"Bagas, kamu bilang kamu sakit, jadi enggak bisa jemput aku pulang kerja, tapi kenapa kamu pergi dengan Anisa?"
Clara dibuat sangat terkejut, ketika ia memergoki suaminya bersama dengan Anisa, sedang di sebuah pusat perbelanjaan. Apalagi, Anisa adalah seorang perempuan berpakaian syar'i, tentu harusnya segan bepergian dengan suami orang meskipun Clara tahu suaminya dengan perempuan itu berteman. Akan tetapi, bukankah aturan agama tidak mengenal teman atau sebagainya? Apapun alasannya, tetap saja mereka bukan mahram. Namun, mengapa Anisa terlihat begitu menikmati ketika bersama suaminya? Mungkin, mereka bertemu enggak sengaja, jadi berbincang karena mereka teman, bukan pergi secara sengaja.... Hati Clara bicara, berusaha untuk menghibur diri karena entah kenapa pemandangan itu membuat perasaannya jadi bercampur aduk. Dan Clara tidak bisa membantah jika sekarang ia cemburu.... Sementara itu, dipergoki sang istri tengah bersama dengan Anisa membuat Bagas terlihat sedikit gugup. Bagas berusaha untuk menguasai diri dan perasaannya, agar Clara tidak curiga macam-macam setelah melihat dirinya bersama dengan Anisa. "Iya. Aku lagi cari buah untuk mama, kebetulan ketemu dengan Anisa di sini jadi kami mengobrol terus kamu dateng!" katanya pada Clara, sambil menatap ke arah Anisa dengan tatapan mata mengandung isyarat. Melihat arti tatapan mata Bagas, Anisa menatap ke arah Clara seolah menikmati raut wajah Clara yang diselimuti aura cemburu. "Bagas itu sakit, Mbak. Terus, aku lagi di rumah kalian, karena ibu lagi pengen sesuatu, aku yang belanja, enggak mungkin Bagas, dong, yang belanja, aku cuma bantu." Anisa angkat bicara, dan Bagas mendelik ke arah perempuan itu karena tidak patuh dengan isyarat mata yang ia berikan padanya tadi. "Kamu tadi di rumah kami?" tanya Clara pada Anisa. "Iya. Cuma berkunjung, aku mau tahu kabar kalian, aku enggak tahu kalau kamu kerja." Mendengar jawaban yang diberikan oleh Anisa, Clara langsung menarik tangan suaminya untuk bergegas mengikutinya sedikit menjauh dari posisi Anisa berdiri. "Kamu kenapa bohong sama aku? Kamu bilang, kamu dan dia ketemu di sini, tapi ternyata sengaja pergi dari rumah, kenapa kamu bohong, Yank!" cecar Clara. "Clara, santai. Kamu itu kenapa? Aku dan Anisa temenan, lho. Kamu tahu itu, enggak masalah dong pergi bersama, kami juga cuma belanja, itu juga mama yang mau sesuatu." Bagas berusaha untuk menormalisasikan situasi kondisi, dan Clara tidak suka mendengar ucapan itu dilontarkan oleh Bagas. "Tapi kamu enggak mau jemput aku, Bagas. Kamu bilang enggak bisa bawa motor, karena sakit, kenapa sekarang kamu malah pergi sama Anisa? Kalian satu motor berdua, kan?" "Aku enggak tahu kalau mama pengen sesuatu, aku sebenarnya malas keluar, gemetaran aku bawa motor, tapi masa aku minta Anisa buat belanja? Enggak enak, lah aku!" "Kan, kamu bisa pesen sama aku? Aku yang beliin, aku juga mau pulang, kan?" "Sayang, sudahlah. Ini hal sepele, Anisa itu religius, enggak wajar kamu kalau cemburu sama dia!" Bagas memegang kedua pundak istrinya sambil mengucapkan kalimat tersebut pada sang istri. Sementara itu, Anisa memperhatikan mereka dari tempatnya seolah tidak suka melihat Bagas memegang pundak Clara seperti itu. "Hal sepele tapi bikin aku enggak suka, Bagas. Kamu