Accueil / Rumah Tangga / PELAN PELAN SAYANG / 400 - KODE RAHASIA

Share

400 - KODE RAHASIA

last update Dernière mise à jour: 2025-11-26 19:57:21

“Dari pers mana?” tanya seorang penjaga gedung kantor polisi saat Cipta hendak masuk.

“Liputan Sembilan, Pak. Ini ID card saya, dan ini juga sudah ada izin dari kantor,” ucap Cipta sambil menyerahkan surat-surat lengkap kepada petugas.

“Oke. Tolong tertib, ya!” ucap petugas sambil menatap tajam.

“Baik, Pak.”

Cipta segera masuk ke dalam gedung megah itu. Di dalam, sudah banyak wartawan berkumpul, kamera dan lampu menyorot ke satu titik. Suasana sesak, penuh desakan dan bisik-bisik menegangkan. Semua menunggu pernyataan resmi soal kematian Kevin.

“Permisi, permisi…” Cipta berusaha menembus kerumunan. Ia hampir kehilangan tempat untuk meletakkan microphone di atas meja konferensi, sampai akhirnya seorang staf humas menahan kerumunan dan membantunya.

“Mas, sini. Saya bantu,” ujar staf itu setengah berteriak.

“Terima kasih!” ucap Cipta cepat, mencoba menata nafas.

Di depan, tampak komandan polisi beserta ajudan dan jajarannya. Termasuk dokter Agung dan lima anggota timnya. Mereka b
Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application
Chapitre verrouillé

Latest chapter

  • PELAN PELAN SAYANG   486. POLISI DIBUAT BINGUNG OLEH RAIN

    “Jadi, mereka sempat masuk ke sini? Bahaya,” ucap salah satu polisi pada rekannya, nadanya mengeras. “Apa perlu panggil tim?” tanya yang lain, waspada. “Nggak usah dulu. Sekarang periksa jejak kaki mereka sampai ke mana,” perintahnya cepat. “Siap, Pak,” sahut rekannya, lalu kembali menelusuri tanah basah di pekarangan. Sementara itu, polisi yang memimpin menoleh ke arah rumah Rain. Tatapannya berhenti pada deretan kamera pengawas yang terpasang di berbagai sudut. “Aku mau ke Pak Rain dulu. Rumah dia ini banyak kamera pengawas—lebih mirip penjara kelas kakap. Kamera hampir ada di tiap titik. Mustahil mereka nggak terekam,” ucapnya pelan, namun sarat keyakinan. Di kejauhan, Rain masih berdiri tenang. Senyumnya tak pudar sedikit pun. “Pak Rain, mohon izin,” ucap salah satu polisi dengan nada sopan namun serius. “Apa boleh saya memeriksa rekaman CCTV? Maksud saya, rekamannya.” Ia menunjuk lantai teras yang tampak bersih. “Kami melihat ada jejak kaki terduga pelaku—dua orang—

  • PELAN PELAN SAYANG   485. JEJAK KAKI DIPEKARANGAN BELAKANG. RAIN KETAHUAN?

    “Wah, bapaknya lucu,” ujar salah satu polisi sambil terkekeh kecil. “Jadi ngene loh, Pak… ini mohon maaf sebelumnya kalau mengganggu ketenangan keluarga. Anu… ada laporan kalau di perumahan elite ini kecolongan dua orang perampok—masih diduga loh ya, Pak, masih dugaan—karena mereka masuk ke kompleks ini, tapi kok ya ndak balik lagi.”“Iya, Pak,” sambung rekannya cepat, seolah takut kalimat itu terpotong. “Jadinya kami, selaku petugas kepolisian, harus turun tangan untuk mencari dua orang yang diduga sebagai penjahat, untuk—”“Memeriksa penjahat di rumah saya?” potong Rain sambil tersenyum tipis, nadanya tenang namun menusuk.“Wah, pinter bapaknya,” celetuk polisi pertama refleks.“Lho, kok bapaknya? Dianya toh yang pinter. Bapaknya kan nggak kita tanyai,” sahut rekannya sambil melotot.“Oalah, maaf loh… maksudnya ya gitu,” balas polisi pertama, kikuk.Rain tertawa pelan mendengar lelucon spontan dua polisi muda itu. Di balik senyumnya yang ramah, matanya tetap tenang—terlalu tenang un

  • PELAN PELAN SAYANG   484. DUA POLISI DATANG. RAIN DIBUAT TERTAWA!

