Home / Fantasi / PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM / 💰Bab 6: Pertarungan Darah Kandung

Share

💰Bab 6: Pertarungan Darah Kandung

Author: Bang JM
last update Last Updated: 2025-06-05 14:07:51

Matahari baru saja menembus ufuk timur, tapi udara di Sekte Bambu Langit telah dipenuhi aura membunuh. Arena utama dibersihkan semalaman, namun bau darah Luo Sheng masih belum lenyap sepenuhnya.

Hari ini, pertarungan paling dinanti akan terjadi.

Han Wu vs Li Zhong.

Atau, dalam kebenaran yang tak semua tahu—Li Yuan vs Li Zhong.

---

Di ruangan meditasi utama, Li Zhong berdiri tenang. Tubuhnya tegap, balutan jubah putih bersulam emas menyiratkan status istimewanya sebagai murid senior dan calon pewaris sekte.

Tapi hari ini, tak ada kemuliaan di wajahnya.

Yang ada hanya kekosongan.

Ia menatap pedang panjang yang tergantung di tembok, pedang yang dahulu dibuat ayah mereka bersama. Pedang Lianhua, artinya bunga teratai—simbol persatuan dan kedamaian.

Lucu, pikirnya. Pedang itu dulu melambangkan ikatan mereka.

Kini, ia akan gunakan untuk mengakhiri ikatan itu.

---

Sementara itu, Li Yuan—masih dalam identitas Han Wu—berjalan pelan menuju arena. Tatapan murid-murid padanya penuh kebencian, rasa ingin tahu, dan takut yang tak bisa disembunyikan.

“Aku dengar dia membunuh Luo Sheng dalam sekali pukul ....”

“Dia bukan manusia ... katanya dia jelmaan iblis dari Jurang Naga Hitam!”

“Tapi kenapa dia masih dibiarkan ikut kompetisi?”

“Karena dia terlalu kuat, tolol!”

Li Yuan tak menggubris bisikan itu. Langkahnya mantap, tatapannya lurus ke depan.

Baginya, semua ini bukan pamer kekuatan. Bukan balas dendam murahan.

Ini penyucian.

Ia harus membakar masa lalunya, satu per satu. Dan Li Zhong adalah bara terakhirnya.

---

Arena kembali ramai. Kali ini, semua tetua hadir. Bahkan, Kepala Sekte sendiri—Patriark Guan Xian—turut menyaksikan.

Li Zhong sudah berdiri di tengah arena, tubuhnya bagai dinding baja tenang.

Li Yuan melangkah naik.

Dua pasang mata bertemu.

Tak ada senyum.

Tak ada sapaan saudara.

Hanya dua samudra kenangan yang berbenturan.

“Kenapa kau kembali?” tanya Li Zhong pelan.

Li Yuan menyeringai. “Untuk melihat apakah kakakku masih bisa membunuh dengan tangan yang dulu menggenggam tanganku waktu kecil.”

Kata-kata itu begitu tajam, pedis , mengiris.

Namun, Li Zhong tak menggubris. Ia mencabut pedangnya perlahan. Suara gesekan logam mengiris udara.

“Jika kau masih punya harga diri, Li Yuan. Pergilah sekarang. Aku akan meyakinkan mereka bahwa kau bukan ancaman.”

“Terlambat,” bisik Li Yuan. “Aku sudah berubah. Atau lebih tepatnya ... kalian yang membentuk aku jadi ini.”

Tatapan Li Zhong mengeras.

“Maka mari kita akhiri di sini.”

Tetua Qing mengangkat tangan.

“PERTARUNGAN DIMULAI!”

---

WUSS!

Li Zhong menghilang dalam sekejap. Jurus Langkah Bayangan Cahaya, kecepatannya menyamai cahaya bulan.

Tiga bayangan menyerang dari tiga arah.

Li Yuan menutup matanya.

TAP!