tadi itu bohong, lho, kalau Anisa enggak ngomong, mungkin selamanya kamu akan bilang ketemu secara kebetulan, iya, kan?" "Aku bohong karena aku tahu kamu capek, kamu pasti enggak mau mendengar sesuatu yang mungkin kamu itu enggak suka, padahal itu wajar." "Jangan suka mewajarkan sesuatu yang kelihatannya wajar, Gas, itu akan jadi bom waktu yang bisa memicu pertengkaran!" "Lho, wajar, kan? Aku dan Anisa itu teman, wajar kami pergi bersama, aku juga enggak gandeng dia, kan? Kamu harusnya enggak perlu cemburu!" Setelah bicara seperti itu pada Clara, Bagas langsung meninggalkan Clara dan melangkah menghampiri Anisa, khawatir perempuan itu terlalu lama menunggu lantaran ia dan Clara berdebat. "Istri kamu cemburu?" tanyanya pada Bagas sambil menatap Clara sesaat yang juga melakukan hal yang sama dari tempatnya berdiri. "Enggak, dia cuma kecapekan jadi mikir macam-macam, kita mau lanjut belanja?" "Heeem, aku jadi enggak enak sama dia." "Enggak papa, aku sudah menjelaskan sama dia, ini karena ibuku yang lagi kangen sama kamu." "Bener, enggak papa?" "Enggak papa." Anisa tersenyum penuh arti, lalu meminta Bagas untuk mendekati rak beberapa bumbu, hingga Clara mau tidak mau menyusul, tidak mau melihat Bagas seolah mendampingi istri yang sedang belanja. Pengetahuan agamaku memang enggak terlalu banyak, tapi bukankah perempuan yang menutup aurat kayak Anisa ini anti bepergian dengan suami orang, meskipun dia dan Bagas teman, tetap aja enggak boleh, kan? Hati Clara bicara, sambil memperhatikan Anisa dan Bagas yang ada di hadapannya, meskipun keberadaannya seolah tersingkir karena Anisa terus bicara banyak tentang perbumbuan yang akan dibeli. Anisa benar-benar banyak belanja barang dan Clara berpikir mungkin perempuan itu sekalian lantaran sedang berada di pusat perbelanjaan hingga Clara tidak mempermasalahkan hal itu. Sesekali, ia berdehem karena merasa kedekatan mereka sangat mengganggunya, sebab, kesannya terlalu akrab dan dekat padahal sekali lagi Clara menegaskan, bukankah atas dasar alasan apapun, seorang perempuan yang menutup aurat lebih paham bahwa tindakan itu tidak boleh dilakukan? Sampai kemudian, Clara yang sepanjang waktu belanja berusaha untuk menahan diri untuk tidak banyak bertanya, meskipun beberapa kali ia memergoki Anisa mencuri pandang suaminya tersebut. "Sayang, kamu enggak papa, kan, pulang pake ojol aja?" Ketika mereka sudah keluar dari pusat perbelanjaan, Bagas bicara seperti itu pada Clara dan tentu saja Clara terkejut. Ia mengira, saat pulang, Bagas akan menganjurkan dirinya ikut dengan sang suami, dan Anisa yang diminta memakai angkot atau semacamnya, tapi dugaan Clara justru meleset. "Kamu enggak salah? Aku kamu minta pulang pake ojol? Kan, ada kamu, kamu bawa motor, kan?" protes Clara, merasa was-was jika ternyata, Bagas justru memilih untuk bersama Anisa sementara ia diminta pulang memakai ojek online. Meskipun tadinya ia memang memakai jasa ojek online, tapi karena ia memergoki Bagas dan Anisa sedang bersama, Clara akhirnya memutuskan untuk pulang dengan suaminya saja tidak perlu memesan ojek online lagi setelah tadi diantar dari studio pemotretan sampai ke pusat perbelanjaan. Mendengar aksi protes yang dilakukan oleh Clara, Bagas yang sudah menebak itu akan dilakukan