Home / Romansa / DENDAM ANAK LELAKIKU / BAB 5 - JALAN PINTAS

Share

BAB 5 - JALAN PINTAS

Author: Reinee
last update Last Updated: 2021-03-24 11:28:39

Adiatama Group adalah perusahaan property terbesar di kota itu, tempat Romi mengabdikan diri belasan tahun hingga akhirnya bisa menduduki posisi yang cukup mentereng. Setelah ditinggal oleh perintisnya, kini Adiatama dipimpin oleh putri tunggal yang bernama Ayu Nindya Adiatama. Dia seorang janda berusia 35 tahun yang beberapa bulan terakhir mampu menguras pikiran Raka.

Siang itu, Raka terlihat memarkirkan mobil sport warna dark metallic-nya di depan sebuah fitness centre paling pupuler di kotanya. Menurut informasi, Ayu Nindya Adiatama hampir setiap hari mengunjungi tempat itu.

Beberapa menit berdiam diri di dalam mobil, mata Raka akhirnya tertumbuk pada sesosok wanita berbadan mungil yang sedang tergesa memasuki pintu lobby. Tanpa pikir panjang, Raka pun bergegas ke luar dari mobil untuk menyusulnya. 

Dengan cepat diraihnya tas olahraga dari bagasi dan segera melangkah menuju bangunan berarsitektur Eropa itu. Seminggu sebelumnya, Raka bahkan harus rela membayar cukup mahal untuk bisa bergabung sebagai member VIP di tempat lumayan bergengsi tersebut. 

 

*

Hampir satu jam lamanya, Raka berpura-pura sibuk dengan latihan beratnya di tempat itu. 

 

Dari tempatnya berpura-pura, Raka bisa melihat Ayu telah menyelesaikan sesi latihannya. Wanita itu terlihat menyambar handuk kecil untuk kemudian bersiap meninggalkan ruangan. Tak ingin kehilangan kesempatan, Raka pun segera menyudahi kegiatannya. Dia lantas berjalan cepat menyusul wanita di depannya.

 

"Oops, Maaf!" ucapnya penuh sesal, saat tubuhnya menabrak dengan sengaja lengan orang yang sudah menjadi pusat perhatiannya selama beberapa waktu itu. 

Raka sedikit terkesiap begitu dilihatnya si wanita malah memandanginya cukup lama. Sejujurnya, Ayu adalah wanita dengan kecantikan rata-rata. Namun, jejak perawatan mahal membuatnya terlihat jauh lebih menarik dari paras aslinya.

 

"It's okay." Suara lembut wanita itu segera menyadarkan Raka. Namun dia justru tak segera beranjak dari tempatnya berdiri. Ditatapnya lekat mata Ayu dengan berani. Siapa sangka, wanita di depannya mulai salah tingkah ditatap seperti itu. Dengan muka merah merona, wanita berpostur tak terlalu tinggi itu pun buru-buru berlalu dan menghilang di balik pintu toilet. 

 

*

Nyaris tersiksa dengan kebosanan menunggu di pelataran parkir, akhirnya Raka kembali melihat Ayu keluar dari lobby, berjalan cepat menuju mobil yang terparkir di sebelah mobilnya. 

Raka tak ingin melewatkan kesempatan itu. Dia sengaja membuka pintu mobilnya tepat di saat Ayu melintas. 

"Eh sorry, sorry ya. Maaf banget, aku nggak lihat kalau ….” Lagi-lagi, dia memainkan peran penuh totalitas.

Ayu terlihat meringis, menunduk memegangi lutut. 

 

"Maaf ya, aku benar-benar nggak lihat tadi. Sakit ya?" Raka makin berakting. "Loh, ka-mu yang tadi di dalam kan?" tanyanya. 

Ayu mendongak. Wajahnya kembali memerah saat bersitatap dengan mata Raka. 

 

"Oh, hai. Ka-mu lagi?" tanyanya gugup. 

 

"Sudah mau pulang?" Raka berusaha mencairkan suasana. Ayu merespon dengan anggukan malu malu, menyembunyikan senyuman. 

 

"Kenalin, aku Raka. Kamu?"  

Meski terkesan ragu, Ayu menyambut juga uluran tangan kokoh pemuda di depannya.

 

"Ayu …," ucapnya lirih. 

 

"Sudah lama latihan di sini?" Melihat respon Ayu, Raka makin bersemangat melanjutkan aksinya.

Dan dia sungguh pemuda yang beruntung, karena sepertinya gayungnya sudah bersambut. Ayu seolah tersihir dengan pesona Raka. Obroĺan mereka pun berlanjut hingga beberapa waktu di pelataran parkir itu. Hingga kemudian, Ayu lah yang justru meminta nomor ponsel Raka.

