Pada malam pertengkaran Gea dengan Dion, Gea tidak menyangka jika malam itu adalah malam terakhirnya. Malam itu, Gea salah meminum obat dan membuatnya mati keracunan.
Keesokan harinya setelah kepergiannya, keluarganya pun mengadakan pemakaman. Selain keluarganya dari pihak suaminya dan putranya yang masih belia, dia tidak memiliki keluarga lagi.Gea adalah putri tunggal dari keluarga konglomerat. Karena kepergian keluarganya mendahuluinya, dia menjadi satu-satunya pewaris sah yang mewarisi harta kekayaan keluarganya. Takdir tak bisa ditebak. Siapa yang menyangka bahwa dia pada akhirnya menjemput keluarganya. Satu-satunya pewaris harta yang sah adalah putranya. Namun karena usianya masih terlalu muda, maka semua harta yang dimiliki Gea jatuh ke tangan Dion yang menyandang status sebagai suami sahnya.Baru 2 minggu kepergian Gea berlalu, Dion sudah mulai merencanakan acara pernikahannya dengan Elana. Kebetulan yang tak bisa diprediksi, hingga membuat semua orang curiga dan menyebarkan rumor bahwa Dion dengan Elana sudah lama menjalani hubungan gelap."Kembalikan ibuku!" Seorang anak lelaki berkisar usia 7 tahun tiba-tiba menghadang jalan Elana dan memukulinya."Dasar anak nakal! Apa yang kau lakukan? Lepaskan aku!" protes Elana.Kemudian, seorang pengasuh yang mengejarnya pun bergegas menjauhkan anak lelaki itu dari Elana. Kemudian, pengasuh itu pun berkata, "Nyoya muda, maafkan anak ini. Saya yang sudah lalai menjaganya," ucap pengasuh itu sembari merendahkan tubuhnya di hadapan Elana."Sudahlah, sudahlah. Kali ini, aku tidak akan mempermasalahkannya," kata Elana seraya beranjak pergi."Jayden, ayo pergi," himbau pengasuh itu."Tunggu. Berhenti di sana!" perintah Elana. Mendengar nama anak itu disebut, Elana sontak teringat akan sesuatu. Kemudian, dia berbalik dan mencengkram erat kedua bahu anak lelaki itu. "Ternyata itu kau. Apa kau anak wanita tua itu?" tanya Elana dengan sorot mata tajam yang membuat Jayden ketakutan.Melihat Elana yang terlihat tidak senang dengan Jayden, pengasuh itu pun bergegas berlutut di hadapan Elana."Nyonya muda, mohon maafkan kami. Lain kali saya pasti tidak akan membuatnya menyinggung Anda." Pengasuh itu sangat memohon kepada Elana.Setelah menatapnya beberapa saat, akhirnya Elana melepaskan cengkramannya. Kemudian, dia kembali menegakkan tubuhnya."Aku hanya penasaran. Ternyata wajahnya lebih mirip ayahnya. Beruntung dia tidak mirip dengan ibunya yang jelek. Lain kali, jangan sampai aku melihat anak ini di hadapanku. Jaga dia baik-baik. Jangan sampai merusak persiapan acara." Setelah memperingati pengasuh itu, dia pun beranjak pergi dengan arogannya.Elana sudah seperti memiliki gaya sebagai nyonya rumah, meskipun dia belum resmi menikah dengan Dion. Namun, semua itu hanya masalah waktu. Setelah mereka selesai mempersiapkan acara pernikahan, maka dia akan resmi menjadi nyonya rumah keluarga itu."Bibi, kenapa kau menghentikanku? wanita itu yang membuat ibuku meninggal." Jayden merengek kepada pengasuh yang menjaganya."Jayden, jangan asal bicara. Ayo," himbaunya sembari menuntun Jayden untuk kembali ke kamarnya.Semua orag tengah sibuk mempersiapkan pernikahan antara Dion dan Elana. Tampaknya, pernikahan yang akan mereka adakan terkesan sangat megah. Mereka menghabiskan banyak uang untuk mengadakan pernikahan