Share

RENCANA BALAS DENDAM

"Bukankah aku sudah mati? kenapa aku bisa hidup lagi?" Revista bergumam karena tidak percaya dengan keajaiban yang telah dia alami.

"Ada apa denganmu? apa kau merasa tidak nyaman?" tanya pria yang sejak tadi merasa tingkah laku Revista terlihat aneh.

Revista reflek menatap pria yang berdiri di sampingnya. Pandangannya mulai tampak jelas tatkala menatapnya. Pria itu masih sangat muda, seumuran siswa SMA. Dia anak yang sangat tampan.

"Siapa kau?" tanya Revista penuh dengan kewaspadaan.

"Ah, maaf. Aku adalah orang yang menyelamatkanmu. Pertama kali menemukanmu, kau sudah terluka parah. Jadi, aku langsung membawamu ke rumah sakit," jelasnya.

"Kau ... kau yang menyelamatkanku?" tanya Revista ragu-ragu.

"Benar, itu aku," jawabnya sembari memancarkan keramahan di wajahnya. "Karena kau sudah siuman, bisakah aku meminta nomor telephon keluargamu?" pintanya.

Di detik itu, Revista tertegun tanpa bisa berkata-kata ketika pemuda itu menyinggung tentang keluarga. Dia sadar bahwa dirinya adalah Gea, tetapi dia tidak tahu jika dia sebenarnya adalah Revista. Dalam ingatannya, Gea telah mati. Akan tetapi, dia tidak tahu jika ternyata dia hidup, padahal ternyata Gea memang telah mati.

"Aku ingin ke toilet." Revista mencari alasan untuk menghindari pertanyaan dari pemuda itu.

Entah mengapa, seluruh tubuhnya terasa lebih ringan. Rasa sakit menyiksa yang telah dia rasakan beberapa saat lalu pun perlahan menghilang. Hal itu membuatnya lebih mudah berjalan dan bergerak.

"Apa ini? Siapa dia? Tidak mungkin! Apa itu ... aku?!" Gea tercengang ketika melihat pantulan dirinya di cermin. Wajah asing yang tampak muda dan cantik sudah jelas bukanlah dirinya.

Wanita yang sudah berkepala 4 tidak mungkin memiliki wajah yang begitu baby face dan kulit yang masih kencang dan mulus. Sekali pun ketika di usianya yang masih muda, seingatnya dia tidak pernah memperoleh wajah yang begitu cantik seperti dirinya saat ini.

"Apa aku kembali muda? Tidak, tidak. Ini mustahil. Ini bukan wajahku. Dari mana aku pernah mendapatkan wajah secantik ini? Siapa gadis ini? Siapa ... aku?" Perlahan-lahan Gea menyentuh cermin yang memantulkan fisiknya yang jauh lebih cantik dan segar dari dirinya yang pernah menjadi Gea.

Terbangun di tubuh yang lebih muda, memiliki wajah yang jauh lebih cantik, semua itu adalah hal yang sangat mustahil dibayangkan oleh Gea. Tak pernah terlintas sedikit pun membayangkan skenario takdir yang begitu unik. Namun di sisi lain, baginya semua itu adalah berkah setelah kemalangan.

"Tuhan ternyata sangat berpihak padaku. Dion, Elana, tunggu saja. Aku pasti akan membalaskan dendamku di kehidupan sebelumnya," cetusnya dengan geram dan sorot mata yang begitu tajam, layaknya panah yang siap dilepaskan dari busurnya.

Gea telah diberi kesempatan hidup sekali lagi sebagai Revista. Sayangnya, Gea belum menyadari fakta bahwa Revista adalah adik kandung Elana, seorang wanita selingkuhan suaminya yang telah menghancurkan kehidupannya.

Segera setelah dia mulai sadar dengan fakta yang tengah dialami, ia pun bergegas untuk kembali ke rumahnya. Dia keluar dari rumah sakit begitu saja, lalu mencegat taksi dan mengantarnya ke rumahnya.

Revista tercengang tatkala mendapati bahwa acara pernikahan besar-besaran tengah diadakan di pekarangan rumahnya. Dia bersembunyi tanpa menunjukkan dirinya ke hadapan publik.

