Share

MALAM PERTAMA YANG HALAL

Setelah menikah, Rembulan dan Aldo tinggal di rumah baru yang dibelikan oleh Suseno sebagai hadiah pernikahan untuk putri kesayangannya itu.

Perabot rumah tangga yang diinginkan Rembulan sudah dibeli dan ditata sesuai keinginannya. Hari berikutnya, dia akan menggunakan jasa design interior untuk merancang dapur impiannya.

Setelah makan malam berdua bersama Aldo, Rembulan kini di dalam kamar mandi memandangi dirinya dan sedang mengenakan sesuatu yang menurut dia sendiri pun aneh.

“Aduh, Kak Laura nggak salah memberiku yang seperti ini?”

Pertanyaan itu dia tujukan untuk diri sendiri.

Rembulan mengenakan lingerie berwarna merah maroon. Dengan model Japanese Sexxy Lace yang menyerupai bentuk kimono. Dengan lengan yang mengembang, pita di bagian depan dan menerawang, sehingga menampilkan visual kulit putih Rembulan. Dengan ukuran XS dan panjangnya tidak sampai menutup setengah paha Rembulan.

Menatap dirinya melalui pantulan cermin yang merefleksikan keindahan tubuhnya, membuat Rembulan merasa canggung. Dia menatap wajah dan tubuhnya dengan gugup.

Jantungnya berdetak dengan kencang. Darahnya mengalir sangat cepat terasa seperti aliran sungai dengan deras. Adrenalin Rembulan pun terpacu.

“Sayang! Kamu lama banget di dalam. Kamu sakit perut?”

Rembulan tersentak, Aldo memanggilnya dari balik pintu kamar mandi dengan suara sedikit berteriak.

“Enggak, Mas. Aku udah  mau keluar, kok. Sebentar ya,” Rembulan menjawab dengan sedikit berteriak.

Rembulan menarik napas dengan jantung yang berdetak dengan keras. Tangannya mulai agak dingin, bukti kalau dia sedang gelisah dan merasa gugup.

“Huff....”

Wanita cantik itu menghela napas dan mengembuskannya perlahan.

Lumayan membuat dia merasa lega. Rembulan membuka sedikit pintu dan terlihat kalau lampu sudah dipadamkan, hanya tersisa lampu tidur saja.

Pintu kini dia buka lebar dan keluar dari kamar mandi. Di atas tempat tidur, Aldo masih fokus pada tabletnya. Mungkin memeriksa e-mail, karena hari ini dia sengaja tidak bekerja.

Dari suara dan cahaya yang terpancar dari arah kamar mandi, Aldo tahu Rembulan sudah keluar dari kamar mandi.

“Sudah,  Sayang? Kamu beneran enggak sakit perut kan?” Tanya Aldo tanpa melihat Rembulan.

Dia masih fokus pada tabletnya.

“Iya, Mas,” Rembulan menjawab dengan volume suara rendah.

Aldo yang bingung dan merasa aneh dengan suara Rembulan yang tiba-tiba aneh, membuat Aldo menaikkan kepalanya dan menatap tidak percaya pada Rembulan.

Aldo diam tidak berkata apa-apa. Dia menatap lapar pada Rembulan.

Dia masih terpana melihat pemandangan indah di depannya. Dari ujung kepala hingga kaki, Rembulan terlihat sangat indah.

Aldo menatap sang istri tanpa kedip, ia menelan saliva saat melihat lekuk indah tubuh kekasih halalnya itu. Tak kalah indah dengan tubuh Mentari.

Ah, sial! Kenapa di malam pertama begini ia justru memikirkan Mentari.

Rembulan menatap Aldo yang hanya terdiam. Semakin lama, Aldo yang terdiam terlihat tidak memberikan reaksi apapun  di mata Rembulan.

'Apa ini salah?! Dia tidak bergerak. Aku salah ya? Aduh... Bagaimana ini? Aku salah pasti,' Rembulan bimbang dan bergelut dalam hatinya.

Rembulan mengigit bibirnya karena dia merasakan gugup luar biasa. Jantungnya kembali berdetak keras. Kali ini, bukan karena pakaiannya, melainkan karena dia merasa kalau apa yang dia lakukan sekarang adalah salah.

Rembulan menelan kasar salivanya. Tangannya kini saling meremas.

Gugup.

Darahnya berdesir.

Suasana di dalam kamar mereka saat ini sunyi.

Sangat sunyi.

Hanya suara detak jarum jam saja yang terdengar.

Rembulan menarik napasnya satu persatu. Semakin lama, dia semakin bingung.

Ada rasa sesak yang tertahan karena harus menahan napas gugup.