besar-besaran setelah Dion telah menjadi ahli waris seluruh harta kekayaan yang sebelumnya beratasnamakan Gea."Halo?" Elana mengangkat telephonnya yang berdering."Halo, Kak Ela. Ini aku," ucap seseorang dari seberang telephon."Aku tahu. Revista si adik yang paling bandel. Jadi, kapan kamu datang?" tanyanya."Hehe. Aku sudah di bandara, Kak," jawab Revista yang tak lain adalah adik perempuan Elana."Secepat itu? Kalau gitu, Kakak jemput ke bandara ya." Elana menawarkan."Nggak perlu, nggak perlu, Kak. Aku bisa ke sana sendiri. Kan sudah Kakak kirim alamatnya. Tenang saja. Aku bukan anak kecil lagi." Revista menolak tawaran dari Elana."Yasudah kalau gitu. Hati-hati di jalan. Sudah dulu, ya. Di sini lagi sibuk banget. Dadah." Elana segera menutup telephon dari adiknya sebelum adiknya sempat menjawabnya.Selain adiknya, Elana tak memiliki keluarga lain. Revista adalah satu-satunya keluarga bagi Elana. Mereka hidup saling bergantung. Namun karena kurangnya ekonkmi, Elana terpaksa harus merantau ke kota lain dan meninggalkan Revista yang baru saja melanjutkan study-nya.Setelah panggilan telephon terputus, Revista pun mulai beranjak memasuki taksi yang baru saja dipesan secara online. Dia sangat menikmati perjalanannya, terlebih tak sabar bertemu dengan Kakak yang sangat dirindukannya.TINN!TINN!CKITTBRUAKK!Di jalan yang sepi, sebuah mobil truck dari persimpangan jalan tiba-tiba muncul dan menabrak taksi yang ditumpangi Revista. Supir taksi mencoba semaksimal mungkin untuk menghindari mobil truck yang hampir saling bertabrakan.Supir taksi membanting setir, mengerem, hingga taksi berhasil berhenti ketika menabrak pagar tebing. Untung saja, taksi itu tersangkut. Namun, sedikit demi sedikit, mulai tak seimbang ketika batu reruntuhan di pinggir tebing tak bisa lagi menyangga taksi tersebut. Pertahan yang sia-sia, karena pada akhirnya taksi itu menggelinding ke bawah tebing sebelum bantuan datang. Setelah terus menggelinding di tebing yang curam, taksi itu akhirnya tenggelam ke dalam laut.Air permukaan laut sekilas berubah warna menjadi warna merah karena darah Revista yang terluka dan pak supir, hingga kemudian warna air kembali netral setelah diterjang kuatnya ombak."Di mana aku? Arrghh ... ." Revista mengerang kesakitan sembari memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing."Kau sudah sadar?" ucap suara seorang pria yang terdengar begitu asing.Samar-samar pandangannya mendapati sesosok yang datang menghampirinya. Dia ingin memastikan siapa pria itu. Namun, semakin dia memaksa untuk melihatnya dengan jelas, sekujur tubuhnya terasa semakin sakit tak tertahankan."Jangan bergerak," kata pria itu sembari mencegah Revista yang berusaha bangkit. Pria itu memegang kedua bahu Revista dan membantunya untuk berbaring kembali.'Apa yang terjadi? kenapa aku bisa ada di sini?' batin Revista bertanya-tanya.Segala sesuatu tentangnya terasa sangat asing. Dia brusaha untuk mengingat-ingat apa yang terjadi dan siapa dirinya. Dia tak ingin menyerah meskipun memory otaknya tak sanggup menggali semua ingatan itu.Sekilas ingatan yang tersamar mulai muncul dalam pikirannya, membuat emosinya tak stabil. Akhirnya dia mengingat siapa dirinya. Dendam, kebencian, pengkhianatan, senantiasa tertanam di dalam benaknya."Aku masih hidup? Tidak mungkin." Revista mulai bingung