    “Kalian cari tahu! Cepat! Gue nggak mau nunggu lama! Bawa orang ini—hidup atau mati!” bentak Darmadi penuh amarah. Anak buahnya langsung berhamburan menuju ekspedisi, berusaha melacak siapa pengirim paket terkutuk itu. Di sisi lain, Ari memanfaatkan kekacauan tersebut untuk menemui Ega. Ia menyelip keluar gudang, membawa kabur ponsel milik salah satu rekannya demi menghubungi satu-satunya orang yang ia percaya. “Lo di mana?” tanyanya singkat, suaranya tertahan namun mendesak. “Gue lagi nganterin paket makanan. Kenapa, Lo?” tanya Ega sambil terus mengendarai motornya, menembus siang yang panas. “Gue butuh bantuan Lo. Temuin gue di Jalan Majapahit, deket penginapan Melati,” ucap Ari cepat, napasnya terdengar tidak stabil. “Lah, kok di sana? Kagak kejauhan?” Ega mengernyit, suaranya terdengar heran. “Ikutin aja, deh. Gue takut ada yang tahu. Gue sekarang lagi mau naik angkot!” balas Ari, nadanya menekan, seolah tak punya banyak waktu. “Oke. Gue anterin satu barang lagi, a

  • PELAN PELAN SAYANG   483. PANIK?

    “Ada apa ya, Pak?” tanya Gendis sambil tersenyum, tetap menggendong Bima. Bocah itu pun ikut tersenyum ramah ke arah petugas keamanan.“Ah… maaf ganggu, Bu,” ucap satpam itu hati-hati. “Saya mau tanya, apa kemarin ada kurir yang datang ke rumah sini?”“Kurir?” Gendis mengulang pelan, alisnya sedikit terangkat. “Kayaknya nggak ada, deh. Saya juga belum belanja online, sudah hampir seminggu ini.”“Oh… gitu ya,” gumam satpam itu. Ia terlihat ragu, tangannya terangkat sebentar lalu turun lagi. “Hmm…”Raut wajahnya jelas kebingungan, seolah ada sesuatu yang ingin ia tanyakan, tapi masih ditahan. “Emangnya ada apa ya, Pak?” tanya Gendis, senyumnya masih terjaga. “Mau duduk dulu?”“Ah, nggak usah, Mbak, eh Bu,” ucap petugas itu sambil tersenyum, melirik Bima. “Jadi ngerepotin adik kecil ini.”“Nggak repot, kok,” jawab Gendis lembut. “Kayaknya ini penting. Masuk aja, duduk di teras, Pak.”Akhirnya mereka duduk di teras rumah. Petugas keamanan itu menarik napas sejenak, raut wajahnya berubah l

  • PELAN PELAN SAYANG   482. RUMAH RAIN DIDATANGI PETUGAS KEAMANAN KOMPLEK

    “Hubungi ekspedisi!” bentak Darmadi sambil menendang meja hingga bergeser keras. Wajahnya merah padam—kesal, marah, dan jelas merasa harga dirinya diinjak-injak. “Gue mau tahu siapa yang berani ganggu markas gue!”“Biadab,” geramnya lagi. “Siapa yang berani kirim kepala ini?” Suaranya bergetar oleh amarah.“Bos,” ucap salah satu anak buahnya ragu, “kemungkinan ini dari Psikolog itu.”“Ah, gue nggak percaya!” potong Darmadi keras. “Mana mungkin dia bisa bunuh dua orang kepercayaan gue—yang udah berpengalaman eksekusi target?” Ia tertawa sinis. “Dia orang biasa. Cuma psikolog reproduksi!”Di sudut ruangan, Ari menyunggingkan senyum tipis. Ia bersandar pada tembok, mengamati satu per satu wajah panik di sekelilingnya—mata yang gelisah, napas yang tak teratur.Darmadi berbalik tajam.“Tugas kalian, kubur kepala ini!” perintahnya tanpa kompromi. Lalu pandangannya mengunci Ari. “Dan kamu, Ari?”Ari menegakkan tubuh.“Kamu malam ini juga datang ke sana!” tegas Darmadi.Ari tak menjawab. Ia h

  • PELAN PELAN SAYANG   481. HADIAH ISTIMEWA DIBUKA PAGI ITU!

    “Ini barang buat gue?” tanya Darmadi, sambil menepuk-nepuk permukaan dus, matanya menyipit penuh selidik. “Iya, Bos,” jawab salah satu anak buahnya cepat. “Beda sendiri. Kayaknya memang khusus.” “Mungkin bonus, Bos,” sahut yang lain sambil tertawa kecil. “Apalagi Bos kan udah banyak ngirim ‘paket’. Cuannya juga makin jadi aja.” “Iya, Bos,” timpal rekannya. “Berkat jaringan yang Bos kelola, penjualan makin naik.” Darmadi sontak tertawa puas. “Bisa aja lo pada,” ucapnya sambil mengibaskan tangan. “Ya udah, gue jadi penasaran sama paketan ini.” Darmadi mengelus sisi dus yang tebal itu. “Kayaknya barang mahal, nih. Dusnya aja beda… tebel banget,” katanya sambil terkekeh bahagia. Tawa Darmadi masih menggantung ketika ia meraih sebilah pisau tajam dari meja. Tanpa ragu, ujung pisau itu diarahkan ke dus—siap membelah hadiah yang pagi itu sama sekali belum ia pahami isinya. “Sayang, dia udah ambil pisau tuh…” ucap Gendis tak sabar. Ia segera duduk di atas pangkuan Rain, matany

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status