*

Senyum Raka melebar saat melajukan kembali mobilnya ke ruko. Siapa sangka, pendekatannya pada Direktur Utama Adiatama semulus itu. 

Bahkan benar-benar di luar dugaan, sebelum sampai kembali di rukonya, Ayu sudah mengiriminya pesan. Raka melirik sekilas benda pipih yang tergeletak di dashboard dengan mata yang langsung melebar saat melihat nama 'Ayu' terpampang di notifikasi pesan layar HP. 

"Yess!" pekiknya.

 

Tangan kirinya langsung bergerak cepat menyambar benda berharga belasan juta itu.

 

[Raka, Kamu tinggal dimana sih?]

 

Pertanyaan yang cukup singkat, tapi mampu membuat hati Raka begitu kegirangan. 

Tanpa pikir panjang, tangannya bergerak cepat membalas pesan itu. Raka lupa dengan posisinya yang sedang berada di belakang kemudi. Sesaat setelah menekan tombol 'SEND' pada keyboard ponsel, matanya menangkap sesosok tubuh berjalan di depan mobilnya yang melaju lambat. Saat sadar, kakinya segera bergerak cepat menginjak rem. Namun terlambat, moncong mobilnya ternyata telah lebih dulu menyentuh orang tersebut.

 

"Oh, si*l!" umpatnya. Dia pun segera mematikan mesin mobil untuk kemudian bergegas ke luar.

 

Betapa terkejut saat dilihatnya seorang gadis remaja berseragam putih biru sedang berusaha berdiri dengan memegangi lutut. 

 

"Ka-mu nggak apa-apa?" tanyanya panik. Raka sontak menoleh ke sekeliling. Beruntung jalanan sedang sepi dan tak ada yang sedang melihat kejadian itu.

 

"Eng-gak, nggak apa-apa kok, Kak." Raka lega melihat gadis itu langsung menggeleng. 

Setelah berhasil bangkit, gadis itu terlihat akan pergi. Namun melihat rok yang sedikit koyak, Raka langsung mencegahnya. 

"Kamu mau kemana? Kaki kamu luka itu," tunjuknya ke arah lutut sang gadis.

 

"Nggak apa-apa kok, Kak. Cuma luka sedikit," sahutnya gugup. 

 

"Rumah kamu mana? Aku antar pulang ya?" tawar Raka.

 

"Enggak. Nggak usah, Kak. Saya naik angkot aja."

 

"Udah, nggak usah bandel. Ayo masuk, aku antar." Raka berjalan mengitari mobil, lalu membukakan pintu samping. 

 

"Ayo!" ujarnya lagi. Gadis remaja itu justru terlihat takut-takut padanya. 

 

"Aku bukan orang jahat. Ayo naik! Aku antar kamu pulang." Raka mendesah kasar melihat gadis itu tak jua beranjak dari tempatnya berdiri.

 

Setelah beberapa saat terlihat menimbang, gadis itu pun menurut juga untuk masuk mobil. 

 

Raka menyusul masuk usai menutup pintu. Dahinya berkerut kala melihat gadis remaja itu sedang meringis di kursi penumpang. 

 

"Kenapa? Sakit?" tanya Raka cemas.

 

"Nggak apa-apa kok, Kak." Dia masih saja menyangkal.

 

"Kita ke dokter dulu kalau gitu, baru aku antar kamu pulang."

 

"Eh enggak usah, Kak ...." Gadis itu terlihat panik begitu mendengar kata 'dokter' disebut. Tangannya bergerak cepat mengisyaratkan 'jangan', tapi Raka tak lagi mempedulikannya. Pemuda itu segera melajukan kembali mobil menuju klinik terdekat dari tempat itu. 

 

Sepanjang perjalanan, gadis remaja itu malah terlihat berkali-kali melirik ke arah Raka yang duduk di belakang kemudi dengan muka serius. Ternyata pemuda ini sangat keren, pikirnya.

 

"Ayo, turun! Kita sudah sampai." 

 

Gadis remaja itu dikagetkan dengan sebuah suara di dekatnya. Rupanya Raka sudah berdiri di samping mobil membukakan pintu untuknya. 

 

*

Setelah hampir setengah jam lukanya diperiksa, perawat mengijinkan mereka untuk pulang.

  

"Aku antar kamu pulang sekarang. Rumah kamu dimana?" tanyanya setelah mereka kembali berada di dalam mobil.

 

"Kompleks Green Garden, Kak," jawab gadis itu singkat, tapi mampu membuat Raka mengerutkan dahi.

