/ Rumah Tangga / PELAN PELAN SAYANG / 61 - TIBA-TIBA RAIN DATANG DIHADAPAN GENDIS DAN ANGGA!

공유

61 - TIBA-TIBA RAIN DATANG DIHADAPAN GENDIS DAN ANGGA!

last update 최신 업데이트: 2025-08-25 21:53:26

Sepanjang perjalanan, Rain memantau Gendis yang saat ini berada di satu titik.

“Pak, nanti stop di titik ini!” ucap Rain sambil menunjukkan layar ponselnya pada tukang ojek.

“Siap... Tapi kok ya kenapa pisah? Mas di apartemen kok istrinya di sana? Berantem?” tanya pak ojek.

“Biasa, Pak. Ngambek,” jawab Rain singkat.

“Makanya, perempuan itu ya maunya dimanja. Diperhatikan terus, ditanyain tiap menit maunya apa. Ajak jalan-jalan ke mal, belanja, ajak makan...” ucap pak ojek sambil terkekeh.

“Saya malah kasih dia melebihi apapun, Pak. Tapi dia kabur,” ucap Rain dengan wajah muram.

“Oh gitu... Ya mungkin lagi mau datang bulan, jadinya uring-uringan, Mas,” sahut pak ojek dengan santai.

“Semoga aja dia mau pulang ke apartemen, Pak,” lirih Rain, menahan amarah yang hampir pecah.

“Tak doain, dia mau pulang ke Mas lagi,” ucap pak ojek penuh tulus.

---

Sementara itu, Gendis dan Angga baru saja memesan bakso.

“Di sini paling enak, Dita,” ucap Angga penuh semangat.

“Rame y
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

최신 챕터

  • PELAN PELAN SAYANG    93 - GENDIS HAMIL ANAK RAIN?

    Sementara itu, di dalam kamar, Rain dan Gendis terlibat perdebatan kecil yang semakin memanas. “Mas, aku harus pulang,” ucap Gendis dengan suara bergetar, air mata sudah membasahi pipinya. “Sayang, kamu nggak boleh jauh dari saya. Kamu mau pulang? Artinya harus sama saya,” ucap Rain tegas, matanya menatap Gendis tanpa kedip. “Mas, kamu dengar kan kata Mama tadi? Aku malu, Mas…” ucap Gendis dengan isak tertahan, tangannya meremas ujung selimut. “Ya udah, kita pulang ke kontrakan,” ucap Rain akhirnya, suaranya berat. “Tapi nggak sama kamu, Mas…” ucap Gendis sambil menangis, bahunya bergetar menahan sesak. “Sayang, saya nggak bisa!” seru Rain, lalu ia langsung memeluk tubuh Gendis erat-erat seolah tak ingin melepas. “Tolong, Mas, ngerti… aku nggak mau kamu jadi anak durhaka sama orang tua, Mas. Biarin aku pulang dan tinggal sendiri sementara…” ucap Gendis lirih, tangisnya pecah di dada Rain. “Saya nggak mau. Saya maunya sama kamu sampai mati,” ucap Rain penuh tekad, suara

  • PELAN PELAN SAYANG    92 - RAIN MENENTANG IBUNYA DEMI GENDIS

    “Karena Rain, Pa. Rain terlalu berani jujur kalau Rain cinta sama Gendis di saat status dia masih istri orang lain,” ucap Rain jujur dengan senyum getir. “Kamu gila banget, Rain. Kasihan dia,” ucap ayahnya sambil terkekeh kecil, mencoba mencairkan suasana. “Makanya Rain nggak mau ada yang nyakitin dia lagi. Dia sudah kehilangan kepercayaan dari orang tuanya, ditambah Mama yang masih nggak suka sama Gendis. Padahal Papa lihat aja, Gendis itu paket lengkap, Pa,” ucap Rain sungguh-sungguh. “Ha-ha… bisa aja kamu,” ayahnya tersenyum, tapi sorot matanya penuh harap. “Dia cantik, dia juga sabar, dia rajin, dan…” Rain terdiam sejenak, menahan sesuatu yang ingin keluar. “Jangan diterusin. Papa jadi ingat masa muda dulu,” potong ayahnya sambil terkekeh. “Hahaha!” tawa keduanya pecah, hangat, tapi di balik itu ada rasa lega—seolah mereka sama-sama tahu Gendis telah membawa arti baru dalam hidup Rain. “Tebak, Gendis bakal hamil nggak, Pa?” ucap Rain sambil tersenyum penuh arti. “K

  • PELAN PELAN SAYANG    91 - MASA LALU RAIN DIKETAHUI OLEH GENDIS?

