Share

[3] Lolita Minta Ajakin Ke Dukun Sakti

“Ya Ampun, malang banget sih nasib Incess!”  Monolog Lolita setelah satu kakinya berhasil menapaki bagian luar jendela kamarnya.

Lolita tampaknya harus mengadakan syukuran 7 hari 7 malam. Mengapa tidak— dikarenakan sang mami yang tak menyukai naik-turun tangga, rumah barunya tak harus membuatnya bergelantungan bagaikan Tarzan saat ingin kabur. Ternyata ada gunanya juga memiliki rumah sederhana.

“Hiyak!!”

Satu gerakan terakhir dan dirinya sukses keluar rumah tanpa perlu berpapasan dengan sang mami.

“Berhasil juga gue!”

Sebenarnya Lolita tak ingin bersusah-payah keluar. Ia bisa membolos dan mengunci dirinya sampai Bapak Fuad tercinta pulang dari dinasnya.

Tapi..

Ah! Para pejuang cinta pasti mengerti bagaimana rasanya sehari tak berjumpa dengan gebetan tersayang. Rasanya tuh seperti hidup segan, mati pun tak mau.

Unwell sekali-lah kalau menurut Lolita.

“Sepi amat yak? Jangan-Jangan gue ditinggal Abang lagi!”

Sebelumnya Lolita sudah memohon pada Argam agar setidaknya berbelas kasih, memberikan tebengan gratis untuknya. Lolita yakin kakak tercintanya itu masih memiliki hati nurani mengingat uang sakunya selalu habis sebelum masa refil tiba.

Namun yang terjadi rupanya tak sesuai ekspektasi Lolita. Kuda besi harga ratusan juta yang seharusnya masih terparkir rapi di dalam gerbang rumahnya, raib, tak terlihat meski hanya spakbornya.

“Abang durjana!! Nge-grab kan mayan Bang ke kampus!” Dumel Lolita, kesal. Padahal ia bisa sampai semengenaskan sekarang karena mulus lemes kakaknya. Coba saja kalau dia tidak berbicara aneh-aneh, ia tak perlu menjadi calon gembel dadakan.

“LOLI!! KAMU SEBENERNYA MAU KULIAH, NGGAK?!”

Astaga! Gawat! Maminya yang cantik tapi mirip seperti Grandong kembali menunjukkan eksistensinya di depan kamar. Ia harus segera bergegas keluar dari istana sang penyihir kegelapan.

“Kaboooorrrr!!” Jerit Lolita. Gadis itu berlari sembari mengangkat kedua tangannya ke udara. Melupakan bagian penting dari acara kabur-kaburannya, dengan membiarkan kaca jendela kamarnya tetap terbuka.

Pada akhirnya Lolita sampai di gedung tempatnya menggigiti bangku kuliah. Lima puluh ribunya seketika lenyap. Jika saja dirinya tahu semahal apa tarif untuk bisa sampai ke kampus, ia lebih baik mengendap, mengeluarkan motor maticnya dari garasi.

Nahas— Pikiran brilian itu baru muncul setelah pantatnya mendarat pada jok motor abang ojek online.

Memang ya, derita cinta itu tiada akhir. Lolita saja tidak hanya menderita secara batin karena selalu ditolak, tapi juga secara finansial. Untuk kerugian tersebut, ia akan lebih giat lagi dalam menaklukan gunung es bernama Muhammad Adnan Nabawi.

‘Pokoknya pantang mundur sebelum Bang Adnan mati. Huh-Hah!’

Jangan heran mengapa slogannya sememukau itu. Bagi Lolita jika hanya janur kuning melengkung, tandanya ia masih mempunyai kesempatan. Hanya perlu bercosplay menjadi pelakor lalu menyusup pada bahterai rumah tangga pria idamannya.

Intinya Lolita sang pejuang cinta hanya akan berhenti jika salah satu diantara mereka dijemput oleh malaikat maut.

Statement tersebut tak berkoma karena sudah diberikan tanda titik dibelakangnya.

 “Lolaaaiiii!! Looool!!”

What the fuck!” Lolita tersentak sampai melakukan gerakan silat karena seseorang meneriakkan namanya. “Selow, Anying manggilnya. Lo bikin jantung gue senam SKJ!”

“Si Babik! Urgent ini!” Ucap Melisa. Satu-satunya sahabat yang dapat mengimbangi kegilaan Lolita.

“Kelas perasaan masih setengah jam lagi deh mulainya. Minggu lalu, Pak Bud nggak ngasih tugas kan?” tanya Lolita, sembari menyebutkan nama salah satu dosen pengampu mata kuliah mereka.

 Melisa menggelengkan kepala. “Bukaan!! Sejak kapan masalah kuliah jadi penting di otak lo, Lol! This is about Bang Adnan! Dia…” Belum selesai Melisa melapor, Lolita sudah kebakaran jenggot sendiri.

“Laki gue?!” Sentaknya dengan kedua tangan mencengkram pundak-pundak Melisa. “Laki gue yang gantengnya ngalahin Pak Fuad kenapa, Mel?” Lolita mengguncang-guncangkan tubuh Melisa, membuat setiap kata yang keluar dari mulut gadis itu memiliki getaran.

