Betapa terkejutnya Devi melihat pemandangan yang membuat emosinya langsung terpancing, kulkas yang sebelumnya terisi penuh, kini kosong melompong.
Giginya bergemeletuk, tangannya mengepal.
Dia langsung membanting pintu kulkasnya dengan keras sehingga menimbulkan suara kaca berdentingan. Botol-botol di dalam saling bertabrakan. Dan masih belum puas juga, Devi menendang kulkasnya hingga mundur beberapa centi.
Hasan hanya melihat pasrah amukan istrinya, dan dia sudah menyiapkan mental untuk menahan cacian yang akan menghujaminya.
Devi langsung berjalan ke arah dapur. Melihat stok perbawangannya juga ludes. Dia tak segan mengambil tempat bawangnya dan melemparkan ke arah Hasan. Emosinya masih belum mereda, dia mengambilnya alat-alat masak dan langsung melemparnya.
Dengan sigap Hasan mencoba menghindari namun lemparan yang tak ada hentinya membuat dia kewalahan dan nahas, pelipisnya terkena gagang spatula dan menimbulkan sakit yang berbekas.
"Mas! Aku capek kalo begini terus! Aku beli bahan makanan itu hasil kerja aku, Mas! Kamu bisa gak sih ngomong sama Ibumu itu!"
"Dev, sabar ya! Besok Mas akan berbicara sama Ibu," ucapnya pelan mendekati Devi.
Devi tak habis pikir, kenapa Ibu Mertua terlalu rakus mengambil haknya, sisa gaji Mas Hasan yang sudah terpotong untuk bayar cicilan dikasih Ibunya, sampe ia tak diberi jatah nafkah. Alhasil dia harus banting tulang mencari nafkah.
Plak!
Dengan lancar tangannya menampar pipinya Hasan, setidaknya ini mengurangi sedikit perasaan sakit hatinya.
Hasan yang mendapat tamparan langsung terlonjak kaget. Dan tangannya langsung memegangi pipinya yang merah, jiwanya seakan-akan meronta ingin membalas.
Harga dirinya jatuh saat itu juga, dia merasa tidak pantas istrinya menampar. Seharusnya yang pantas adalah dia, Karena dia adalah kepala keluarga, namun sekarang dia tak mampu melakukan apa-apa, ibunya yang selalu meminta gajinya di awal bulan. Membuatnya dipandang sebelah mata oleh Istrinya sendiri. Karena kehidupannya numpang sama Devi.
***
Esoknya mereka tampak saling mendiamkan satu sama lain, dan payahnya, Hasan tak memegang uang sepeserpun.
Terdengar notifikasi Pesan masuk di ponselnya.
[Bro, besok malam datang ya di acara ulang tahun gue! Istri lo juga diajak!]
Dia membaca perlahan namun penuh dengan penekanan, diundang dalam keadaan gak punya uang untuk membeli kado. Mencoba memutar otak dan akhirnya menemukan jalan keluar. Dia mengambil ponselnya lagi, dan mengetik sesuatu untuk mengirimi pesan ke salah satu teman kantornya.
[Ris, besok aku pinjami satu juta ya, urgent. Tolong ya!] Begitu isi pesannya dan langsung centang biru.
Sedangkan di seberang sana sedang mengetik sesuatu, hati Hasan tak karuan. Menunggu sambil berharap.
[Ya, besok tak bawakan.]
Balasan singkat tapi membuat Hasan tak perlu risau untuk ke depannya.
Dia beranjak memberanikan diri untuk berbicara sama Devi.
"Dev, besok temenin Mas, ya! Ke acara ulang tahun temannya Mas," ucapnya sembari mengelus punggungnya Devi, Hasan sepertinya sudah terlatih untuk merayu Devi.
"Hm," jawabnya datar.
