Share

PELAKOR ITU KAKAK IPARKU
PELAKOR ITU KAKAK IPARKU
Penulis: Triyani Soeyatno

BAB 1. TELEPON DARI SESEORANG

"Bun, habis sarapan Ayah balik ke Jakarta, ya." Mas Haris berucap sambil menarik kursi lalu duduk.

Aku terdiam mendengar perkataan Mas Haris. Hari ini adalah hari Minggu, seharusnya dia bisa menghabiskan waktu bersama kami. Apalagi sudah tiga minggu, ia tidak pulang untuk menemuiku dan putrinya.

"Kok balik sekarang, Yah? Kenapa nggak besok pagi aja, sekalian berangkat kerja," sahutku, lalu ikut duduk untuk sarapan bersama.

"Nggak Bun, ayah balik sekarang aja. Kalau berangkat pagi, macet, takut telat," jawab Mas Haris lagi.

Mas Haris memang bekerja di Jakarta. Ia bekerja sebagai staf di sebuah perusahaan yang menyediakan layanan transportasi. Sedangkan aku dan Clarissa tinggal di Bekasi, aku bekerja sebagai guru di sebuah Sekolah Dasar. Dan sudah enam bulan ini aku diangkat menjadi PNS, tapi Mas Haris sendiri tidak tahu kalau aku sudah bukan guru honorer lagi.

Sebenarnya bukan aku tidak mau berbagi kabar bahagia ini, tapi Mas Haris yang jarang pulang ke rumah membuatku sering lupa bercerita. Apa lagi Mas Haris pulang cuma sebentar, seolah aku dan Clarissa bukan lagi orang yang spesial bagi Mas Haris.

Dulu waktu baru menikah, Mas Haris pulang pergi Bekasi-Jakarta. Ia tidak pernah mengeluh. Hingga sekitar tiga tahunan yang lalu Mas Haris memutuskan untuk tinggal di rumah ibunya di Jakarta, dengan alasan supaya lebih dekat dengan tempatnya bekerja.

Aku pun tidak punya pilihan lain selain mengizinkannya. Aku sudah sering meminta Mas Haris pindah dan cari pekerjaan di sini saja, supaya tidak jauh dari keluarga. Tapi Mas Haris menolak, katanya sudah cocok dan betah dengan pekerjaan yang sekarang.

Tapi semenjak Mas Haris tinggal di rumah ibunya, hubungan kami tidak seperti dulu lagi. Seperti ada jarak yang tak kasat mata di antara kami. Mas Haris semakin hari semakin berubah. Pada awalnya Mas Haris berjanji akan pulang seminggu sekali. Tapi seiring berjalannya waktu, janji itu seolah terlupakan.

"Tapi 'kan Ayah baru datang kemarin sore. Clarissa pasti kecewa, Yah. Dia masih kangen sama Ayah," sahutku sambil meletakkan teh di depan Mas Haris.

"Emang Ayah udah mau balik?" tanya Clarissa. Tiba-tiba putri semata wayang kami itu sudah ada di belakang Mas Haris, kemudian dia duduk di samping ayahnya. Mungkin dia sudah mendengar obrolan kami tadi.

"Iya sayang, ayah mau balik sekarang. Kalau berangkat besok pagi harus buru-buru, kalau macet ayah bisa terlambat masuk kerja," jawab Mas Haris lalu meminum teh di depannya.

"Yaaa, Clarissa nggak bisa main sama Ayah. Padahal Clarissa mau ajak Ayah jalan-jalan, kita udah lama nggak pergi bareng," sungut Clarissa sambil menunduk menatap meja. Terlihat sekali raut kecewa di wajahnya.

"Kita pergi lain kali aja ya, sayang. Kalau sekarang ayah nggak bisa. Bagaimana kalau minggu depan? Ayah janji minggu depan kita---"

"Ayah nggak usah janji lagi. Ayah sudah sering janji, tapi Ayah selalu bohong! Ayah nggak sayang lagi sama Clarissa. Ayah selalu sibuk dan nggak ada waktu untuk Clarissa!" Tiba-tiba Clarissa berteriak memotong ucapan ayahnya. Kemudian dia berlari ke kamarnya sambil menangis. Clarissa bahkan belum menyentuh sarapannya sama sekali.

Aku menatap putriku yang berlari sambil menangis. Ya Allah, sepertinya kali ini Clarissa benar-benar kecewa pada ayahnya. Karena sebelumnya dia tidak pernah bersikap seperti ini. Tapi aku tidak menyalahkan Clarissa, karena aku bisa merasakan kekecewaannya.

Aku heran, kenapa Mas Haris sekarang semakin tidak punya waktu untuk keluarga kecilnya sendiri. Dia lebih betah di rumah ibunya di Jakarta. Kalau sudah di Jakarta, Mas Haris akan tenggelam dengan dunianya sendiri, dan melupakan aku dan Clarissa.

Sebenarnya aku tidak melarang Mas Haris tinggal di rumah ibunya, asalkan jangan mengabaikan dan melupakan keluarganya sendiri, terutama Clarissa putrinya.