    “Gendis nggak akan lari dari Rain. Lebih baik dia tahu masa lalu Rain dari Papa dan Mama… dibanding harus tahu dari orang lain, atau…” Rain mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan. “…melihat pakai mata dan kepalanya sendiri, Pa.” “Itu berbahaya, Rain. Jangan kamu ulangi lagi kesalahan itu,” ucap ayahnya dengan nada gusar, napasnya terdengar berat. “Rain berbuat itu demi menyelamatkan orang lain, Pa. Sekalipun nyawa orang itu melayang… asalkan yang benar tetap benar,” ucap Rain dengan senyum tipis yang membuat bulu kuduk berdiri. “Papa tahu, Rain. Tapi… membunuh orang itu perbuatan yang salah,” ucap ayah Rain, kali ini dengan suara pelan namun tajam menusuk. Di balik pintu kamar, mereka tak menyadari ada telinga lain yang mendengar. “Um!” Gendis menutup mulutnya rapat, tubuhnya bergetar. Matanya membesar, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Detak jantungnya berpacu, begitu keras hingga ia takut Rain bisa mendengarnya dari dalam kamar. Lantai marmer di

  • PELAN PELAN SAYANG    90 - KASUS RAIN DI MASA LALU TERNYATA?

    “Mas… nggak papa, aku bisa makan di ruang TV dulu. Nggak papa…” ucap Gendis lirih sambil berbisik, tangannya tetap mengusap dada Rain pelan, seolah ingin memeluk hatinya yang panas. “Mama tuh aneh…” ucap Rain dengan nada kesal. “Mas… Sayang… Lihat aku, dengerin aku. Aku nggak papa…” ucap Gendis lagi sambil menatap matanya penuh keteguhan, senyum tipisnya berusaha menguatkan. Ibu Rain tampak muak melihat kemesraan mereka. Wajahnya beralih, menahan rasa tidak suka yang makin jelas. “Permisi, Pa, Ma,” ucap Gendis sambil tersenyum sopan. Ia berdiri, membawa piring makanannya, lalu melangkah menuju ruang TV dengan hati yang berat namun tetap menjaga wibawanya. Rain hanya bisa menatap punggung Gendis yang menjauh. Ia terpaksa menuruti kemauan calon istrinya, menghela napas panjang, dan mencoba meredam amarah yang terus mendidih di dadanya. Gendis mencoba menikmati makan malamnya seorang diri, sementara Rain tampak berusaha menikmati makan malam di ruang makan bersama ayah dan ib

  • PELAN PELAN SAYANG    89 - DETIK-DETIK DIMANA GENDIS DISINGKIRKAN IBU RAIN

    “Kalau sampai Rain bawa Gendis, Mama nggak suka, Pa,” ucap ibu Rain saat berada dalam kendaraan. “Emangnya kenapa, Ma?” tanya ayah Rain sambil melirik istrinya. “Ya nggak suka aja. Istri orang kok dibawa pulang, bikin rusak moral,” ucap ibu Rain sambil bercermin dan merapikan lipstiknya dengan wajah masam. Sementara itu, Rain dan Gendis telah berganti pakaian. Rain mengenakan kaos oblong oversize dan celana panjang, sementara Gendis tampak anggun dengan dress mini tanpa lengan. “Aduh… berapa menit lagi, Mas?” tanya Gendis yang sibuk memasak daging sapi sambil merebus sayuran. Rambutnya sedikit berantakan dengan kuncir kuda. “Maybe about twenty minutes, honey,” ucap Rain sambil menyiapkan buah potong, air mineral dalam gelas, serta piring, garpu, dan pisau di atas meja makan. “Sayurannya angkat, Mas. Tolong ya,” ucap Gendis sambil menyajikan daging steak yang masih mengepul. “Oke. Ada lagi? Telur belum dikupas, Sayang,” ucap Rain sambil melirik panci di sudut meja. “Lup

  • PELAN PELAN SAYANG    88 - DETIK-DETIK ORANGTUA RAIN DATANG, MEREKA BERCINTA DI DAPUR

    “Sayang,” ucap Rain sambil berkendara, melirik sepintas ke arah Gendis yang masih tampak bersedih dan tengah bersandar di bahunya. “Mama kamu gimana?” tanya Rain. “Dia kayaknya belum mau bicara banyak sama aku, Mas,” ucap Gendis lirih. “Sabar aja, ya,” ucap Rain lembut. “Kita makan dulu, mau kan?” “Iya, Mas. Aku tuh sedikit kecewa sama Mama. Kenapa dia bisa menerima Raka sementara aku nggak? Apa sebesar itu kesalahan aku, Mas? Apa nggak bisa dimaafin?” ucap Gendis dengan suara bergetar. “Dia sebenarnya maafin kamu, tapi karena perempuan egonya tinggi, jadi dia nggak tunjukkin itu ke kamu. Padahal, dia kangen sama kamu. Dia pasti pengen peluk kamu,” ucap Rain sambil mengusap punggung tangan Gendis, menenangkan. “Terus gimana sama orang tua kamu, Mas? Mereka udah benci sama aku,” ucap Gendis, matanya kembali berkaca-kaca. “Mereka nggak akan benci kamu kalau nggak ada penghasut di dalamnya,” ucap Rain dengan nada tegas. “Maksudnya, Mas?” tanya Gendis bingung. “Saya tahu kenapa M

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status