."Wangi itu, aku sangat menyukainya," ucap Ratu Yang segera menyikap tirai pentutup jendela tandunya. Sepasang mata melihat bunga Lie Mie yang mulai bermekaran seolah menyambut kedatangannya di gunung Huan Zhu sore itu."Yihua akan meminta prajurit memetik bunga Lie Mie untuk Yang Mulia Ratu. Kemudian Yihua akan membuatkan parfum dari sari bunga suci i
Hari mulai gelap. Namun tampaknya sang surya enggan untuk terbenam menutup hari. Terlihat dari sinar jingganya yang masih mengapung di atas permukaan laut gunung Huan Zhu.Lu Sicheng menaiki kudanya dengan santai. Rumput di bukit Huan Zhu sangatlah hijau. Sepertinya dia harus menepi dan bermalam di tempat ini. Terlebih kudanya pun membutuhkan makan.Baru saja Lu Sicheng turun dari kudanya. Dia berjalan menuju sungai yang mengalir di antara bukit-bukit. Airnya sangat jernih. Sepertinya bisa ia gunakan untuk minum dan membersihkan diri.Bibir kemerahan pria muda itu mengulas senyum. Dia segera berjongkok di tepi sungai kecil itu. Saking jernihnya air sungai itu, dia bahkan bisa menangkap siluet dirinya di sana. Lu Sicheng menyibak rambut panjangnya ke belakang, lantas ia segera meraih air sungai dengan kedua telapak tangannya. Meminumnya serta membasuh wajahnya.Perjalanan menuju kerajaan Dong Taiyang memang sangat jauh. Sudah sepuluh hari dirinya menaiki kuda dan bermalam di beberapa t
Jenderal Chou dan Ratu Yang menatap pada Lu Sicheng penuh harap. Sedangkan Lu Sicheng sendiri masih terdiam tampak sedang berpikir. Sepertinya para dewa memang memberikan jalan padanya untuk segera bertemu dengan pria bernama Yang Jingmi."Baik, Yang Mulia." jawab Lu Sicheng setelah hening cukup lama.Ratu Yang dan Jenderal Chou tampak tersenyum puas."Silakan, Yang Mulia." Jenderal Chou mempersilakan sang ratu untuk mulai berjalan. Sedangkan dirinya dan Lu Sicheng mengapit wanita cantik itu dari belakang.Jenderal Chou tampak langsung menyukai Lu Sicheng. Dia bertanya banyak pada pemuda itu. Namun seperti yang kita ketahui, Lu Sicheng adalah pemuda yang tak suka banyak bicara. Dia hanya menjawab secukupnya saja."Yang Mulia Ratu! Syukurlah Anda sudah kembali," sambut Perdana Menteri Han yang langsung menyambut Ratu Yang saat mereka tiba di tenda."Yang Mulia, Anda baik-baik saja?" Kali ini Yihua yang bertanya. Sepasang netranya menatap wajah sang ratu dengan cemas."Aku baik-baik saj
Malam tinggal sepertiganya. Rombongan Ratu Yang meninggalkan bukit Huan Zhu untuk kembali ke tenda mereka di kaki bukit.Dari atas langit malam yang gelap tampak beberapa asap hitam tebal yang terpecah ke seluruh arah. Gerakkan asap hitam itu sangat cepat. Melesat dari satu sisi ke sisi yang lain. Namun tampaknya asap hitam itu sedang mengincar tandu Ratu Yang.Tiga asap hitam itu berkumpul tepat di atas atap tandu sang ratu. Sedangkan dua lainnya mulai turun mendekati tandu. Perdana Menteri Han yang melihat hal itu sangat kaget. Raja Iblis? Dia segera turun dari kudanya. Jenderal Chou dan Lu Sicheng saling pandang heran."Hentikan perjalanan, lindung Yang Mulia!" teriak Perdana Menteri pada semua prajurit.Lu Sicheng segera turun dari kudanya. Ada apa ini? Dia tampak heran. Sedangkan Jenderal Chou segera menghunus pedangnya. Sepasang netranya memperhatikan asap hitam yang terus berterbangan di atas tandu sang ratu."Raja iblis? Mau apa mereka?" Ratu Yang berguman sembari menyikap tir
Panglima PerangMatahari pagi tampak baru muncul di upuk timur. Sinar jingganya begitu cerah menerpa bangunan megah nan menjulang istana Dong Taiyang. Rombongan Ratu Yang tampak memasuki gerbang tinggi istana. Karena insiden penculikkan yang di alami Ratu Yang, Perdana Menteri Han memutuskan untuk segera pulang.Setelah Lu Sicheng dan Jenderal Chou kembali membawa Ratu Yang, mereka segera meninggalkan gunung Huan Zhu. Perdana Menteri Han cemas jika mereka tetap bermalam di sana. Musuh bisa datang kapan saja, terutama di saat mereka sedang lengah.Lu Sicheng dan Jenderal Chou yang berada di barisan paling depan tampak segera turun dari kudanya. Kemudian keduanya menyambut Ratu Yang keluar dari tandunya. Para dayang segera berbaris di pelataran luas istana untuk menyambut kedatangan sang ratu.Taburan bunga serta karpet merah mereka gelar untuk ratu berjalan menuju pintu masuk istana. Jenderal Chou tersenyum sambil menoleh pada Lu Sicheng. Dia sangat senang karena mereka akhirnya tiba d