HAI TEMAN2 YANG BELUM BACA CERITA BARU SAYA BERJUDUL DUDA KAYA YANG MELAMARKU ITU AYAH SAHABATKU, MAMPIR YUK. BABNYA UDAH BANYAK. MAKASIH
419 Vino mengusap kasar wajahnya berkali-kali. Berharap dengan begitu rasa frustrasi dan stressnya berkurang. Entah mimpi apa semalam hingga tiba-tiba di pagi ini hari harus disatroni orang yang meminta tanggungjawab. Kedua orang paruh baya yang duduk di hadapannya menatap dengan iba. Walaupun sama-sama shock dan tentu saja sama stress, keduanya mencoba tetap cooling down agar putra bungsu mereka tidak semakin down. Sang ayah menelan ludah setelah beberapa saat hanya menatap nanar sang anak. Ia seolah sedang berkaca dengan masa lalunya. Di mana ia pun pernah berada di posisi yang sama. Persis seperti ini. Karenanya ia bisa menghadapi masalah ini dengan kepala dingin dan berusaha bijak. Sejak awal ia yakin jika sang anak tidak akan melakukan hal nisata seperti itu, apalagi terhadap gadis yang sejak kecil berteman baik. Ia yakin senakal apa pun sang anak tidak akan sampai hati merusak seorang gadis. Jika pun mereka sampai terjerumus karena manusia tempatnya khilaf dan salah, sejak aw
420Hari ini Vino berangkat ke kantor dengan mengendarai motor kesayangannya. Frustrasi membuatnya ingin berkeliling lagi. Tapi karena waktu yang belum memungkinkan, ia belum bisa mendinginkan kepala dengan melakukan hobinya itu. Karenanya, hanya bisa menaiki si bohaynya ke kantor saja.Vino tidak peduli menjadi pusat perhatian seluruh penghuni perusahaan begitu motornya memasuki gerbang kantor. Ia bahkan melenggang cuek menuju lift untuk umum tanpa mempedulikan tatapan semua orang.Apa pedulinya? Ia merasa tidak ada urusan dengan siapa pun. Kepalanya sudah pusing memikirkan kasus Nada yang akhirnya menggantung. Ia tidak mau menambah beban pikiran dengan memikirkan tanggapan orang lain terhadapnya.Sekali lagi Vino bahkan tidak peduli saat orang-orang yang tengah menunggu lift menyingkir untuk memberinya jalan. Semua orang sudah tahu jika dirinya putra bos besar yang dapat dipastikan kelak akan mewarisi perusahaan itu.Saat ia masuk lift dan hanya seorang diri padahal yang menunggu be
421 Vino membuang muka setelah beberapa detik tatapan mereka bertemu. Sementara Kirani cepat menunduk. Kedua tangannya saling memilin satu sama lain. Sungguh, ia tidak nyaman berada di situasi ini. Sangat kentara jika kebencian itu begitu besar di mata Vino. Entah dengan apa ia bisa menebus kesalahannya dulu. “Papa suka semua pekerjaanmu, Kiran. Perpect. Kamu sangat professional. Semoga kita bisa bekerja sama dalam waktu yang lama,” ujar Sultan jujur dan bangga setelah mengecek lembaran demi lembaran dalam map yang dibawa Kirani. Kirani hanya mengangguk untuk menanggapi. Bahkan ucapan terima kasihnya sangat pelan nyaris tak terdengar. “Pertahankan ini dan kalau bisa terus tingkatkan lagi kemampuanmu. Jadi dengan begini Papa lebih yakin untuk mempromosikanmu.” Pujian demi pujian terus megalir dari mulut Sultan. Sementara yang dipuji hanya diam menunduk dengan sesekali mendongak sambil megucapkan terima kasih. Lalu, seseorang di sebelahnya terus membuang muka dengan jengah. “Lalu,
422“Oh, maaf aku tidak bisa, Pa. Aku sudah ada janji.” Malvino menjawab lebih dulu dengan tampang malas dan mengibaskan tangan. Itu dilakukannya setelah saling tatap sejenak dengan Kirani dan kemudian membuang muka.Sultan menatap sang anak sejenak sebelum beralih memandang wajah Kirani.“Kalau begitu, bagaimana jika kita berdua saja, Kiran. Nanti Papa telpon Mama agar bergabung dengan kita?” Sultan masih saja membujuk Kirani. “Anggap saja ini undangan karena kamu sudah bekerja dengan baik di perusahaan Papa.”“Terima kasih Pak Sultan, atas undangannya. Saya sangat tersanjung. Tapi maaf saya tidak bisa memenuhinya.”“Kenapa?” Kening Sultan berkerut dalam.“Hmm, kebetulan saya sedang berpuasa.” Kirani menjawab pelan hampir tak terdengar.Mulut Sultan terbuka lebar sebelum akhirnya tersenyum. Wajahnya menengadah sebentar, raut kagum tercipta seketika.“Ya, Papa lupa kamu sekarang rajin puasa sunah,” ujarnya. “Ya, sudah. Nanti kita rencanakan lagi. Nanti biar Mama yang ngobrol sama kamu
