Pov MiraYeyeee semangat Mira … semangat! Posisimu sekarang nomor satu. Sinta mah tewas guys … ckckckck ….Wih, aku gak nyangka sebelumnya, Mas Lengga cerai sama Sinta … ke tempat Sinta agh pamer duit dari Mas Lengga.****Sudah beberapa hari ini hubunganku dengan Mas Lengga tidak ada keributan, kasur, kipas angin, kulkas, perabotan masak, sudah kubeli, uang pun masih ada. Hanya saja, sisanya tidak bisa untuk membeli iPhone. Mahal dua puluh satu juta, uang dari mana aku. Kalau dulu masih bisa, jatah bulanan dari Mas Lengga selama tiga bulan cukup buat beli iPhone. Aduh sayang juga itu HP, udah hampir dua minggu tidak tersentuh, apa kuambil aja ya. Kebetulan sekarang pasti cuma ada Revan, Emaknya kan lagi kerja. 'Samperin agh.' Repot juga kalau tanpa Hp, susah untuk menghubungi Mas Lengga, aku juga mau tahu kabar Sari, terakhir dia babak belur dilabrak istri sah.Setelah selesai mengunci pintu, seperti biasa, nyari kang ojek. Kalau dulu nyari taksi, sekarang akang ojek, yang penting s
Pov MiraJam sudah menunjukan pukul 18.30 wib. Waktunya Mas Lengga pulang. Aku ingin segera menumpahkan amarahku padanya. Rasanya diri ininsudah tak sabar ingin memaki, menjambak dan mencakarnya. Sungguh hati ini terasa sangat gregetan. "Mas! Kamu ini kelewatan banget, ya! Ngasih duit ke aku hasil ngutang dari Sinta, mantan istrimu! Bilang aja kamu mau ketemu dia kan?!" sungutku ketika melihat dia sudah berada di depan pintu. Ya ampun bahkan aku tidak bisa menunggunya masuk dulu ke dalam. Wajah lelahnya setelah pulang bekerja nampak jelas. Tapi, aku sendiri tidak tahu kenapa ingin sekali rasanya mengunyel dirinya."Serba salah gue jadi laki lo! Ya lo pikir gue ng**p**t! gue gak bawa duit, lo manyun! Gue bawain duit, marah-marah!" Hah … elo, gue? Ini kali pertama aku mendengar dia berkata kasar. "Iya tapi kan lo gak harus ngutang! Sama Sinta lagi!" balasku mengikuti bahasa dia. "Lo sendiri gak mau kan tidur di lantai tanpa kasur! Lo pingin punya ini punya itu! Gue gak minta buat lo
POV Lengga.Kalau bukan karena nasihat dari Sinta, mungkin sudah kutinggalkan Mira. Hari berganti hari, bulan berganti bulan, semenjak hamil sikap buruk Mira semakin menjadi. Baru tahu aku sikap aslinya, sangat berbanding terbalik dengan Sinta. Mungkin ini yang Sinta maksud, dengan mengambil semua harta milikku yang aku kumpulkan selama bersamanya, akankah Mira mampu menemaniku dari nol. Nyatanya tidak, dia hanya menginginkan uang, uang dan uang. Jika aku memiliki uang, maka sikap sayangnya akan nampak, tapi jika aku tidak memiliki uang, semua hinaan dan cercaan dia lemparkan. Rumah tangga seperti apa ini.Entah seperti sudah tidak ada kata lagi untuk mengeluh akan sikapnya. Beruntung Sinta masih mau menjalin hubungan baik denganku. Jelas saja tanpa sepengetahuan Mira. Berkata masalah cinta pada Sinta, iya aku masih mencintainya, tapi cinta itu aku yang menyimpan rapat. Sedangkan Sinta sendiri sedang dekat dengan pria kaya yang sering aku lihat ketika sedang bertugas di bagian pintu
Pov SintaBetul dugaanku, dibalik keluguan Mira, tersimpan hati yang jahat. Dia perempuan hanya mau enak saja. Kasian dengan Lengga, tapi biar dia tahu rasa. Aku tidak perlu membencinya. Melihatku masih akrab dengan mantan mertuaku pun pasti mampu membuatnya menyesal, walaupun aku sendiri tidak tahu benar atau tidak dugaanku, dengan menunjukkan sikap terbaikku mungkin dia juga menyesal, sebab dari caranya dia bercerita aku pun masih merasa kalau dia masih menaruh hati padaku, entah betul atau tidak ….****Hati ini terasa lega, sudah memberi tahu kabar pernikahanku padanya. Aku sengaja mengundang Mira, ingin melihat reaksinya, saat itu dia bersumbar, akan bisa sukses memulai kehidupan dari nol bersama Mas Lengga. Nyatanya, mendengar cerita Lengga, dia selalu mengajaknya bertengkar, kasian kamu, Mas. Semoga saja besok dia bisa datang. Kenapa sepupunya itu menikah pada hari yang sama denganku? Hem semoga saja Mereka bisa hadir. Pernikahanku dengannya, akan di selenggarakan di hotel mewa