 

Setahu Raka, tempat yang disebutkan gadis itu merupakan kompleks perumahan yang cukup elit di daerahnya. Sepertinya agak aneh jika anak perempuan di sampingnya itu tinggal di sana.

 

"Bener kamu tinggal di sana?" Raka bertanya penuh selidik, antara percaya dan tidak.

 

"Iya Kak. Memangnya kenapa?" 

 

"Eng-gak. Nggak apa-apa sih. Memangnya, kamu nggak diantar jemput orangtuamu ke sekolah?" Raka makin penasaran.

 

"Kalau pagi sih biasanya bareng sama papa sekalian ke kantor, Kak. Tapi kalau siang, saya biasanya pilih pulang naik angkot atau ojek online. Karena kan tidak buru-buru," jelasnya. 

 

Raka mengangguk mengerti. Walau dalam hati dia merasa gadis di sampingnya itu cukup unik juga. 

 

"Oh iya, nama kakak siapa?" tanya gadis itu tiba-tiba, membuat Raka refleks memicing mata ke arahnya. Rupanya anak itu sudah mulai berani mengajaknya bicara. Tidak seperti awal saat mereka berjumpa.

 

"Ma-af Kak, kalau sa-ya tidak sopan," ucapnya penuh sesal begitu melihat ekspresi Raka. Namun melihat wajah ketakutan itu lagi, Raka malah jadi terkekeh.

"Eng-gak. Nggak apa-apa kok. Santai aja. Aku Raka. Kamu siapa?"

 

"Saya Mayla, Kak."

Bersambung …

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 80 - FINALLY, LOVE (ENDING)

    Suasana haru nampak dalam pesta pernikahan yang mewah itu saat pengantin wanita yang terlihat begitu muda dan cantik beberapa kali menitikkan air mata karena teringat akan kedua orang tuanya.Akhirnya, disinilah dia berlabuh. Di hati seorang pangeran yang kebahagiaannya bahkan telah direnggut oleh ibunya semasa masih hidup.Mayla sungguh bak putri dalam dongeng yang dipersunting pangeran tampan yang baik hati. Cintanya yang berakhir dengan kebahagiaan membuat iri banyak pasang mata yang kebetulan mengetahui jalan hidupnya.Pesta itu tidak begitu mewah karena hanya dihadiri oleh tamu-tamu undangan dari kalangan teman, sahabat, dan kerabat saja. Namun segala sesuatunya sangat mengesankan betapa sang pengantin pria sudah mempersiapkan pesta itu dengan hati.Tak jauh beda dengan Mayla, Ibu Rani pun nampak sangat haru dengan pernikahan putra pertamanya. Kekhawatirannya akan dendam sang anak pada ayah kandungnya ternyata tidak terbukti benar. Raka membuktikannya dengan akhir yang membahagiak

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 79 - LOVE YOU, KAKAK

    "Dia di mana, Bik?" Bik Sani langsung menyambut saat Raka tiba di halaman rumah. Raka berjalan tergesa menuju teras rumah."Di kamarnya, Pak. Dari semalam nggak mau ke luar kamar, nggak mau makan. Nangis terus," jelas Bik Sani, mengikuti langkah Raka menuju ke dalam."Siapkan makanannya, bawa ke kamar, Bik.""Baik, Pak."Sampai di depan kamar Mayla, Raka ragu untuk mengetuk. Hari itu sebenarnya dia belum punya rencana untuk menemuinya. Namun karena Bik Sani menelpon dengan panik dan mengabarkan bahwa Mayla yang tidak mau keluar kamar, akhirnya dia berubah pikiran.Tak ada sahutan dari dalam saat akhirnya Raka mengetuk kamar itu. Hingga dia pun memutuskan untuk membukanya paksa.Raka menghela nafas lega saat dilihatnya Mayla sedang tidur meringkuk di atas ranjang."May!" Raka mendekat dengan buru-buru, memegang kepala gadis yang terlihat terbaring lemah di atas ranjang itu. Badannya sedikit panas. Raka mulai panik."Bik! Bibi!" Teriakannya membuat Bik Sani langsung berlari tergopoh menu

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 78 - MARAH?