“Aku.... Hmm... Maksudnya,  aku ke kamar mandi dulu ya, Mas,” Rembulan sangat gugup dan terdengar dari nada suaranya.

Aldo tersentak.

Dengan cepat, Aldo bergerak tanpa membuka selimut yang sudah menutup kakinya.

Secepat kilat, Aldo menarik Rembulan yang bediri diujung tempat tidur dan sudah sempat membalikkan badannya.

“Aaaa...”

Rembulan sedikit berteriak karena kaget. Dia kini berbaring di atas kasur, karena tarikan dari Aldo.

Aldo sudah mengurungnya di bawah tubuhnya.

“Kamu, sudah membangunkan macan yang sedang tertidur. Jadi, bertanggungjawablah sepenuhnya,” kata Aldo dengan mata yang menatap tajam.

Tatapan itu tepat membusuk retina mata Rembulan.

Rembulan gugup. Napasnya tidak beraturan.

“Kenapa, Sayang?” Tanya Aldo lembut dan halus.

Tangan kanannya membelai pipi kiri Rembulan.

Mata Rembulan berkedip cepat.

“Mas... Mmmm... Aku ... mmm...”

Rembulan tidak tahu harus berkata apa. Dia tidak tahu harus melakukan apa dan bagaimana. Yang dia tahu hanya berciumna. Itupun Aldolah yang pertama kali mencumbunya dulu.

Ya, Aldo yang mengajarkan dia cara berciuman.

“Sssttt.... Biarkan aku yang menuntun.”

Setelah mengatakan itu, Aldo mulai mencium dan kemudian melumat bibir Rembulan.

Perlahan dan halus.

Semakin lama semakin menuntut. Aldo kehilangan kendali. Aldo melmuat bibir manis itu dengan rakus.

Lidahnya menyeruak masuk menjelajahi rongga mulut Rembulan.

“Hmmm...”

Suara lenguhan itu terdengar sangat indah dan menggoda. Dan akhirnya semua ritual yang harus terjadi itu pun terjadilah.

Namun, tiba-tiba saja ponsel Aldo berdering, dan saat melihat layar ponsel itu dada Aldo terasa sesak seketika.

‘Sial, kenapa harus disaat seperti ini dia menghubungiku?’

"Siapa, Mas?" tanya Rembulan saat melihat ekspresi wajah Aldo yang tegang. Aldo menoleh dan tersenyum.

"Aku angkat sebentar, Sayang. Ini dari rumah sakit," jawab Aldo.

"Bukannya Mas cuti?" tanya Rembulan.

"Iya, mungkin ada sesuatu. Hanya sebentar saja."

Rembulan hanya mengangguk dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Aldo pun bergegas menerima telepon.

"Lama sekali ... ah, kamu pasti sedang melakukan malam pertama dengan adik kembarku. Jangan kamu jawab. Aku hanya memintamu datang besok siang ke apartemenku, Mas."

Tanpa menunggu jawaban Aldo, Mentari di seberang sana langsung mematikan sambungan telepon. Sementara Aldo hanya mendesah lega dan segera mematikan teleponnya. Ia tidak ingin diganggu oleh siapa pun lagi.

"Ada apa, Mas?" tanya Rembulan.

"Tidak ada, Sayang. Malah teleponnya ditutup, mungkin tidak sengaja terpencet dial. Sudah aku matikan juga, supaya kita tidak terganggu."

Aldo pun segera memeluk Rembulan kembali dan menciumi wajah sang istri.

"Terima kasih untuk malam yang indah ini, Sayang," kata Aldo berbisik di telinga Rembulan. Wanita itu hanya tersenyum dan membalas pelukan sang suami dan tak lama keduanya pun tertidur dengan lelap.

Rembulan terbangun saat sinar matahari masuk ke dalam kamar mereka. Ia bangun kesiangan rupanya. Hampir saja ia melompat bangun, selama beberapa saat ia lupa jika saat ini ia sudah menjadi seorang istri. Senyumnya merekah saat melihat ke sampingnya. Aldo masih tertidur dengan pulas.

Perlahan, Rembulan mengelus pipi suaminya itu dengan lembut lalu menciumnya perlahan.

"Mas, kita kesiangan. Bangunlah," bisiknya perlahan di telinga Aldo.

"Nanti saja, Sayang. Aku masih ingin berbaring di sini dan memelukmu," jawab Aldo dengan suara yang sedikit serak. Rembulan hanya tertawa kecil, ia hendak bangkit tetapi rasa pedih di bagian inti membuatnya mengurungkan niatnya.

"Aduh."

"Kenapa, Sayang?" tanya Aldo membuka matanya. Tampak wajah Rembulan langsung memerah.

"Tidak apa-apa, Mas. A-aku hanya ...."

"Hanya kenapa?"

