Xabier mengamati ponselnya. Semenjak dia menginjakkan kaki di Desa Adiluhur, belum satupun orang yang dihubungi. Bagaimana tidak? Sinyal komunikasi belum masuk ke desa terpencil ini. Ini hari ketiga bagi Xabier. Jadwal pemotretannya terlewat begitu saja. Demikian pula dengan kunjungan ke cabang restoran lainnya, tidak bisa terlaksana. Xabier berjalan mondar-mandir di teras rumah, memikirkan apakah ia tinggalkan saja Batari di desa ini. Pemburu berita toh tidak akan sampai ke desa ini mengingat korbanan yang harus dikeluarkan begitu besar. Saat Xabier memutuskan akan melepaskan Batari, mendadak memori lama perceraian orang tua mendesak pikirannya. Menguat rasa benci pada ayahnya yang telah meninggalkan ibu, adik, dan dirinya sendiri. Muncul ingatan akan perlakuan sewenang-wenang ayahnya, berujung pada pengajuan surat perceraian dari ibunya. Xabier masih menyimpan kenangan pahit itu. Pertengakaran ayah dan ibunya setiap hari tidak terelakkan. Xabier bahkan pernah meninggalkan rumah
Di lokasi pemotretan pada hari yang sama, Serafina sedang mondar-mandir di sebuah ruangan. Dugaannya benar, pemotretan hari ini batal karena pria itu masih belum kembali."Apa Xabier mengatakan kapan kembali?" tanya Serafina pada Guidom.Pria itu menggeleng. "Kalau aku tahu kapan dia kembali, hari ini aku tidak akan berkunjung ke studio. Lebih baik aku memperdalam teknik pengambilan gambar outdoor," jawab Guidom sembari membersihkan kamera yang biasa digunakan untuk memotret.Guidom melihat gerakan tubuh Serafina menandakan sedang gelisah. "Dia akan bertanggung jawab terhadap kontrak kerjanya. Tidaknperlu khawatir," ucap Guidom berusaha menenangkan temannya.Serafina tidak puas mendengar ucapan Guidom itu. "Aku tidak memikirkan kontrak kerja, yang aku pikirkan adalah Xabier," sanggah Serafina. Ia berhenti mondar-mandir lalu duduk di sebelah Guidom."Bagaimana ia bisa hidup berhari-hari di desa yang jauh, dan... dan mungkin fasilitasnya ti
Batari tengah sibuk menyiapkan sarapan di dapur. Pagi ini sesuai rencana Xabier akan kembali ke kota Surabaya tempat utamanya beraktivitas. Pria itu sedang di ruang tamu memeriksa kembali keperluan yang akan dibawa pulang.Dari pekarangan, terdengar suara memanggil nama Batari. Xabier mengintip sedikit dari jendela. Di sana ada Ningsih dan Wisang, sebenarnya Xabier tidak berniat untuk menemui keduanya.Terlihat Batari tergesa-gesa menuju arah pintu rumah yang terbuka setengah. "Ya Bu, maaf ya... Tadi Tari masak di dapur. Baru kedengaran," ujarnya tersenyum manis. Ia mengangguk dan sedikit menundukkan tubuhnya memberi rasa hormat pada kedua tamunya."Woh, Ibu terlambat ya, padahal Ibu sudah siapin sarapan untuk kamu dan Nak Xabier," terangnya mengangkat bungkusan plastik. "Tapi, ndak papa masakanmu bisa dibuatkan bekal untuk suami," ujar Ningsih, menyerahkan bungkusan ke tangan Batari."Ibu sama Mas Wisang masuk, nggih?" tawar Batari menggeser tubuhnya."Ndak usah, Nduk. Kami sekalian
Kerinduan akan pekerjaan membuat Xabier sangat antusias memulai hari baru. Setiba di Surabaya, Xabier tidak pulang ke rumah Andalaska melainkan ke rumah, tempat Batari diasingkan.Di sana dirinya bermalam dan berbenah untuk bekerja hari ini. Lagipula, dirinya belum siap untuk ditanya-tanyai seputar perjalanannya yang mendadak ke Desa Adiluhur. "Bagaimana perkembangan restoran beberapa hari saya tinggal, Domarita?" Sekretarisnya sedang berada di ruangan untuk melaporkan hal khusus yang terjadi selama Xabier tidak masuk.Ya, meskipun pria itu seorang pemilik restoran dengan beberapa cabang, dia tetap datang setiap hari ke restoran pusat. Secara khusus, di sana menggali ide-ide baru mengenai bisnis kuliner bagaimana cara memikat dan mempertahankan konsumen."Tidak ada yang khusus terjadi di restoran, Pak. Semua berjalan lancar," ujar Domarita. Xabier mengangguk, hatinya senang, berarti pegawai restorannya menjalankan tugas pokoknya masing-masing."Hanya semalam ada laporan dari restoran