Ia melompat mundur sepersekian detik sebelum pedang Li Zhong mengiris pundaknya.

CLANG!

Mereka saling bentur. Suara logam menggema. Aura spiritual menyebar ke seluruh arena, membuat murid-murid yang lemah roboh ke belakang.

"Aukkkg!"

"Aaaaaa!"

Para murid semakin banyak yang roboh.

Li Yuan tak gunakan senjata. Ia hanya bertarung dengan tangan kosong, tapi setiap serangannya mengandung tekanan jiwa naga. Tanpa diduga, ia bisa menahan serangan Li Zhong yang telah mencapai level Langit Ketiga.

“Jangan menahan diri, Kakak,” bisik Li Yuan. “Tunjukkan semua kemampuanmu.”

Li Zhong mengerang. Aura putih menyembur dari tubuhnya.

“Formasi Pedang Cahaya Sembilan Langit!”

Sembilan bilah pedang spiritual muncul di udara. Mereka berputar membentuk formasi bintang. Sinar putih menembus langit, menyilaukan mata semua penonton.

Li Yuan berdiri tegak. Tangan kanannya terbakar api hitam. Nafasnya berubah seperti raungan naga.

“Darah Naga Kutukan—Lapisan Ketiga!”

Kulitnya retak, menampakkan sisik gelap di bawahnya. Matanya memerah, aura kebencian meledak.

DUARRR!!!

Dua kekuatan bertabrakan.

Arena bergetar. Tanah terbelah. Formasi pelindung retak. Para tetua berdiri waspada.

Dalam kehancuran itu, dua sosok saling hajar seperti dua dewa langit.

BAM! BAM! CRASH!

Li Zhong terpental. Darah keluar dari bibirnya. Tapi ia langsung bangkit.

Li Yuan juga luka. Lengan kirinya remuk. Tapi ia tetap tertawa.

“Masih belum cukup ... Kakak! Tunjukkan jurus pamungkasmu! Atau kau akan mati di sini!”

Li Zhong menggertakkan gigi.

“Baik. Kau yang minta.”

Ia mengangkat pedangnya ke langit. Aura putih menyatu dengan awan.

“Pedang Cahaya Surgawi—Bunga Terakhir!”

Bayangan bunga teratai raksasa muncul di langit. Setiap kelopaknya adalah serangan spiritual tingkat tinggi. Begitu mekar, musuh akan hancur menjadi debu.

Murid-murid ketakutan. Tetua mulai bersiap memanggil pelindung sekte.

Tapi Li Yuan tidak lari.

Ia merentangkan tangan.

“Kutukan Ke-7—Jurang Naga Abadi!”

Tanah di bawahnya terbelah. Bayangan naga hitam menjulang ke langit, menelan kelopak bunga sebelum mekar.

DUARRR!!!

Ledakan besar mengguncang gunung.

Semua murid tersungkur. Gedebuk! "Aaaaaaa!!"

Formasi pelindung pecah. Langit berubah hitam.

Saat debu menghilang, dua sosok itu berdiri terengah-engah.

Li Zhong akhirnya berlutut, darah mengalir dari dada.

Li Yuan berdiri, satu mata berdarah, tangan kirinya tak lagi utuh.

Tapi ia menang.

“Aku .. masih hidup,” bisiknya.

Li Zhong menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Kau ... kau benar-benar bukan adikku lagi.”

Li Yuan mendekat, berlutut di depannya.

“Tapi aku masih ingat ... kau yang mengajarkan aku menggenggam pedang pertama kali.”

Lalu ia berdiri. Menatap para tetua yang diam membatu.

“Kalian lihat? Inilah aku. Jika kalian tetap menganggapku musuh! Maka datanglah satu-satu. Akan kubuktikan! Bahwa bahkan neraka pun tak bisa membunuhku.”

"Hahaha!!"