"Makasih, Sayang," ucapnya sambil mengecup pipi kiri. Devi
"Owh ya, Dev. Boleh pinjam uangmu gak? Seratus ribu saja, buat jaga-jaga nanti kalo bensin habis," tanyanya sambil memegangi tangan Devi. Memainkan kedua jarinya, menyapu dari atas ke bawah dengan sentilan jemari. Membuat bulu kuduk Devi berdiri.
Hasan merupakan seseorang yang berperawakan tinggi, badannya tegap, wajah persegi dan berhidung mancung membuatnya terlihat seperti seorang model. Pantas saja bila Devi rela menjadi tulang punggung keluarganya, karna gaji suaminya buat nyicil mobil selebihnya dikasihkan ke ibunya. Dia dimabuk cinta dengan ketampanannya, logika ingin pergi darinya, tapi hati terus melekat pada suaminya.
"Ya," jawabnya sambil beranjak mengambil dompet.
Meskipun dia garang tapi di hatinya masih ada rasa sayang.
***
Di pagi harinya,
Devi tampak bermalas-malasan. Dia sengaja tidak memasak untuk suaminya. Biarlah suaminya kelaparan.
Emosi yang kemarin masih belum hilang semua.
Dan hari ini dia ijin libur kerja karena nanti mau memanjakan dirinya ke salon.
Hasan keluar dari kamarnya dan sudah terlihat rapi dengan setelan kemeja biru laut sama dasi berwarna navi. Dia langsung berjalan ke meja makan, dia duduk manis dan tidak lupa mengecup pipi istrinya, dia masih tidak menyadari di balik tudung sajinya itu kosong.
Hasan langsung mengangkat tudung sajinya yang bersampul renda. Dan tak melihat satu pun masakan.
"Loh, Dev. Kamu kok gak masak? Mas sudah laper, Dev. Mana lagi jamnya udah mepet lagi," ucapnya sambil melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan angka 7:50 WIB.
"Seminggu ke depan Aku gak akan masak, Mas! Duit belanja sudah habis dibelanjakan kemarin," terangnya sambil mengikir kuku jari tangannya.
"Yah kok gitu sih, Dev!"
"Lagian kenapa kamu ijinin Ibumu menguras stok bahan makanan kemarin, susah kan kalo begini."
"Jangan pelit gitu to, Dev. Dia juga Ibumu!"
"Sampe saat ini, aku tak pernah menganggap Ibumu itu Ibuku, dia hanyalah benalu di mataku."
"Dev! Jaga bicaramu! Semakin lama aku ngomong sama kamu, membuat tensiku semakin naik," ucapnya sambil berdiri mengambil kontak mobilnya.
"Nanti sore, kamu harus sudah siap!" suruhnya sambil berlalu.
Setelah kepergian Hasan, Devi berdiri untuk
siap-siap ke salon sama membeli sarapan untuknya.
Saat ingin mandi terdengar suara ketokan pintu dari luar. Terpaksa ia menanggalkan kembali handuknya di atas kasur. Kemudian dia berjalan ke arah pintu, saat membuka pintunya terlihat Ibu Mertua–Ibu Endang–sudah berkacak pinggang di depannya.
Devi dengan malas kembali ke dalam rumah tanpa menyapanya dan membiarkan Ibu Endang masuk ke dalam rumah.
Devi duduk di kursi sambil menyilangkan kakinya. Sudah tak ada rasa hormat untuk Ibu Endang.
Dia mengambil toples yang berisi permen karet dan mengupasnya, memasukkan ke dalam mulut dan memainkannya sambil menatap Ibu Endang.
Tatapannya benar memancing Ibu Endang, terlihat dari tangannya yang mengepal memperlihatkan urat urat yang menonjol lebih daripada kulitnya.
"Kamu benar-benar mantu biad*b!" bentaknya sambil memajukan jari telunjuknya menunjuk ke arah Devi.
"Hasan emang suamiku, tapi aku bukan mantumu!" jawabnya menantang. Dia sudah hilang empati sama Ibu mertua semenjak gaji suami diminta semua dengan dalih biar Devi tidak memanfaatkan anaknya, masih muda harusnya bekerja.