oleh sang istri, lekas memegang kedua tangan istrinya dan menggenggam telapak tangan itu dengan erat. Lagi-lagi, apa yang dilakukan oleh Bagas diperhatikan oleh Anisa, dan perempuan itu lekas memalingkan wajahnya seolah tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Bagas pada istrinya tersebut. "Anisa itu berpakaian tertutup, tidak memakai celana seperti kamu, gerakannya tidak bisa sergap, kalau ada apa-apa, aku yang enggak enak, sedangkan kamu, kamu sudah terbiasa pake angkutan umum." Clara mengangkat wajahnya dan menatap wajah suaminya pertanda ia tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Bagas tadi padanya. "Terus, kalau aku pake celana, aku dijamin enggak akan kenapa-kenapa? Kamu enggak merasa khawatir sama keselamatan aku, istri kamu sendiri?"{Berhenti melemparkan kesalahan padaku, Bagas! Yang selingkuh itu kamu, bukan aku, kenapa kau selalu bilang hal yang kau sendiri yang melakukannya!}Emosi Clara jadi tersulut hingga ia meninggikan suaranya ketika ia mengucapkan kalimat itu pada Bagas. Membuat Bagas di seberang sana tertawa mencemooh dan Clara semakin kesal lalu ia mengakhiri percakapan meskipun Bagas sebenarnya belum selesai bicara.Menyadari Clara memutuskan sambungan, Bagas memaki, ia segera mengetik pesan untuk sang istri sebelum Clara mematikan kembali ponselnya seperti yang sudah-sudah.[Temui aku, ada yang ingin aku bicarakan padamu]Pesan terkirim, dan Clara mau tidak mau membacanya. Perempuan itu segera menulis pesan balasan.[Aku tidak mau]Bagas geram membaca pesan yang ditulis oleh Clara padanya hingga ia kembali menghubungi sang istri. Terpaksa, Clara menerima panggilan itu meskipun ia tidak ingin karena baginya, bicara dengan Bagas hanya membuat dirinya jadi emosi saja.{Kau ingin bercerai, bukan? Kalau k
"Menghapus?" ulang Bagas sembari menatap lurus ke arah Anisa yang juga melakukan hal yang sama padanya."Iya. Mas Bagas memiliki video vulgar punya Clara, kan?" tanya Anisa sembari melangkah mendekati Bagas. "Memangnya kenapa?" tanya Bagas dengan tatapan mata menyelidik."Kalau kamu tetap menyimpannya, bukankah itu artinya kamu menyukai tubuh dia?"Telapak tangan Bagas mengepal mendengar apa yang dikatakan oleh Anisa padanya."Kalau kamu ingin menceraikan dia, aku harap, Mas Bagas mau menghapusnya, rasanya tidak nyaman suami istri yang sudah bercerai tapi masih menyimpan hal-hal intim jejak dari kebersamaan mereka, kalau Mas Bagas suka, kita bisa membuat versi kita sendiri, aku mau, kok!" kata Anisa berujung saran yang membuat wajah Bagas menjadi tidak senang dilihat."Dengar, Anisa. Aku memang tidak akan menceraikan kamu setelah kamu melahirkan seperti perjanjian semula, tapi bukan berarti kamu berhak mengaturku seperti itu! Mau aku simpan atau tidak, itu urusanku, jangan ikut campu