423“Memangnya kenapa dengan wajahku? Apa aku menakutkan seperti hantu?” tanya Vino kepada dirinya sendiri sepeninggal Kirani. Gadis itu akhirnya menghilang di balik badan bus yang berhenti di seberang jalan.Vino memindai dirinya dari kaca spion motor besarnya.“Aneh, padahal orang-orang bilang aku ini mirip pemain sinetron Bara Valentino. Kenapa dia seperti melihat hantu?” lanjutnya dengan terus membolak-balik wajah untuk bercermin.“Apa matanya yang siwer? Atau sudah tidak waras? Atau dia masih bertahan dengan kesombongan yang disembunyikan di balik pura-pura ketakutan?” Vino mengetukkan telunjuk di pelipisnya.“Awas saja kamu perempuan, suatu saat nanti kamu akan mengemis bantuanku dengan merendahkan dirimu. Kau pikir kamu akan selamanya beruntung?” Setelah mengatakan itu, Vino mulai mengendarai motornya untuk pulang. Padahal ia sudah bela-belain menunggu hingga Kirani pulang.Vino susah keluar kantor sejak tadi. Karena tidak mendapati Kirani satu lift dengannya seperti biasa, ia
424Kirani merasa jantungnya bergenti berdetak beberapa saat. Ditelannya ludah untuk membasahai kerongkongan yang mendadak tercekat. Dadanya mendadak sesak, terlebih saat melihat seringaian terukir di bibir lelaki di hadapannya.Bibir bergetar sang gadis hendak terbuka. Ingin menanyakan apa pendengarannya tidak salah, saat dirasakan lift berhenti dan pintunya langsung terbuka.Ternyata mereka sudah sampai di lantai empat. Sesuatu yang sangat ia syukuri.Bagai mendapat oase di padang pasir, gadis itu langsung berlari keluar lift tanpa berkata-kata lagi. Ditariknya napas panjang berkali-kali begitu pintu berwarna silver itu tertutup dan mulai bergerak naik membawa pemuda yang membuat paginya harus sport jantung.Apa pun maksud ucapan Malvino, baginya ucapan itu sangat menakutkan. Bagaimana tidak? Setelah beberapa lamanya mereka hanya saling membisu seolah dua orang yang tidak saling mengenal, setiap kali bertemu, tiba-tiba saja pemuda itu bersikap sangat diktator dengan mengatasnamakan
425Kabin lift menjadi sangat gulita. Tidak ada setitik cahaya pun yang menerangi pasca Vino mematikan ponselnya. Guncangan masih terasa hingga benda yang mereka naiki itu seolah berbenturan dengan sesuatu yang keras.Vino sampai menahan napasnya. Bohong jika ia pun tidak panik dan ketakutan. Suara pekikkan Kirani bahkan terdengar gemetar, tetapi disambung lapaz-lapaz dzikir lagi. Ya, hanya itu. Bahkan hingga beberapa lama Vino terdiam menanti momen yang yakin akan menguntungkannya, ternyata hal itu tidak kunjung terjadi.Tak didapatinya suara Kirani memohon perlindungan. Apalagi menghampirinya. Ia juga tidak mendengar tangisan, keluhan, atau apa pun dari mulut gadis itu selain hanya gumaman dzikir.Hingga di titik Vino menyerah karena lelah menunggu, akhirnya sang pemuda pun kembali menyalakan ponselnya. Sungguh ia pun merasa pengap dan tidak nyaman. Dinyalakannya fitur senter di ponselnya, kemudian di arahan ke arah Kirani.Tertangkap netranya gadis itu bernapas sangat pendek. Wajah
426 Kirani mengerjapkan matanya yang terasa sangat lengket hingga dapat terbuka. Sejak tadi suara beberapa orang yang tengah mengobrol sudah tertangkap indera pendengarannya. Aroma khas obat-obatan juga menggelitik penciumannya. Hanya saja matanya begitu sulit untuk dibuka. Warna putih yang mendominasi ruangan yang kini ditempatinya yang pertama tertangkap netranya. Kemudian pria dan wanita paruh baya yang sang dikenali duduk di sofa tak jauh darinya. Kembali Kirani mengerjapkan mata, kemudian berusaha untuk bangun. Tetapi rasa sakit di seluruh tubuh juga kepalanya yang berat membuat bibirnya tak sadar mengeluarkan rintihan halus. “Kiran, kamu sudah bangun, Nak?” Suara wanita langsung terdengar setelah rintihan halus Kirani. Disusul langkah-langkah yang mendekat. “Jangan memaksakan diri, berbaring saja dulu.” Kali ini suara pria. Kirani membuka mata, tampak sepasang suami istri yang sangat baik memperlakukannya bak anak kandung berdiri di samping ranjang yang ia tempati. Senyum t