terhadap dirinya sendiri.Dia sangat kebingungan setelah menyadari siapa identitasnya yang sebenarnya. Dia adalah Gea, tetapi dia adalah Revista.Bagaimana mungkin?Dia sangat beruntung. Ketika taksi yang ditumpanginya terjatuh ke tebing, tubuhnya terbawa arus ombak dan terdampar di pantai. Kebetulan, seseorang melihat dirinya yang terdampar dan membawanya ke rumah sakit. Setelah menjalani pengobatan, akhirnya dia tersadar. Namun anehnya, ketika dia tersadar, dirinya bukan lagi dirinya, melainkan orang lain.Jiwa lain terbangun di tubuh Revista. Dan jiwa itu adalah Gea yang telah meninggal."Apa itu sakit?" tanya Randi sembari mengoleskan obat di wajah Revista."Tidak, goresan kecil bukan apa-apa," jawabnya berusaha terlihat tegar."Pembohong besar. Kau tidak harus berkelahi dengan mereka. Aissh ... bodohnya. Aku memang tidak berguna. Harusnya aku yang menolongmu, malah kau yang menolongku." Randi menyalahkan dirinya. "Oh, ya. Sejak kapan kau belajar beladiri? sepertinya kau sangat hebat," tanyanya penasaran.'Tentu saja aku belajar saat menjadi Gea,' batinnya, "entahlah. Sudah cukup lama. Jika kau bersalah, bagaimana jika kau membantuku?" pintanya."Kau ingin meminta bantuanku? tentu saja aku akan menyetujuinya. Apa yang kauinginkan, katakan saja. Aku akan berusaha mewujudka. semuanya." Randi tampak sangat berinisatif."Ah ... itu ... ."Revista tiba-tiba melucuti pakaiannya di hadapan Randi, hingga reflek membuatnya memalingkan wajahnya karena malu. Namun, rasa penasarannya berontak, dan akhirnya netranya menilik ke arah Revista."Apa yang terjadi? apa mereka yang suda
Ketua geng yang bernama Zena, menjambak rambut Revista sembari menyeretnya ke gudang sekolah. Di dalam gudang itu sudah ada 3 orang laki-laki yang tengah menunggu di dalam sana. Kedua mata mereka membola tatkala melihat Zena tengah membawakan mangsa baru untuk mereka.Ketiga siswa laki-laki itu juga termasuk geng anak nakal. Geng motor jalanan yang senang menindas anak-anak lemah tak berdaya. Mereka sering tawuran dengan anak geng motor sekolah lain. Tidak sedikit pula dari mereka yang kerap mengancam dengan kekerasan, juga telah menghamili para siswi. Para siswi yang hamil itu terpaksa bunuh diri karena menahan rasa malu dan tidak berani mengatakan yang sejujurnya terhadap guru, termasuk orangtua mereka sendiri. Ketiga siswa itu bernama Egi, Wandi, dan Vino."Yuhu ... dapat mangsa dari mana lagi kamu, Zen?" ucap Wandi yang bersorak girang kala melihat Revista yang diseret menghadap mereka.'Apaan lagi ini? Nasibku sungguh sial. Bisa-bisanya jadi bahan bullyan para anak nakal ini,' ba
POV RevistaRasanya sekujur tubuhku sakit usai malam tadi. Apa lagi saat aku mengguyur tubuhku dengan air ketika mandi. Yah, ini sangat menyebalkan. Lagi-lagi aku harus berpura-pura menjadi siswi SMA dan berangkat ke sekolah.Untunglah luka dan memar di tubuhku di bagian dalam yang tak terlihat. Awwh, aku mengerang kesakitan setiap kali berjalanan. Aku tidak leluasa berjalan saat bagian tengah selangkanganku terasa sakit dan linu. Dion sialan itu memang pria bejat. Perlakuan kasarnya membuatku tak leluasa berjalan. Meskipun tubuh ini bukanlah milikku, tetapi orang yang dapat merasakan rasa sakit tetaplah aku. Ah, rasanya ingin membolos sekolah saja. Akan tetapi, berdiam di rumah pun tak ada gunanya. Justru telingaku akan panas jika terus mendengar ocehan mantan mertuaku yang tak henti mencari-cari kesalahanku."Eh, dasar anak kurang ajar!" cerca Ida.Nah, baru saja selesai ngomong. Manusia itu sudah memergokiku kala aku menuruni tangga rumah. Aku sengaja menulikan telingaku, seakan ta