Sial! Bagas tetap saja menggilai si Clara itu, sudah marah pun tetap saja enggak rela perempuan itu dengan orang lain!Hati Anisa bicara dengan penuh rasa marah sehingga wajahnya terlihat merah dan telapak tangannya mengepal.Namun, sekarang ini ia tidak bisa sembarangan untuk melampiaskan kemarahannya tersebut, karena jika itu dilakukannya, Bagas pasti akan tahu apa yang sedang ia rencanakan. Berpura-pura seperti ingin mengalah tapi sebenarnya tidak sama sekali."Ya, sudah. Jadi sekarang apa yang akan Mas Bagas lakukan?" tanya Anisa dengan nada suara yang dibuat selembut mungkin agar Bagas merasa ia selalu mendukung pria tersebut."Aku masih memikirkannya, tapi akan aku pastikan, Clara tidak akan pernah bahagia jika dia tidak bersamaku!" jawab Bagas dengan wajah yang diliputi kemarahan. Anisa tersenyum kecut mendengar sumpah yang diucapkan oleh Bagas. Meskipun bersama mu juga, dia tidak akan aku biarkan untuk bahagia, Bagas!Perempuan itu menanggapi sumpah Bagas di dalam hati, hing
"Hukuman untuk orang tua kita yang kemungkinan berselingkuh?" ulang Cita seperti tidak yakin dengan apa yang dipertanyakan oleh sang kakak padanya."Ya, apa yang sekiranya akan kau lakukan?" Carli tetap ingin Cita menjawab pertanyaan itu darinya sekedar ingin tahu apa yang akan dilakukan oleh sang adik jika ternyata adiknya tahu apa yang sedang dilakukan oleh ayah mereka pada ibu mereka."Aku tidak akan mengakui mereka orang tua kita! Jika yang selingkuh ibuku, atau pun itu ayahku, aku akan memutuskan hubungan pertalian antara orang tua dan anak kalau memang mereka selingkuh!"Mendengar apa yang dikatakan oleh Cita, Carli terdiam. Ia kembali mengendarai mobilnya meskipun jawaban sang adik cukup membuat dirinya gelisah sekarang ini.Cita terlihat serius ketika menjawab pertanyaannya tadi, jika adiknya tahu apa yang dilakukan oleh ayah mereka sekarang, apakah benar adiknya akan memutuskan pertalian kekeluargaan seperti yang tadi dikatakannya?"Menurutmu, di antara mami dan papi, siapa
"Papi!"Suara Cita, adik Carli, anak kedua Pak Christ terdengar hingga membuat gerakan tangan Pak Christ yang ingin menampar kembali anak sulungnya terhenti seketika."Ah, Cita. Kenapa kamu kembali? Apa ibumu juga ikut denganmu?"Pak Christ buru-buru bicara demikian pada anak keduanya itu seolah tidak mau, gadis itu tahu pertengkaran yang terjadi antara ia dengan Carli.Cita diketahui ikut sang ibu ke Jakarta, tidak heran Pak Christ was-was kedatangan anak gadisnya itu membawa istrinya ikut pulang dan mendengar apa yang tadi ia dan Carli perdebatkan."Mami enggak ikut pulang, ada yang masih diurus Mami di Jakarta, aku pulang karena ada sesuatu yang mengharuskan aku pulang duluan, kalian kenapa bertengkar? Aku tidak pernah melihat Papi dan Kakak bertengkar?"Cita menjawab pertanyaan sang ayah, sementara Carli menatap wajah ayahnya dengan sorot mata yang tajam seolah pertengkaran mereka tadi belum usai meskipun ada Cita yang menghentikan apa yang mereka lakukan."Kami tidak bertengkar,
Meskipun sempat terbuai dengan apa yang dilakukan oleh Anisa padanya, Carli masih bisa mengingat apa yang membuat ia ingin bertemu dengan Anisa.'Anisa menawarkan tubuhnya untuk ditukar dengan rumah yang sekarang mereka tempati, kau bisa menghadapi wanita itu, Carli, jika bisa, Papi berjanji tidak akan bermain dengannya lagi untuk ibumu.'Itu yang dikatakan oleh Pak Christ waktu itu padanya setelah sang ayah mengatakan bahwa ia harus berusaha menghadapi Anisa untuk membicarakan perkara rumah yang akan mereka sita sebagai jaminan denda.Karena itulah, Carli sekarang ada di hadapan Anisa, dan Carli mengakui, Anisa benar-benar pemain, hingga ia saja tadi nyaris terlena, bagaimana dengan sang ayah yang memiliki nafsu yang tinggi di usianya yang mulai berumur?Sementara itu, mendengar apa yang dikatakan oleh Carli, Anisa tersenyum kecut."Suka sama suka? Yang benar saja, Anda lihat sendiri ayah Anda itu seperti apa? Saya memang suka uang, tapi bagi saya wajah tampan dan fisik yang bagus i