    Beberapa bulan setelah kejadian yang sangat mengesankan bagi Mayla itu, kakaknya tak pernah terlihat datang.Hari demi hari berlalu, setiap pagi Mayla selalu bersemangat saat ada suara mobil yang tiba-tiba seperti akan berhenti di depan rumah. Dia selalu berharap Raka yang datang untuk mengantarkannya ke sekolah seperti biasa.Dia juga selalu berharap kakaknya itu akan ada di luar gerbang memanggilnya dengan nada galak seperti biasanya. Tapi semuanya itu tak pernah terjadi. Dia pergi dan pulang dari sekolah dengan naik angkot seperti sebelumnya. Tak pernah lagi ada Raka yang tiba-tiba muncul mengagetkan dan membuatnya takut. Raka seperti menghilang di telan bumi.Beberapa kali ada notifikasi perbankan yang masuk ke ponsel Mayla. Sejumlah dana masuk ke rekeningnya disertai pesan; belanja bulan ini, gaji Bik Sani, uang sekolah, atau bersenang senanglah. Siapa lagi yang mengirimkan uang sebanyak itu selain Raka?Lalu beberapa kali terkadang ada pesan masuk ke aplikasi hijaunya."Sudah di

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 77 - SORRY, LOVE

    "Semalam mau tanya apa?" Tiba-tiba Raka bertanya di sela-sela sarapan.Bik Sani sudah menyiapkan dua piring nasi goreng spesial pagi itu untuk kedua momongannya."Eeehm, itu Kak ... " Mayla mendadak gagu. Keinginan kuatnya semalam untuk segera bertemu Raka dan menanyakan hal yang membuatnya penasaran mendadak hilang seketika melihat wajah yang menatapnya dengan tak berkedip dan mendominasi seperti biasa."Itu apa?" desak Raka. "Katanya penting, nggak bisa diomongin lewat telpon, katanya harus sekarang. Kenapa malah diam?" cecar Raka.Mayla menelan ludah susah payah. Dia heran karena selalu saja jadi seperti orang bodoh saat sedang berhadapan dengan Raka."Itu Kak ... kemarin May dijemput Ayah pas pulang sekolah.""Aku tau. Trus ngapain?""Kakak tau? Gimana kakak bisa tau?" Dahi Mayla berkerut."Apa sih memangnya yang nggak aku tau dari kamu?" ucap Raka bernada merendahkan. "Trus kenapa?" lanjutnya."Itu ... Ayah bilang sesuatu sama Mayla.""Bilang apa?" Raka beralih ke piring di depann

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 76 - FALLIN' IN LOVE

    "Mayla!" Firman langsung berteriak saat melihat Mayla muncul dari pintu gerbang sekolah."Ayah!" Mata Mayla berbinar melihat sang Ayah yang sedang berdiri di dekat mobil MPV keluaran tahun lama itu."Ayah kok di sini?" tanyanya saat berhasil sampai di dekat Firman."Kebetulan tadi Ayah lewat, jadi sekalian mampir. Kamu sudah makan? Temenin Ayah makan siang yuk?" ajak Firman. Mayla pun mengangguk senang.Selain teman-temannya di sekolah dan keluarga Ibu Rani, Mayla sangat jarang berinteraksi dengan orang lain. Kehadiran Ayah hari itu sepertinya membawa suasana lain dalam hatinya.Mayla masuk ke dalam mobil Firman tepat pada saat mobil Raka berhenti di depan sekolahnya.Melihat Mayla dijemput sang Ayah, Raka pun langsung melaju meninggalkan tempat itu.Dia yakin hari itu Mayla akan mengetahui kartu merahnya. Ayahnya pasti akan mengatakan padanya tentang lamaran itu..*****"Apa? Ayah pasti bercanda kan?" Mayla membelalakkan mata tidak percaya di sela-sela makan siang di sebuah Restoran P

  • DENDAM ANAK LELAKIKU   BAB 75 - INIKAH SAATNYA?

    Berbeda dengan saat di rumah, sikap Raka di ruko ternyata lebih cuek. Saat sampai di sana, dia langsung meminta salah seorang karyawan wanitanya untuk membantu Mayla mengenal pekerjaan barunya. Sementara dia sendiri sibuk di ruang kerja bersama Radit.Kikuk dan minder. Itu yang dirasakan Mayla di kantor itu. Menjadi yang paling muda dan paling tidak mengerti apa-apa. Mayla jadi tersadar jika hidupnya selama ini hanya disibukkan dengan ketidak-beruntungan."Setelah selesai, jangan lupa filenya disimpan ya. Buat nanti laporan mingguan ke Bang Raka," ucap karyawan wanita itu menyudahi penjelasan. Mayla hanya mengangguk, kurang yakin."Oke, kalau ada masalah nanti tanyain aja, nggak usah malu. Semuanya baik kok di sini," ujarnya lagi. Meski sudah diperlakukan ramah seperti itu, Mayla tetap saja merasa asing. Terlebih karena Raka juga tak memperlakukannya spesial di tempat itu.*****Jam sudah menunjuk pukul 5 sore saat sebagian besar karyawan sudah mulai meninggalkan ruangan. Hanya beberap

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status