Home / Fantasi / PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM / 💰Bab 5: Di Balik Topeng Murid Baru

Share

💰Bab 5: Di Balik Topeng Murid Baru

Author: Bang JM
last update Last Updated: 2025-06-05 13:59:21

Lapangan utama Sekte Bambu Langit pagi itu penuh sesak. Ribuan murid berkumpul, membentuk lingkaran besar di bawah bendera merah dengan lambang bambu bersilang. Di tengahnya, para tetua berdiri di atas panggung batu spiritual.

Kompetisi antar murid diumumkan secara resmi. Tapi bagi sebagian besar yang tahu, ini bukan sekadar ujian kekuatan.

Ini jebakan.

Jebakan untuk memancing satu sosok yang tak seharusnya kembali: Li Yuan.

Dan dia datang.

---

Di antara kerumunan murid baru dari cabang-cabang sekte, ada satu sosok yang mengenakan jubah kelabu kusam, wajahnya tertutup topeng setengah. Namanya tidak ada dalam daftar resmi, tapi entah bagaimana ia diterima oleh panitia seleksi malam sebelumnya.

Dia memperkenalkan diri sebagai Han Wu, murid pindahan dari Sekte Langit Selatan.

Tak ada yang curiga.

Tak ada yang tahu, di balik topeng itu adalah wajah yang ingin mereka kubur selamanya.

Li Yuan berdiri tenang di barisan belakang. Dadanya dingin, matanya menatap satu per satu nama di papan undian pertandingan.

Zhang Mu sudah mati. Tapi Li Zhong masih hidup.

Dan kali ini, ia ingin membuat kakaknya itu menyaksikan teman-temannya mati satu demi satu. Perlahan. Dengan cara paling menyakitkan.

Namanya keluar di pertandingan pertama.

Han Wu vs Luo Sheng.

Teriakan bergemuruh.

Luo Sheng adalah murid kelas atas, salah satu murid kesayangan Tetua Wang Fei. Ia terkenal dengan jurus palu petir dan tubuhnya yang seperti baja. Banyak yang yakin pertandingan pertama akan jadi pembantaian sepihak.

Li Yuan hanya tersenyum kecil.

Ia melangkah naik ke arena. Angin menggoyangkan jubahnya. Topeng di wajahnya membuat banyak murid berbisik—siapa bocah aneh ini?

Di seberang, Luo Sheng sudah menyiapkan palunya yang menyala listrik ungu.

“Serahkan diri saja, bocah aneh. Aku tak suka meremukkan serangga.”

Li Yuan tidak menjawab. Ia hanya berdiri diam, tangan tergenggam di balik jubah.

Tetua Qing mengangkat tangan, memberi aba-aba.

“Mulai!”

Luo Sheng menghentakkan tanah, melesat seperti banteng.

Blaar!

Tanah retak. Palu menyambar ke kepala Li Yuan.

Tapi sebelum palu itu menyentuh, tubuh Li Yuan menghilang. Seketika.

Luo Sheng melongo.

“APA—?!”

Tiba-tiba, sebuah tangan muncul dari balik bayangan di belakangnya dan—

Crakk!

Leher Luo Sheng patah ke samping.

Tubuh raksasa itu jatuh berdebam.

Satu arena terdiam.

Tak ada yang paham apa yang baru saja terjadi.

Seorang murid baru—yang bahkan tidak tercatat resmi—membunuh Luo Sheng dalam satu gerakan?

Tetua Wang Fei bangkit dari duduknya. “Tunggu! Itu bukan jurus dari Sekte Langit Selatan!”

Tetua Qing menatap tajam. “Siapa kau sebenarnya, Han Wu?!”

Li Yuan menunduk. Lalu ia tertawa pelan.

“Aku ... hanya murid biasa. Tapi sepertinya kalian semua sudah lupa wajah-wajah orang yang kalian buang.”

Ia melepas topengnya perlahan.

Wajah itu muncul. Pucat, bekas luka memanjang dari pelipis hingga rahang. Tapi mata itu ... tak salah lagi.

Mata yang pernah menangis saat dijebak.

Mata Li Yuan.

Suasana mendadak kacau.

“ITU DIA!”

“LI YUAN MASIH HIDUP!”

“PANGGIL PARA TETUA!”

Tapi Li Yuan tak bergeming. Ia berdiri tenang di atas tubuh Luo Sheng.

“Tenang. Aku tidak ke sini untuk menyerang. Aku datang ikut kompetisi kalian. Bukankah siapa pun bisa ikut selama dia cukup kuat?”

“KAU PEMBUNUH!” teriak Wang Fei.

Li Yuan menoleh perlahan. “Bukan aku yang memulai. Tapi aku yang akan mengakhiri.”

Dan tepat saat para tetua hendak menyerbu, langit bergemuruh.

Suara keras, seperti raungan naga menggema di langit. Awan hitam membentuk pusaran. Aura mencekam turun dari atas langit, menekan semua orang di lapangan.

“APA ITU?!”

“RAJA NAGA?!”

“ITU .... TEKANAN SPIRITUAL TINGKAT SURGA!”

Li Yuan menatap langit tanpa takut.