Seraya bicara seperti itu pada Carli, Anisa bangkit dari tempat duduknya dan mencekal pergelangan tangan Carli hingga anak sulung Pak Christ itu terkejut. "Apa yang Anda lakukan?" protesnya tidak suka Anisa menyentuhnya."Anda mau melihat apa yang ayah Anda lakukan pada saya, kan? Ikut saya ke toilet sekarang!"Perkataan Anisa membuat Carli melepaskan cengkraman tangan perempuan itu di lengannya dengan kasar."Anda tidak malu? Mengajak saya melihat hal hal seperti itu?" katanya dengan mata yang melotot. "Untuk pembuktian, saya tidak akan malu, saya akan membuktikan bahwa yang bersalah di sini bukan saya, pelakor nya itu Clara, bukan saya! Saya cuma menjalankan perintah ayah Anda! Jadi saya akan menuntut balik jika Anda melaporkan saya ke pihak yang berwajib, pengusaha seperti Anda pasti sangat menjaga nama baik keluarga, bukan?"Telapak tangan Carli mengepal mendengar apa yang dikatakan oleh Anisa padanya. Di satu sisi, ia tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh Anisa, ikut pere
"Berisik! Aku itu bosen setiap ketemu sama kamu, Hasnah! Selalu aja ceramah! Kalau aja aku enggak malas pulang karena punya mertua bawel, aku enggak bakal ke sini, malas ketemu sama kamu!"Dengan nada suara yang meninggi, Anisa mengucapkan kalimat tersebut pada Hasnah, hingga Hasnah hanya bisa mengusap dada."Mana pembalutnya! Kamu mau kasih enggak? Kalau enggak mau, aku minta Ibu beliin buat aku!" lanjut Anisa ketika pembalut yang ia minta tidak kunjung diberikan oleh Hasnah.Terpaksa, Hasnah bergerak mengambil apa yang diinginkan oleh saudara angkatnya. Lalu memberikan pembalut itu pada Anisa yang langsung disambar Anisa dengan cepat. Setelah itu ia meraih handuk dan melilitkan nya ke tubuh lalu keluar kamar untuk ke kamar mandi. Ditinggal begitu saja oleh Anisa setelah semua yang ia lihat, Hasnah hanya bisa istighfar kembali. Merasa miris karena Anisa semakin melupakan aturan agama yang benar padahal pakaian syar'inya masih dipakai.Beberapa saat kemudian, Anisa kembali ke kamar
Dia ini ayah macam apa? Kenapa dia seperti menawarkan anaknya sendiri padaku? Tapi, kalau memang lebih tampan dari Bagas, boleh juga sepertinya, apalagi aku juga harus punya cadangan, anak Pak Christ kalau benar-benar tampan dia juga kaya, boleh juga untuk cadangan kalau Bagas tidak bisa sepenuhnya membuang Clara, enak saja aku hanya tetap jadi yang kedua....Otak perhitungan Anisa bekerja ketika ia mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Christ padanya. Hatinya bicara panjang lebar dan ia yang tadinya kesal karena Pak Christ seolah tidak mau menepati janji, akhirnya memutuskan untuk menerima tawaran dari Pak Christ. Yang penting, aku bisa membuat keluarga Bagas berutang budi padaku, tidak masalah, kan aku melakukan sedikit penyimpangan? Siapa suruh Clara itu tetap saja menjadi yang spesial di hati Bagas.Anisa kembali bicara di dalam hati, dan ia semakin yakin keputusan menerima tawaran dari Pak Christ itu adalah sebuah keputusan yang tepat.Pak Christ tersenyum penuh arti mendengar