"Ayah kenapa sih? Setelah tiga minggu Ayah nggak pulang, sekarang Ayah membuat putri kita kecewa dan menangis. Kenapa Ayah nggak bisa meluangkan waktu sedikit saja untuk kami? Selama ini aku sudah berusaha bersabar, tapi semakin lama Ayah semakin nggak peduli dengan kami!" ucapku geram sambil menatap Mas Haris dengan rasa marah dan juga kecewa.

"Bukan begitu, Bun. Tapi ...." ucapan Mas Haris terhenti karena tiba-tiba ponselnya berbunyi.

Ting Ting Ting.

Mas Haris mengeluarkan ponselnya dari saku celana lalu melihat layar. Kemudian dia mengangkat telepon sambil melangkah meninggalkan meja makan.

Dahiku mengerenyit, kenapa Mas Haris harus menjauh saat mengangkat telepon. Bukankah aku istrinya, jadi tidak masalah aku mendengar obrolannya yang entah dengan siapa.

Ingin kutepis pikiran buruk yang tiba-tiba muncul di kepalaku, tapi rasa penasaran membuatku melangkah pelan ke depan. Kulihat Mas Haris masih menerima telepon di teras sambil menghadap kearah jalan. Aku bersembunyi di dekat jendela. Dari dekat jendela aku mencoba mendengar apa yang dibicarakan oleh Mas Haris, yang membuatnya harus menjauh dariku.

[Iya sayang, sabar ya, sebentar lagi aku otw.] Terdengar suara Mas Haris walaupun sangat pelan.

Deg!

Aku menutup mulutku. Dadaku bergemuruh, seluruh tubuhku bergetar, air mata tiba-tiba jatuh tak bisa kutahan.

Apa aku tidak salah dengar, Mas Haris mengucapkan kata 'sayang' pada seseorang yang meneleponnya.

'Seseorang yang sedang menunggunya.'

'Siapa yang menelepon Mas Haris?'

'Apakah Mas Haris selingkuh?'

'Apakah ini jawaban kenapa Mas Haris semakin jarang pulang?'

'Dan apakah ini penyebab Mas Haris semakin berubah.'

Begitu banyak pertanyaan di kepalaku yang tentu saja aku tidak tahu jawabannya. Ingin rasanya aku menghampiri Mas Haris dan mengintrogasinya, tapi kuurungkan. Mas Haris pasti akan berbohong. Dia tidak akan mengaku, sebelum aku menunjukkan bukti. Aku harus pakai strategi, aku harus mendapatkan bukti terlebih dahulu. Setelah aku mendapatkan bukti, Mas Haris pasti tidak akan bisa mengelak lagi.

"Ya udah sayang, tunggu aku ya. Sekarang aku mau siap-siap dulu." Terdengar lagi suara Mas Haris, masih seperti tadi, pelan.

Lalu tidak terdengar lagi suara, mungkin Mas Haris sudah selesai menerima telepon. Buru-buru aku menghapus air mata lalu masuk ke dalam. Supaya Mas Haris tidak curiga aku sudah menguping pembicaraannya.

Aku melangkah ke kamar Clarissa. Kuketuk pintu kamar pelan, kemudian masuk menghampiri putriku yang masih menangis di tempat tidur. Aku duduk di samping tempat tidurnya, kemudian mengusap rambutnya dengan lembut.

Di depan putriku aku berusaha bersikap biasa saja, walaupun di dalam hatiku benar-benar sedang kacau. Jangan sampai putriku tahu kalau bundanya sedang sedih.

"Heii anak Bunda, udah jangan nangis lagi dong sayang, 'kan ada Bunda. Clarissa mau jalan-jalan? Ya udah kita pergi berdua aja. Atau kita ke rumah Oma dulu. Kita ajak Oma, Tante Mita, dan Om Bagus, gimana?" bujukku.

"Sebenarnya Clarissa mau jalan-jalan sama ayah, Bun. Tapi ayah selalu nggak ada waktu buat Clarissa. Clarissa pengen seperti teman-teman, pergi sama ayah dan bundanya," jawab Clarissa masih sambil terisak.

"Iya, bunda ngerti sayang. Tapi ...."

Aku menghentikan ucapanku karena tiba-tiba pintu kamar Clarissa terbuka, lalu muncul Mas Haris dari balik pintu.

"Bun, Clarissa, ayah pulang ya," ucapnya dari pintu, dia bahkan tidak masuk dan mencium putrinya seperti biasanya. Aku hanya diam tak menjawab, hatiku sakit dan juga marah. Apa lagi mengingat ucapannya di telepon kepada seseorang barusan.

Kemudian pintu kamar Clarissa ditutup lagi oleh Mas Haris. Biasanya aku dan Clarissa selalu mengantar Mas Haris ke depan, tapi kali ini tidak. Bahkan Clarissa tidak bergerak sedikitpun dari tempat tidurnya, dia kembali menelungkupkan wajahnya ke bantal. Aku mengelus punggungnya dengan lembut, mencoba menenangkan putriku.

Tak lama terdengar suara mobil Mas Haris meninggalkan rumah. Perih, itu yang kurasakan dalam hatiku.

"Tega sekali kamu, Mas. Kalau benar kamu selingkuh, aku tidak akan pernah mengampunimu. Mulai sekarang aku akan mencari tahu apa yang sebenarnya kamu sembunyikan dariku," gumamku lirih sambil mengepalkan tangan.

Bersambung ....

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Triyani Soeyatno
Bismillahirrahmanirrahim
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status