“Ah, Sat!” Amuk Melisa, mendorong Lolita pelan agar terbebas.

“Lo tenang, kept calm. Please siapin mental dulu biar nggak tiba-tiba pengen gantung diri di pohon cabe..”

Perkataan Melisa itu membuat Lolita semakin dilanda kepanikan. “GECE apaan, Mel!” Sejujurnya menunggu Melisa mengungkap apa yang dia lihat jauh lebih menyiksa.

“Barusan gue liat Bang Adnan bareng Mbak-Mbak cantik, Lol! Beuh! Bening!” Papar Melisa menggebu. Mata gadis muda itu memicing, bergerak ke atas-ke bawah seakan tengah memindai penampilan kasual sahabatnya.

“Hijaban, kayak model banget pokoknya.” Melisa ingin mengatakan jika sahabatnya bukanlah apa-apa jika dibandingkan wanita itu. Hanya saja Melisa tak tega. Melawan fans-fans brutal Adnan lainnya saja, Lolita kalah kalau penilaian perbandingannya dari segi fisik.

“Mbak-Mbak?” tanya Lolita.

“Heum.. Kayaknya sih kakaknya, tapi bisa jadi pacarnya. Jaman sekarang kan, yang muda sukanya sama yang tuir-tuir, Lol! Siapa tau seleranya Bang Adnan begitu.”

The Hell!” Pekik Lolita. Pemaparan Melisa itu berhasil mencuci ulang otak kecil Lolita.

Mau dipikir sekeras apa pun, penalaran yang Melisa sampaikan mungkin ada benarnya. Sepertinya alasan mengapa pujaan hatinya menjomblo dan menolak setiap gadis dikarenakan fetish-nya yang unik itu.

“Huhuhuhu!! Mel! Why? Kenapa Bang Adnan harus suka sama yang lebih tua!” Lolita mengacak rambutnya. Merasa frustasi dengan kenyataan yang sebenarnya masih sangatlah abu.

“Nggak bisa! Gue harus liat tuh mbak-mbak modelannya gimana! At least, kalau gue bisa copy-paste penampilannya, Bang Adnan bakalan kecantol sama gue!”

“Lol!” Melisa menggaruk kepalanya. “Konsepnya nggak begitu, nggak sih?! Masalah utamanya kayaknya bukan dipenampilan deh!”

Heol! Terus apa dong?”

“Umur nggak sih?! Kan dia kecantolnya sama yang tua-tua!”

Fuck! Masa iya gue nyogok orang pemerintahan buat naikin umur gue di KTP sih, Mel?!”

Jika hal tersebut bisa dilakukan, Lolita tak akan peduli dengan biayanya. Berapa pun kocek yang harus dirogoh dalam-dalam ia pasti sanggup mengeluarkannya. Ia tinggal mencuri salah satu sertifikat yang kelak juga akan diberikan padanya usai orang tuanya meninggal.

Yah, hitung-hitung mencicil harta warisan sebelum waktu kematian tiba suatu hari nanti. Toh— Ia hanya mengambil bagiannya saja.

“Ngaco! Lo pikir Dukcapil punya nenek moyang lo!” Sembur Melisa sembari menoyor kepala Lolita.

“Mending lo liat dulu deh spek bidadari yang disukain Bang Adnan! Abis liat ntar, lo better pikir-pikir lagi, Lol! Gue takutnya lo masuk RSJ cuman gara-gara lakik doang!”

“Sembarangan lo! Kalau gue nggak waras, gimana ceritanya gue bisa suka Bang Adnan!” Hardik Lolita, tak terima.

Padahal dimata Melisa, dengan Lolita mengejar-ngejar Adnan saja sudah mengindikasikan jika sahabatnya memang gila.

“Lo pokoknya tahan diri ya, Lol! Liatin aja pake mata, bacot lo nggak usah ikut-ikutan!”

“Iya! Iya! Paham gue!”

Benar saja— Melisa tak berbohong. Wanita yang Lolita tafsir beberapa tahun lebih tua dari lelaki incarannya itu memang sangat cantik. Hijab yang dikenakan tak sedikit pun mengurangi poin seratus yang matanya berikan.

Hijaban aja cantik, gimana kalau nggak hijaban yak?!— batin Lolita.

Ditempatnya Lolita hanya bisa terpaku. Mengagumi sosok yang pastinya dapat memenangkan hati pujaannya. Ilmu pelet yang dirinya pelajari secara otodidak nyatanya tak membuahkan hasil.

Semua pengorbanannya sia-sia. Begadang yang setiap malam dirinya lakukan ternyata tak berguna. Belum lagi uang sakunya yang terus saja dipotong setelah kakaknya mengadu pada sang mami.

Haruskah ia menyerah? Tapi menyerah sekarang sama saja membuang jerih payahnya selama ini.

Tapi wanita yang bersama lelaki idamannya sungguhlah sempurna.

“Mel! Lo bukannya pernah cerita ya, kalau bokap lo ada kenalan dukun sakti. Bisa nggak Mel, lo ajakin gue kesana?!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status