---

Di kejauhan, seorang pria berjubah merah menatap arena dari atas tebing. Wajahnya separuh tertutup kain. Di belakangnya, berdiri dua sosok bertudung.

“Dia mulai menunjukkan kekuatan naga kutukan,” gumamnya.

Sosok di sampingnya menyeringai. “Haruskah kita menghubungi Raja Naga Hitam?”

Pria itu mengangguk. “Ya. Putra pertamanya ... akhirnya bangkit.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
menarik sekali
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dunia yang Belajar Bernafas Sendiri

    Setelah kehancuran Zhen, dunia seperti baru saja menarik napas panjang untuk pertama kalinya. Langit berwarna biru muda, tapi berdenyut lembut seolah memiliki nadi. Tanah memancarkan kehangatan, air sungai berkilau seperti kaca cair. Semua terasa hidup, tapi tanpa suara perintah dari langit.Wu Xian berdiri di puncak tebing, menatap hamparan lembah yang mulai ditumbuhi kembali oleh rumput. “Aneh,” katanya pelan, “tanpa naga, tanpa dewa, dunia justru terlihat… tenang.”Yara yang duduk di atas batu menatap ke arah matahari. “Karena kali ini, dunia tidak dikendalikan. Ia memilih sendiri untuk hidup.”Rakta Nagendra, yang kini tinggal dalam bentuk cahaya merah transparan, muncul di belakang mereka. “Keseimbangan baru sedang dibentuk. Aku bisa merasakannya. Alam mencoba menulis ulang hukum-hukumnya, tapi lebih lembut… seperti anak kecil belajar bicara.”Wen Jue membuka gulungan di tangannya—gulungan kosong yang dulunya menyimpan ribuan mantra

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Ketika Dunia Memilih Siapa yang Layak Diingat

    Langit terbelah menjadi dua warna—merah dan putih. Antara kehendak manusia yang menuntut Tuhan baru, dan kenangan yang masih memegang kebebasan lama. Dunia berguncang di antara dua napas, seolah tak tahu harus berpihak pada yang mana.Sosok raksasa hitam—wujud kehendak kolektif yang menyebut dirinya “Zhen”—menatap ke bawah tanpa mata, tapi kehadirannya menekan seperti gravitasi ribuan gunung. Setiap manusia yang menatap ke arahnya akan berlutut tanpa sadar, tubuh mereka tunduk pada sesuatu yang bahkan tak mereka pahami.> “Kalian menciptakanku dari ketakutan kalian sendiri,”“Kalian ingin kebebasan, tapi juga ingin penuntun.”“Maka akulah jawaban yang kalian ciptakan.”Suara itu bergema di dalam kepala setiap makhluk hidup.Rakta Nagendra mengaum keras, mencoba memecah dominasi itu dengan kilatan cahaya merahnya. “Manusia tidak butuh lagi tirani berbentuk Tuhan!”Namun Zhen hanya menoleh sedikit. Satu tatapan,

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dunia Tanpa Tuhan, Langit Tanpa Takhta

    Langit biru pucat membentang tanpa batas, tapi tak ada sinar suci atau suara ilahi. Dunia itu kini bebas dari penguasa, bebas dari naga, bebas dari takdir yang dipaksakan oleh para dewa. Namun kebebasan yang terlalu luas sering kali melahirkan kekosongan.Yara menatap puncak Jurang Naga Hitam, tempat segalanya bermula. Sekarang, tempat itu hanya tinggal batu berlumut dan suara angin. “Dulu, di sini adalah gerbang antara dunia. Sekarang, cuma lubang kosong yang bahkan bayangan pun enggan hinggap.”Wu Xian, yang kini membawa tongkat berukir naga perak, menatap sekeliling dengan senyum pahit. “Lucu, ya. Kita bertarung melawan dewa untuk membebaskan dunia, dan hasilnya? Dunia malah kehilangan arah.”Wen Jue berjalan mendekat, jubah hitamnya berderai tertiup angin. “Itu konsekuensinya. Tak ada tatanan tanpa kekuatan yang menjaga. Tanpa Li Yuan, tanpa naga, hukum dunia mulai menulis ulang dirinya dengan acak. Lihat gunung itu.”Di kejauhan, g