Padahal rumah yang ditempati saat ini adalah rumah pemberian orang tua Devi. Awal menikah Hasan membawa baju yang sedikit beserta utang-utangnya yang menumpuk.
Devi mengalah dan membantu bekerja untuk melunasi hutang suaminya termasuk mahar yang dulu diberikan padanya.
Dan sekarang semua menjadi bumerang untuk Hasan, karena saat Devi merasa tersakiti oleh ulahnya. Maka tak segan Devi akan mengungkit semua uang yang telah ia keluarkan untuk suaminya.
Next bab selanjutnya
Bab 73Rita menutup jendela rumah juga kamarnya saat ia menyadari hari telah sore. Perasaannya menjadi lega setelah menggugat cerai Danu. Ya meskipun hasil sidang belum turun tapi Ia yakin pasti ia akan memenangkan kasus ini.Ia menuju dapur. Membuka kotak makanan yang berisi cabe itu dan hendak memasak mie.Saat ia mengambil kotak itu, ia teringat saat Devi mengajari ilmu cara menyimpan sayur yang benar seperti apa. Ia pun jadi merindukan Raihan, saat kebersamaan dengan Reyhan juga Devi kini kenangan itu hadir kembali.Ia juga sempat menyesali dulu telah mengusir Devi malam-malam dan penyesalan itu selalu mengganggu tiap malam tidurnya.Rasty menghalau pikirannya dan membuka plastik bungkus mie itu dan langsung memasukkannya ke panci yang sudah berisi air mendidih. Ia memasukkan perlahan dan memotong beberapa cabe lalu ikut dimasukkan bersama mie tadi.Rasa rindu kepada Raihan membuat ia ingin berkunjung ke pusara RehanIngin sekali ia ke sana namun ia menyadari hari telah sore. Akhi
4Rasti pun menggeser tubuhnya sedikit ke samping meski rasa sakit yang kian mendera di area perutnya tapi tenggorokannya juga menjerit minta untuk diisi. Rasti berusaha kuat untuk mengambil air minum itu hingga naas, bukannya air minum yang ia dapatkan melainkan tubuhnya terjatuh terjerembab ke lantai dan dan infus yang ada di tangannya terlepas begitu saja hingga keluarlah darah dari tangan Rasti itu."To ... tolong," suaranya terdengar parau. Kenapa susah sekali ia bersuara. Ia meringis dan membiarkan darah menetes dari tangannya. Ia hanya bisa menatap nanar. 5 menit berlalu.Seorang perawat datang hendak mengecek keadaan Rasty.Ia terkejut saat mendapati Rasty yang sudah berada di lantai.Perawat itu pun gegas memapah Rasty dan menidurkan kembali ke atas ranjang.Bu ... Bu. Bangun, Bu!" Ia menggoyangkan badan Rasty yang kelopak matanya sudah setengah menutup.Ia gegas membetulkan letak infusnya kembali dan membersihkan darah yang berceceran ke mana-mana."Sus, A–aku mau minum," l
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIAku pun kembali mengajak orang suruhan ku ini untuk meninggalkan rumah sakit ini. Sebab aku sudah tidak mau lagi berurusan dengan Rasti sekarang semuanya antara aku dan Rasti sudah selesai.***POV authorDi sisi lain Devi dan Rendy yang tengah berbahagia bersama keluarga mereka sebab kehadiran calon keluarga baru di rahim Devi. Terlebih lagi Devi dan Rendy yang sangat menantikan sosok mungil itu.Devi sudah merasa tidak sabar akan kehadiran bayi yang selama ini dia impikan. "Terima kasih ya Sayang sudah memberikan calon penerus Rendy Junior disini, aku semakin cinta sama kamu aku janji akan menyayangimu dan menjagamu dengan segenap jiwaku," ucap Rendy sembari menggenggam erat tangan Devi dan mengelus perut Devi yang masih rata itu. Lantas Rendy mencium tangan Devi dan Devi pun tersenyum menanggapi ucapan Rendy yang meski terkesan gombal tapi tetaplah hal itu tulus dari dalam hati Rendy. Mungkin memang Rendy terlihat tidak sempurna karena kekurangan pada f