Beberapa hari ini, Batari merasa senang tinggal di desa, walaupun kesedihan masih menghinggapi hatinya.Setiap pagi ia menyempatkan diri pergi ke makam untuk berziarah lalu pulang mengerjakan apa saja yang bisa dilakukan. Pagi ini pun, Batari akan mengunjungi makam dengan seseorang."Tari...," panggil seseorang dari luar rumahnya. Suara itu terdengar tidak sabar dengan beberapa kali memanggil nama Batari."Mas Wisang?" sebut Batari saat pintu telah terbuka sempurna. "Sendirian? Mana Ibu?" tanyanya lagi sambil melirik ke belakang tubuh Wisang."E... Ibu tidak bisa menemani kamu karena ada keperluan. Mas menggantikan," ucapnya menjelaskan."Ooh." Batari merasa gundah dan tidak pantas untuk jalan berdua dengan pria yang bukan suaminya. "Mas... saya pergi sendirian, tidak apa-apa juga," tolak Batari secara halus tanpa menyakiti.Wisang tersenyum, ia telah menebak balasan dari Batari. Pria itu mengenal Batari sebagai perempuan yang tidak mudah dekat dengan orang lain terutama lawan jenis.B
Wisang tidak memaksa Batari untuk mengatakan alasan mengapa begitu cepat perempuan itu mengubah haluan hatinya. Ia menyeruput kopi panas yang dipesannya secara perlahan.Rasa pahit melewati lidah dan menjalar ke kerongkongannya. Ya, dia memesan kopi pahit, tetapi rasanya tidak seberapa dibandingkan kenyataan bahwa kekasihnya telah menjadi milik orang lain.Suara dengkusan keras terdengar di telinga Batari. Perempuan itu masih menunduk, ia merasa bersalah. Namun, hal lain yang lebih dominan adalah perasaannya yang belum pupus untuk pria desa itu. Ia takut, bila mengangkat kepala lalu menatap bola mata Wisang, pertahanannya akan runtuh kemudian menceritakan yang sebenarnya."Tari...," panggil Wisang. Pria itu memajukan tubuhnya mendekati meja. Ia berbisik, "Bila kamu disia-siakan oleh pria itu... Mas siap menerima kamu kembali."Wisang berdiri lalu melangkah keluar kedai minuman. Ia meninggalkan Batari seorang diri. Batari mengangkat kepalanya perla
Jadwal pemotretan Xabier untuk perusahaan Djadikusumo Grup dilaksanakan pagi hari. Perusahaan itu bekerjasama dengan majalah fashion pria ternama untuk memperkenalkan produk parfum barunya.Serafina duduk sembari memandangi gerak-gerik Xabier dalam photoshoot. Perlahan hubungan mereka mengalami kemajuan, meskipun bukan pertanda ke tingkat yang serius. "Hasilnya bagus, kamu sangat berbakat," puji Serafina melihat hasil jepretan fotografer setelah pemotretan selesai."Terima kasih pujiannya," jawab Xabier biasa. "Aku harus segera pergi. Ada kunjungan ke restoran cabang," ungkap Xabier sambil mengemasi barang-barangnya."Tunggu sebentar. Mama kamu sedang dalam perjalanan ke sini," ujar Serafina menghambat jalan Xabier.Tidak lama hentakan hak sepatu perempuan semakin dekat dengan mereka."Xabi, anak mama," sapa Andalaska melempar tubuhnya ke dalam pelukan Xabier. "Mama khawatir berat sama kamu, hampir seminggu tidak beri mama kabar
Siang ini, setelah makan siang, Xabier mengundang konsultan interior ke restoran pusat. Ia ingin mendiskusikan rencana untuk mengubah interior design restorannya dengan nuansa alam yang lebih kental.Sebelumnya Xabier telah mengajukan permintaan desain untuk kebutuhan natural interior. Pria itu menyukai desain pertama yang ditawarkan oleh pihak konsultan.Pertemuan berlangsung selama kurang lebih dua jam. Jadwal perawatan restoran memang telah memasuki waktunya. Oleh karena itu, saat Xabier pergi ke desa Adiluhur ide mengubah desain restorannya begitu kuat di kepala pria itu."Baik Pak Xabier. Kita akan membuat restoran pusat terlebih dahulu dengan konsep yang natural," ucap konsultan interior bernama Geovani. "Tanaman hijau, air terjun, kolam ikan, serta warna dinding restoran akan kita sesuaikan agar mendapat nuansa yang Pak Xabier inginkan. Semakin dekat pula konsep ini dengan nama restoran Pohon Rindang," sambungnya sambil tersenyum memuji.Xabier senang buah pikirannya bisa dimak