"Itu ..."

Aldo mengerutkan dahinya dan beberapa detik kemudian ia tersenyum. Saat ini Rembulan pasti kesulitan berjalan karena pergumulan mereka semalam. Lelaki itu pun bangkit dan perlahan ia menggendong sang istri yang langsung menjerit perlahan.

"Hei! Kamu mau membawaku ke mana?" pekik Rembulan.

"Tenang saja,aku akan kembali membawamu ke surga, Sayang," jawab Aldo. Ia membawa Rembulan ke kamar mandi dan membaringkan sang istri ke dalam battubh. Lalu ia menyalakan keran air hangat dan mulai menggosok punggung Rembulan perlahan.

"Mas ...," ujar Rembulan lirih. Aldo hanya tersenyum dan pergumulan panas mereka pun berlanjut di kamar mandi. Keduanya saling mendesah, mengerang dan berteriak hingga mereka pun sampai ke puncak bersamaan.

Setelah selesai dengan kegiatan panas mereka, Aldo pun mengajak Rembulan untuk pergi makan. Tentu saja ia tidak tega meminta Rembulan memasak setelah kegiatan yang cukup melelahkan, bukan?

Lagi pula mereka belum berbelanja bahan makanan dan asisten rumah tangga baru datang setelah mereka pulang dari bulan madu.

"Kita mampir ke rumah mama, ya?" pinta Rembulan. Aldo tersenyum, tentu saja ia mengizinkan.Dengan begitu ia bisa menyelinap untuk menemui Mentari selama Rembulan berada di rumah kedua orang tuanya.

Ayunda dan Laura menyambut kedatangan dua pengantin baru itu dengan senyum merekah.

"Bagaimana rumah baru kalian?" Tanya Ayunda dengan ceria sambil memeluk Rembulan.

"Nyaman, Ma," jawab Rembulan malu-malu.

"Papa dan Mas Buana ke mana?" tanya Aldo.

"Papa dan Buana tentu saja bekerja, Do. Ayo kita masuk."

"Mama baru saja pulang dari pasar dan membeli bahan untuk membuat tom yam kesukaanmu, Bulan," kata Ayunda. Mata Rembulan berbinar seketika.

"Waah, aku mau bantu mama," katanya.

"Kalau begitu, kamu di sini dulu, Sayang. Aku ke supermarket dulu untuk membeli bahan makanan, bagaimana?" kata Aldo. Ia sangat berharap Rembulan menjawab ya dan tidak ngotot ikut. Bisa bahaya jika dia mau ikut.

"Iya, Mas. Kulkas dan lemari dapur kita kan masih kosong. Apa kamu bisa?" kata Rembulan. Aldo mengedipkan matanya dan tersenyum senang.

"Tentu saja, Sayang," jawabnya.

Lelaki tampan itu pun segera bergegas. Ia akan berbelanja nanti setelah mengunjungi Mentari.

Saat Aldo datang,suasana apartemen Mentari begitu sepi. Aldo memang mengetahui pasword pintu apartemen Mentari sehingga ia bisa masuk dengan mudah.

"Tari, Sayang!" panggilnya.

"Aku di kamar, Mas. Masuk saja."

Aldo pun segera melangkah ke kamar Mentari. Ia melihat pintu kamar kekasihnya  itu sedikit terbuka. Ia memang sempat menelepon Mentari dan memberi kabar jika ia dalam perjalanan ke apartemen gadis itu.

Dan lelaki itu pun terpaksa menelan saliva saat ia masuk ke dalam kamar Mentari. Gadis itu sedang berbaring dengan memakai lingerie berwarna merah. Bahannya sangat tipis sehingga memperlihatkan lekuk tubuh indahnya yang tidak memakai apa pun lagi di balik lingerie itu.

"Hallo, Mas,"sapa Mentari dengan suara menggoda.

"Kamu ini nakal sekali, ya. Aku sudah bilang jangan menelepon jika aku sedang bersama Rembulan," kata Aldo sambil melangkah menghampiri Mentari.

"Aku cemburu," jawab Mentari singkat sambil memeluk lelaki itu.

Aldo tersenyum dan mengelus pipi Mentari perlahan.

"Kamu sudah membuatku serba salah, Sayang. Seandainya kamu mengatakan perasaanmu  jauh hari, saat ini tentu kamu sudah menjadi istriku," kata Aldo. Mentari tersenyum. 'Ah,siapa pula yang mau menjadi istrimu? Aku melakukan ini semua karena aku tidak rela jika saudari kembarku bahagia,' bisik Mentari dalam hati.

"Aku sudah cukup puas menjadi simpananmu karena aku tau hatimu adalah milikku," bisik Mentari lirih di telinga Aldo.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status