Larut malam, Revista baru sampai di rumah. Rasanya sangat lelah setelah menempuh perjalanan panjang. Ia ingin bergegas beristirahat dan merebahkan tubuhnya di ranjang. Tatkala dia membuka pintu kamarnya, dia dikejutkan oleh Dion yang telah stand by menunggunya. Raut wajah Dion tampak buruk kala mamandang Revista. Dion tampak tidak senang dan menekuk wajahnya sembari melipat kedua lengannya."Kakak ipar, kau mengejutkanku. Kenapa kau bisa ada di ... .""Kau terlambat." Dion memotong ucapan Revista dengan nada bicara ketusnya. Tatapannya menggelap. Dion tampak menakutkan dengan ekspresinya saat ini. "Emm, Sayang. Apa kau marah?" Revista berusaha menggoda Dion agar kemarahannya mereda. Revista meliuk-liukkan tubuhnya seraya berjalan menghampiri Dion. Ia duduk di pangkuan Dion sembari menatapnya penuh dengan hasrat."Karena sudah terlambat, maka terima hukumanmu!" Dion menyeret lengan Revista dan melemparkan tubuhnya ke atas kasur dengan cara kasar. Beruntung, Revista dilemparkan ke kas
Setelah dokter memeriksaku dengan benar, akhirnya aku pun berpamitan kepadanya untuk pulang. Awalnya dojter itu menyuruhku untuk menginap semalam. Akan tetapi, aku menolaknya dengan alasan tidak ingin membuat ibuku mengkhawatirkanku.Dokter tidak punya alasan lain untuk menolak permintaanku. Dokter pun mengizinkanku untuk pulang. Setelah itu dokter pun pergi dari ruangan.Beberapa saat kemudian, pria yang menolongku itu masuk. Aku pun segera menanyakan dimana pakaianku kepadanya. Namun dia menjawab bahwa pakaian sudah dibuangnya karena sudah tak layak pakai.Apa?Tidak layak pakai?Apa maksudnya bajuku itu jelek?Dia menghina cara berpakaianku?Aku pun hanya bisa mengernyitkan kedua alisku ketika mendengar perkataan dari pria itu. Lagian bisa-bisanya dia membuang pakaianku begitu saja tanpa izin dariku terlebih dahulu. "Ini. Kau bisa pakai ini!" ucap pria itu sembari memberiku sebuah tas belanja.Aku mengintip sedikit ke dalam tas belang itu. Aku masih ragu-ragu untuk menerima pember
"Apa kau tahu penyakit lain yang kau derita?" tanya dokter itu kepadaku."Ada apa denganku, Dok? Apa aku mengidap penyakit parah?" Revista bertanya balik dengan tatapan nanarnya. "Bukan penyakit serius, tapi tidak parah. Kulitmu rentan dengan air hujan. Ketika kau menyentuh air hujan, maka kau bisa langsung menggigil kedinginan dan seluruh tubuhmh akan dipenuhi ruam merah. Dan kemungkinan terburuknya, kau bisa koma selama beberapa lama, hingga ruam di tubuhmu menghilang sepenuhnya," jelasnya panjang lebar kepada doktor itu."Aneh sekali. Aku baru mendengar ada penyakit seperti itu. Apa itu artinya ... aku alergi air hujan?" tanya Revista penasaran.Revista tetap merasa tidak mengerti dengan penjelasan dokter mengenai penyakitnya aat itu. Bisa-bisanya ada manusia yang alergi air hujan. Apa yang dikatakan dokter itu benar?"Benar. Kau tidak boleh terkena air hujan." Dokter itu menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam otak Revista."Woah. Yang benar saja." Revista tak habis pikir dengan ke