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIBAB 70Akan tetapi setidaknya aku selama ini selalu menyenangkan hatimu bukan? jadi kurasa itu semua sudah impas atas apa yang kau berikan padaku dan atas apa yang kau dapatkan dariku," uapku sembari tersenyum mengejek pada Rasti."Dasar sialan! kau benar-benar laki-laki sialan Om! Menyesal aku pernah mengenalmu dan menyesal aku sudah memberikan segalanya padamu!" pekik Rasti sembari menatapku dengan tatapan sinisnya itu. Dia kira aku peduli dengan semua itu tentu saja tidak. Bukankah dalam sebuah hubungan itu adalah simbiosis mutualisme? gimana kita saling membutuhkan dan kita saling mendapatkan hasilnya, kurasa hal itu juga yang sedang terjadi dalam hubunganku dan juga Rasti. Rasti yang membutuhkan uang dan aku yang membutuhkan kehangatan. Bukankah hal itu adil? jadi di mana letak aku tega padanya?" gumamku dalam hati. "Enggak usah banyak drama Rasti, cepat kamu tinggalkan rumah ini sebab rumah ini sudah ada yang membeli dan sebentar lagi akan ditempati.
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIMereka pun akhirnya mau bubarkan diri tanpa menghiraukan lagi kondisi Rasti yang sebenarnya dia merasakan sakit di area perutnya itu.***POV DANUAku meremas rambutku dengan kasar aku sangat frustasi saat mengetahui kalau perusahaan yang kebangun dengan susah payah ini sudah di ujung tanduk. Hanya tinggal menghitung hari dan jam saja usaha yang kubangun dengan tetesan keringat itu pun akan bangkrut atau gulung tikar. Terpaksa aku harus mengambil kembali rumah yang sudah kuberikan untuk Rasti untuk aku jual sebagai tambahan penutup hutang-hutangku yang jumlahnya tidak sedikit. Lumayan rumah itu dijual di sekitar laku tiga ratus juta sedangkan hutangku masih sekitar dua miliar lagi. Aku pun tidak tahu harus kemana mencari kekurangan hutang yang aku miliki ini, aku sudah memperingatkan Rasti untuk segera meninggalkan rumah itu tetapi saat pembeli rumah tersebut mengatakan padaku jika rumah itu belum kosong sebab masih ditinggali oleh Rasti aku pun berinisiat
4PEMBALASAN ISTRI TERSAKITIkalau begitu saya permisi dulu ya bu-pak Mari," pamit sang dokter dan akhirnya tubuhnya menghilang dari pandangan orang-orang yang ada di rumah itu.***"Selamat ya Pak ini istri bapak sudah hamil usia empat Minggu dan ini kantung janinnya juga sudah terlihat ya," ucap sang dokter pada Rendi dan juga Devi yang tengah berbaring di atas ranjang pasien dengan posisi perutnya yang sedikit terbuka untuk di USG. Rendi yang melihat dengan antusias pun menarik kedua sudut bibirnya ke atas sehingga membentuk lengkungan senyum yang sangat manis begitupun dengan Devi dia merasa sangat bahagia dengan berita yang ia tahu kali ini dari suaminya saat dia baru saja tersadar dari pingsannya tadi."Alhamdulillah ya Allah Enkau akhirnya berikan titipanmu padaku setelah ujian yang kau berikan padaku selama ini," ucap Devi dalam hatinya. Setelah dokter selesai memeriksa perut Devi, Rendy pun membantu Devi untuk bangun dari posisi berbaringnya. Lantas mereka berdua mengikuti