Seketika, seekor bayangan naga hitam melintas di atas mereka, lalu menghilang di balik awan. Hanya Li Yuan yang tahu: itu bukan naga biasa. Itu salah satu roh naga hitam yang telah bersemayam dalam darahnya.

“Ini baru permulaan,” bisiknya pelan.

---

Beberapa jam setelah arena dikosongkan, Li Yuan kembali ke gua persembunyiannya. Di dalam, ia duduk bersila, dikelilingi sembilan simbol hitam yang membentuk lingkaran energi. Darah Luo Sheng ia gunakan untuk membuka Segel Kutukan ke-7.

Tubuhnya bergetar hebat. Urat-uratnya menonjol. Tulang-tulang retak, lalu menyatu kembali dalam pola yang tidak manusiawi.

Ia merasakan kekuatan baru merayap masuk. Tak hanya tenaga. Tapi juga kenangan.

Kenangan dari naga-naga yang pernah mati di dasar jurang. Semua kutukan mereka, kebencian mereka, dendam mereka, sekarang ada di dalam tubuhnya.

Tapi satu suara muncul paling jelas.

“Jika kau terus menyatu dengan kami, Li Yuan ... kau akan kehilangan nama itu.”

Ia tersenyum tipis.

“Aku sudah kehilangan nama itu sejak mereka buang aku ke neraka.”

---

Malam itu, di istana pribadi Tetua Qing, rapat darurat digelar.

“Li Yuan terlalu berbahaya!” kata Wang Fei sambil menghantam meja. “Dia sudah bukan manusia! Kita harus mengaktifkan Formasi Penyegelan Langit!”

“Belum saatnya,” jawab Tetua Qing. “Dia datang sendirian. Tapi jika kita menyerang gegabah, dia bisa membawa bencana yang jauh lebih besar.”

“Lalu apa?! Tunggu sampai dia membunuh satu per satu murid kita?”

Tetua Qing menatap keluar jendela, ke arah langit hitam.

“Tidak. Kita beri dia umpan. Uji kekuatannya. Kita kirim ... Li Zhong.”

Semua tetua terdiam.

Li Zhong adalah satu-satunya murid yang hampir selevel tetua. Dan juga saudara kandung Li Yuan.

“Jika Li Yuan masih punya sisi manusia, dia akan ragu melawan saudaranya. Tapi jika dia benar-benar sudah jadi iblis ...” Tetua Qing tersenyum dingin. “Maka pertarungan itu akan menunjukkan kepada semua murid, bahwa dia musuh kita semua.”

---

Di puncak Gunung Seribu Pedang, Li Zhong sedang berlatih dengan sepuluh bayangan spiritualnya. Saat seorang kurir datang dan menyampaikan kabar itu, Li Zhong hanya mengangguk.

“Li Yuan ...” bisiknya sambil memandang langit malam.

“Aku tak pernah menyangka kau cukup gila untuk kembali.”

Ia menggenggam pedangnya erat.

“Maka biar aku yang menghapusmu dari dunia ini. Kali ini ... tanpa ragu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dunia yang Belajar Bernafas Sendiri

    Setelah kehancuran Zhen, dunia seperti baru saja menarik napas panjang untuk pertama kalinya. Langit berwarna biru muda, tapi berdenyut lembut seolah memiliki nadi. Tanah memancarkan kehangatan, air sungai berkilau seperti kaca cair. Semua terasa hidup, tapi tanpa suara perintah dari langit.Wu Xian berdiri di puncak tebing, menatap hamparan lembah yang mulai ditumbuhi kembali oleh rumput. “Aneh,” katanya pelan, “tanpa naga, tanpa dewa, dunia justru terlihat… tenang.”Yara yang duduk di atas batu menatap ke arah matahari. “Karena kali ini, dunia tidak dikendalikan. Ia memilih sendiri untuk hidup.”Rakta Nagendra, yang kini tinggal dalam bentuk cahaya merah transparan, muncul di belakang mereka. “Keseimbangan baru sedang dibentuk. Aku bisa merasakannya. Alam mencoba menulis ulang hukum-hukumnya, tapi lebih lembut… seperti anak kecil belajar bicara.”Wen Jue membuka gulungan di tangannya—gulungan kosong yang dulunya menyimpan ribuan mantra

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Ketika Dunia Memilih Siapa yang Layak Diingat

    Langit terbelah menjadi dua warna—merah dan putih. Antara kehendak manusia yang menuntut Tuhan baru, dan kenangan yang masih memegang kebebasan lama. Dunia berguncang di antara dua napas, seolah tak tahu harus berpihak pada yang mana.Sosok raksasa hitam—wujud kehendak kolektif yang menyebut dirinya “Zhen”—menatap ke bawah tanpa mata, tapi kehadirannya menekan seperti gravitasi ribuan gunung. Setiap manusia yang menatap ke arahnya akan berlutut tanpa sadar, tubuh mereka tunduk pada sesuatu yang bahkan tak mereka pahami.> “Kalian menciptakanku dari ketakutan kalian sendiri,”“Kalian ingin kebebasan, tapi juga ingin penuntun.”“Maka akulah jawaban yang kalian ciptakan.”Suara itu bergema di dalam kepala setiap makhluk hidup.Rakta Nagendra mengaum keras, mencoba memecah dominasi itu dengan kilatan cahaya merahnya. “Manusia tidak butuh lagi tirani berbentuk Tuhan!”Namun Zhen hanya menoleh sedikit. Satu tatapan,