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dunia yang Tersenyum pada Bayangannya

    Kabut perak perlahan menyelimuti lembah tempat pertempuran terakhir terjadi. Tanah yang retak kini mulai menutup, pepohonan tumbuh kembali, dan udara yang tadinya berbau mesiu berubah menjadi harum embun pagi. Dunia bernapas lagi—pelan, tapi pasti. Namun di tengah ketenangan itu, keheningan terasa… ganjil. Terlalu sunyi untuk dunia yang baru lahir. Yara berdiri di tepi jurang, rambutnya tertiup lembut oleh angin keperakan. “Kau bisa merasakannya juga, Wen Jue?” Wen Jue menunduk, menggenggam tanah di tangannya. “Dunia ini… memang tersenyum. Tapi bukan senyum damai. Lebih seperti—senyum yang sedang menyembunyikan luka.” Wu Xian mendengus, berjalan mondar-mandir. “Li Yuan menukar dirinya dengan keseimbangan. Dunia baru ini terbentuk dari ingatan dan kehendak manusia. Tentu saja tidak stabil. Karena manusia sendiri tidak pernah benar-benar damai.” Rakta Nagendra menunduk rendah, mata emasnya berke

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Dua Mata yang Tak Pernah Sepakat

    – Langit terbelah menjadi dua warna—emas di satu sisi, hitam di sisi lainnya. Kedua cahaya itu berputar, bertabrakan, menciptakan pusaran yang menelan awan, gunung, dan bahkan waktu itu sendiri. Di tengah-tengahnya, Li Yuan berdiri di atas kepala Rakta Nagendra, tubuhnya dikelilingi simbol-simbol naga yang berputar cepat. Wu Xian menatap ke atas sambil menutupi wajahnya dari kilatan cahaya. “Sial… dua mata langit? Dunia ini benar-benar akan pecah jadi dua kalau terus begini!” Wen Jue menjawab tenang, tapi suaranya tegang. “Bukan akan. Sudah. Lihat di bawahmu.” Yara menunduk, dan matanya membulat. Tanah di bawah kaki mereka membelah. Separuh dunia berubah terang dan subur, separuh lainnya hitam dan kering seperti arang. Dua hukum realitas mulai berebut kendali—yang satu ingin membekukan waktu, yang satu ingin menelannya. Li Yuan menutup mat

  • PEMBALASAN DENDAM SANG DEWA DARI JURANG NAGA HITAM    Ketika Langit Kembali Membuka Mata

    – Langit yang baru itu terlihat damai. Tapi bagi Li Yuan, ketenangan justru pertanda bahaya yang belum muncul.Setiap kali dunia berhenti bergetar, ia tahu ada sesuatu yang sedang menahan napas di balik tabir waktu.Ia menatap Jam Pasir Naga di tangannya — kini tidak lagi memancarkan cahaya biru, melainkan berdenyut pelan, seperti jantung yang tertidur.> “Rakta Nagendra,” gumamnya pelan. “Apakah kau masih di dalam sana?”Tidak ada jawaban. Hanya hembusan angin lembut yang membawa aroma tanah basah dan bunga liar.Namun, jauh di dalam inti bumi baru itu, sesuatu bergerak — perlahan, berat, dan kuno.---Sementara itu, di puncak gunung tertinggi, Yara tengah berlutut, menanam simbol baru di tanah — Segel Kehidupan Pertama.Ia menggambar lingkaran dengan darahnya sendiri.Wen Jue berdiri di belakangnya, menatap simbol itu dengan pandangan tajam.“Dengan segel itu, kau mengikat nasibmu pada dunia

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status