Melihat Dion menggandeng tangan Elana sembari berjalan di altar, Revista geram dengan tangan terkepal. Ingin sekali rasanya dia mengambil sebuah pisau yang ada di meja, lalu menusuk kedua jantung musuh yang saat ini tengah berbahagia di atas kematiannya. Namun, dia hanya bisa membayangkan momen ketika membunuh kedua manusia yang sangat dibencinya. Bukan karena dia tak berani melakukannya, tetapi karena dia tak ingin emosional sesaat akan menghancurkan tujuan besarnya.

"Tunggu saja. Kali ini, aku memang tidak bisa membunuh kalian berdua. Akan kuberi kalian kesempatan untuk berbahagia sebelum menerima penyiksaan yang begitu menyakitkan hingga kalian memohon ampunan kepadaku," cetusnya.

Pernikahan Dion dan Elana berlangsung dengan lancar tanpa halangan apa pun. Namun, Elana tampak gelisah karena menunggu adiknya yang tak kunjung datang. Dia yakin sebelumnya Revista berkata bahwa dia telah sampai di bandara dan akan menuju ke alamat yang telah dikirimkan oleh Elana. Akan tetapi, dari kemarin malam hingga detik ini, Elana tak kunjung menerima kabar tentang Revista. Bahkan, Elana berkali-kali menghubungi nomor Revista yang sampai sekarang belum aktif.

Elana meninggalkan tempat acara, lalu pergi ke ruang rias untuk melephon Revista. Namun nihil, adiknya masih saja tak mengangkat telephonnya.

Dion yang menyadari Elana telah menghilang pun bergegas mencarinya. Hingga ke ruang rias, akhirnya dia menemukan sosok Elana. Kemudian, ia pun menghampirinya.

"Beby, ada apa? kenapa kau terlihat cemas?" tanya Dion kepada Elana yang sejak tadi memilin-milin gaun pengantinnya.

Elana pun reflek mengangkat wajahnya dan menatap Dion dengan sorot mata yang penuh dengan kekhawatiran.

"Acara pernikahan kita sudah hampir selesai, tapi sampai sekarang adikku belum juga datang. Dia bilang kemarin malam sudah sampai di bandara. Aku ingin menjemputnya, tapi dia menolak. Aku khawatir sesuatu terjadi kepadanya." Elana mencurahkan kegelisahannya kepada Dion.

"Adik? Aku belum pernah dengar kalau kau punya adik. Kenapa kau tidak bilang?" Dion mengangkat sebelah alisnya karena merasa heran.

"Aiihh ... aku pikir, aku tidak pernah memberitahumu, karena cepat atau lambat kau akan tahu setelah aku mengenalkannya. Tapi, sekarang ... aku ... ." Elana terlalu panik sampai dia bingung harus berkata apa lagi.

Dion mengambil inisiatif meraih lengan Elana dan menggenggam erat seraya berkata, "Jangan khawatir. Aku akan menyuruh seseorang untuk mencarinya. Karena dia adikmu, berarti dia adikku juga. Tenang saja. Ayo, banyak orang yang menunggu kita di luar," himbau Dion.

Karena hari itu adalah hari berbahagia bagi mereka berdua, Elana tak ingin merusak kebahagiaan mereka dengan mencemaskan sesuatu yang belum pasti. Dia berusaha untuk berpikir positif tentang Revista, di samping ada seseorang juga yang akan mencarinya.

"Baiklah, ayo," ujar Elana.

Seorang pengawal sewa yang ditugaskan oleh Dion pun bergegas mencari keberadaan Revista. Beberapa saat kemudian, Dion akhirnya mendapat pesan dari pengawal yang dia sewa. Dion telah mendapat informasi tentang kabar kecelakaan Revista. Akan tetapi, dia sengaja menyembunyikannya dari Elana.

Dion tak ingin repot-repot mengurus adik Elana yang tak mendatangkan keuntungan baginya. Ketika Elana bertanya, Dion tanpa ragu membohonginya.

"Bagaimana? apa kau sudah mendapat kabarnya?" Elana sangat menanti jawaban dari Dion.

"Sekarang kau bisa tenang. Adikmu baik-baik saja. Dia sekarang sedang bermain. Maklumi saja. Dia baru datang ke kota asing," jawab Dion. Dia berbohong tanpa berkedip.

Sementara Elana begitu mudahnya percaya dengan kebohongan Dion tanpa curiga sedikit pun.

"Bermain? Yang benar saja, anak itu. Acara pernikahan kakaknya sudah hampir selesai, tapi dia masih tahu bermain. Awas saja jika aku bertemu dengannya. Aku pasti akan memberinya pelajaran." Elana tampak sangat marah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status