Pov Mira"Mas buruan! Lama banget!" Heran punya suami lelet banget. "Sabar kenapa, jangan grasah grusuh! Emang udah kelar semuanya?" "Kalau belum kelar, gak mungkin aku nyuruh kamu cepetan!" Segera mungkin suamiku itu mulai mengeluarkan sepeda motornya. "Cepet naik! Tadi nyepet-nyepetin!" sungutnya. "Sabar dong! Aku kan lagi hamil," kilahku. Namanya juga perempuan, harus selalu menang dong. Di sepanjang jalan aku tidak habis pikir, kenapa sepupuku yang terkenal kaya, tampan, dan sukses itu mau nikah sama janda, punya anak lagi, gak salah milih calon istri gitu? "Acaranya dimana?" tanya Mas Lengga."Di hotel Adnita, Mas," cetusku."Waow, keren. Orang kaya kah?" cetusnya."Iyalah orang kaya! Usahanya giat, otaknya cerdas! Beruntung itu perempuan yang jadi istrinya," pujiku. "Oh iya, pengusaha lagi. Kerjanya aja keluar masuk negara orang!""Owh, bagus dong," ucapnya singkat. Aku tidak berniat lagi untuk menjawabnya. ***Mataku begitu takjub ketika tiba di depan hotel Adnita, dari
Pov MiraSeperti yang Adrian katakan, saat hari pernikahannya, Mas Lengga yang akan menggantikan pekerjaan dia. Sudah dua Minggu ini Mas Lengga mengurus pekerjaan di perusahaan baru milik Adrian, Karena dirinya harus pergi berbulan madu dengan Nenek lampir alias Sinta. Untung saja suamiku ini sangat cerdas, sehari Adrian memberi tahu semua pekerjaannya, dia langsung sigap dan tangkap. Penampilannya kini kembali tampan seperti Lengga yang aku kenal dulu, pokoknya sudah cocok untuk menjadi suami Mira, Adrian juga memberi cuma-cuma uang dua puluh juta rupiah sebelum dirinya pergi. Lumayan, untuk melunasi sisa cicilan kredit motor. Kehidupan kami sudah mulai membaik. Semua jelas berkat sepupuku yang baik hati itu.******____*******Dua bulan berlalu, kehamilanku sudah menginjak detik-detik melahirkan, hubunganku dengan Sinta juga sudah membaik, kami telah saling memaafkan. Bahkan, aku sering berkunjung ke rumah Sinta. Jelas perdamaian ini terjadi atas permintaan sepupuku Adrian, setelah
Pov Mira"Akhirnya, kamu siuman juga … Mira," ucap Ibu … memegang tanganku. "Mas Lengga mana, Bu?" tanyaku sambil mata mengitari seluruh ruangan."Lengga kan kerja, kamu tahu sendiri menjadi karyawan di kantor Adrian sudah pasti padat jadwalnya." Aku hanya terdiam. "Apa Mira, pinsan, Bu?" tanyaku."Iya, dua hari kamu tidak siuman.""Anak Mira di mana, Bu?" "Anak kamu ada di ruang bayi, keadaannya masih lemah," jawab Ibu lemas. "Perempuan atau laki-laki?" tanyaku lagi."Perempuan, wajahnya sangat mirip kamu. Semoga saja nasibnya tidak seperti kamu," lirih Ibu. "Ha? Ibu ngomong apa barusan? Mira gak denger, Bu." Memang aku gak dengar bunyi kalimat terakhir yang Ibu ucapkan.****Seminggu sudah aku di rumah sakit, rasanya sudah tidak betah, luka bekas operasi caesar-ku juga masih sangat basah. Aku sendiri bingung mengapa luka ini tak kunjung kering. Dalam satu Minggu, Mas Lengga hanya datang mengunjungiku dua kali. Sedangkan Kedua mertuaku tidak nampak pun batang hidungnya. Kata ib
Pov MiraDari kedatangan Adrian dan Sinta hingga mereka pulang, sampai Ibu pun ikut pulang, Mas Lengga belum juga kembali. Beberapa kali aku mencoba menghubunginya. Namun, ponselnya ia matikan. Tidak ada aktifitas lain selain aku memikirkan suamiku. Sebelumnya, aku tidak berfikir sejauh ini. Apa harta memang mampu merubah seorang suami?Setelah melahirkan, bukan perhatian yang kudapatkan, justru sebaliknya. Mau mengeluh pada Ibu? Aku jelas malu. Dalam keadaan masih lemah seperti ini, aku harus mengurus anakku seorang diri. Alhasil, sepanjang malam, aku hanya memikirkan Mas Lengga, rasanya makan hati. Kepalaku jadi sakit, loyo, lemas dan tidak bersemangat. Ingin marah, ingin melontarkan makian, ingin bertanya selama seminggu belakangan, dia kemana? Apa yang dia lakuin, dan sama siapa. Aku sungguh ingin mencabik-cabik wajah Mas Lengga.*****Krek ….Bunyi pintu di buka, membangunkan tidurku yang sembari memberi asi pada putriku. Kulepas pelan payudaraku dari mulutnya dan berjalan perlah