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dunia Tanpa Tuhan, Langit Tanpa Takhta

    Langit biru pucat membentang tanpa batas, tapi tak ada sinar suci atau suara ilahi. Dunia itu kini bebas dari penguasa, bebas dari naga, bebas dari takdir yang dipaksakan oleh para dewa. Namun kebebasan yang terlalu luas sering kali melahirkan kekosongan.Yara menatap puncak Jurang Naga Hitam, tempat segalanya bermula. Sekarang, tempat itu hanya tinggal batu berlumut dan suara angin. “Dulu, di sini adalah gerbang antara dunia. Sekarang, cuma lubang kosong yang bahkan bayangan pun enggan hinggap.”Wu Xian, yang kini membawa tongkat berukir naga perak, menatap sekeliling dengan senyum pahit. “Lucu, ya. Kita bertarung melawan dewa untuk membebaskan dunia, dan hasilnya? Dunia malah kehilangan arah.”Wen Jue berjalan mendekat, jubah hitamnya berderai tertiup angin. “Itu konsekuensinya. Tak ada tatanan tanpa kekuatan yang menjaga. Tanpa Li Yuan, tanpa naga, hukum dunia mulai menulis ulang dirinya dengan acak. Lihat gunung itu.”Di kejauhan, g

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dunia yang Tersenyum pada Bayangannya

    Kabut perak perlahan menyelimuti lembah tempat pertempuran terakhir terjadi. Tanah yang retak kini mulai menutup, pepohonan tumbuh kembali, dan udara yang tadinya berbau mesiu berubah menjadi harum embun pagi. Dunia bernapas lagi—pelan, tapi pasti. Namun di tengah ketenangan itu, keheningan terasa… ganjil. Terlalu sunyi untuk dunia yang baru lahir. Yara berdiri di tepi jurang, rambutnya tertiup lembut oleh angin keperakan. “Kau bisa merasakannya juga, Wen Jue?” Wen Jue menunduk, menggenggam tanah di tangannya. “Dunia ini… memang tersenyum. Tapi bukan senyum damai. Lebih seperti—senyum yang sedang menyembunyikan luka.” Wu Xian mendengus, berjalan mondar-mandir. “Li Yuan menukar dirinya dengan keseimbangan. Dunia baru ini terbentuk dari ingatan dan kehendak manusia. Tentu saja tidak stabil. Karena manusia sendiri tidak pernah benar-benar damai.” Rakta Nagendra menunduk rendah, mata emasnya berke

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dua Mata yang Tak Pernah Sepakat

    – Langit terbelah menjadi dua warna—emas di satu sisi, hitam di sisi lainnya. Kedua cahaya itu berputar, bertabrakan, menciptakan pusaran yang menelan awan, gunung, dan bahkan waktu itu sendiri. Di tengah-tengahnya, Li Yuan berdiri di atas kepala Rakta Nagendra, tubuhnya dikelilingi simbol-simbol naga yang berputar cepat. Wu Xian menatap ke atas sambil menutupi wajahnya dari kilatan cahaya. “Sial… dua mata langit? Dunia ini benar-benar akan pecah jadi dua kalau terus begini!” Wen Jue menjawab tenang, tapi suaranya tegang. “Bukan akan. Sudah. Lihat di bawahmu.” Yara menunduk, dan matanya membulat. Tanah di bawah kaki mereka membelah. Separuh dunia berubah terang dan subur, separuh lainnya hitam dan kering seperti arang. Dua hukum realitas mulai berebut kendali—yang satu ingin membekukan waktu, yang satu ingin menelannya. Li Yuan menutup mat

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Ketika Langit Kembali Membuka Mata

    – Langit yang baru itu terlihat damai. Tapi bagi Li Yuan, ketenangan justru pertanda bahaya yang belum muncul.Setiap kali dunia berhenti bergetar, ia tahu ada sesuatu yang sedang menahan napas di balik tabir waktu.Ia menatap Jam Pasir Naga di tangannya — kini tidak lagi memancarkan cahaya biru, melainkan berdenyut pelan, seperti jantung yang tertidur.> “Rakta Nagendra,” gumamnya pelan. “Apakah kau masih di dalam sana?”Tidak ada jawaban. Hanya hembusan angin lembut yang membawa aroma tanah basah dan bunga liar.Namun, jauh di dalam inti bumi baru itu, sesuatu bergerak — perlahan, berat, dan kuno.---Sementara itu, di puncak gunung tertinggi, Yara tengah berlutut, menanam simbol baru di tanah — Segel Kehidupan Pertama.Ia menggambar lingkaran dengan darahnya sendiri.Wen Jue berdiri di belakangnya, menatap simbol itu dengan pandangan tajam.“Dengan segel itu, kau mengikat nasibmu pada dunia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status