Share

PEMBALASAN ISTRI TERSAKITI
PEMBALASAN ISTRI TERSAKITI
Penulis: Turiyah

Bab 1. Ceraikan saja Aku!

"Dek, aku mau berangkat kerja kok sepatunya belum dicuciin sih!" gerutu Hasan.

"Ya, pake yang lainnya dululah, Mas!" teriak Devi, Istrinya dari dalam.

"Mana bisa! Ini sesuai sama warna bajuku. Jadi istri kok tidak becus!" teriak suaminya yang bernama lengkap Zack Hasan, sambil membanting sepatu itu keluar.

Hasan berfikir, sebentar lagi sang istri akan lari tergopoh-gopoh mengambil sepatunya dan meminta maaf. Benar saja, wanita yang telah dinikahinya selama dua tahun itu langsung keluar memungut sepatu.

Hasan terkikik, "Eh, tunggu dulu, kok sepatunya di bawa keluar? Eh, kok, dimasukin tong pembakaran sampah? Padahal apinya kan belum padam?" batin Hasan.

Hasan lalu terbirit-birit mengejar, dan berharap sepatunya masih bisa diselamatkan. Malang sekali, sepatu kesayangannya pun sudah terbakar sebagian.

Seperti anak kecil yang kehilangan mainannya. Lelaki berpostur gagah itu meraung sambil memegangi sepatu gosongnya. Wibawanya langsung hilang begitu saja. Baju yang sudah rapi pun jadi ikut kena gosong.

Padahal sebelumnya dia yang mencaci istrinya, kini malah dia yang harus kehilangan barang kesayangannya.

"Dev! Kurang ajar kamu, bisa-bisanya kamu membakar sepatuku! Cuman sepatu ini yang paling mahal diantara lainnya," gertak Hasan sembari menunjuk sepatu gosongnya.

"Selama barang itu aku yang beli, kamu gak punya hak untuk memilikinya. Dahulu, mahar saja kamu ngutang, sampai aku yang membayarnya. Harusnya kamu tahu, kamu gak punya hak untuk hidupmu sendiri."

"Dev, Aku ini suamimu! Kamu harus tunduk sama suami, biar nanti bisa masuk surga!"

"Haissssssss, bulsyitt! Prinsip aku, suami istri itu harus saling menguntungkan. Tidak ada yang namanya kamu merintah aku, Emang aku babumu!" sarkas Devi sambil menarik bibirnya kesamping.

"Begitulah kehidupan pernikahan Hasan dan Devi sehari-hari. Mereka sudah menikah selama dua tahun. Namun, saling berlomba menyakiti perasaan masing-masing, tetapi tetap bisa bertahan sampai saat ini.

Devi belum ingin memiliki keturunan sehingga mereka menggunakan sistem KB mandiri saat berhubungan.

"Dev, kita itu satu keluarga. Jadi harus saling membantu!" ucapnya sambil memelankan suaranya. Karena dia menyadari hampir delapan puluh persen kebutuhannya ditanggung istri.

"Mas, awalnya aku ingin jadi istri yang berbakti. Tapi kok semakin ke sini kamu malah seenaknya sendiri!"

"Seenaknya gimana, Dev. Aku mau berangkat kerja. Aku sudah berusaha mencari nafkah ...." 

"Nafkah ibumu? Hah! Kamu itu kerja gak kerja sama aja, gak ada untungnya buat aku! Percuma!"

"Dev, aku ini anak Ibu, jadi aku harus berbakti sama ibuku, Dev." 

"Iya berbakti sih berbakti, tapi masak kehidupanmu aku yang nanggung!" 

"Dev, maafin Mas tadi ya, Mas kebawa emosi, jadi marah-marah. Aku cinta sama kamu," ucapnya mencoba meraih tangannya.

"Entahlah, aku lupa kalo pernah jatuh cinta sama kamu! Aku merasa dirugikan," ucapnya memelan. Hatinya berdegup kencang saat suaminya bicara seperti itu. Bagaimanapun dia masih sangat 

mencintainya.

Akhirnya Hasan tidak jadi berangkat kerja. Dia mencoba merayu istrinya dengan memadu kasih.

Yang langsung disambut istrinya dengan berjalan ke arah kamar.

Belum selesai melakukan pergumulan panas.

Terdengar suara ketokan pintu dari luar, membuat mereka terpaksa berhenti melakukan aktivitasnya yang hampir mencapai puncaknya.

Hasan pun terburu-buru mengambil pakaian yang ia tanggalkan tadi, meninggalkan Istrinya yang sedang menggerutu kesal. Wajah tertekuk sambil memonyongkan bibirnya dan mengutuk si tamu tadi.

Hasan keluar membukakan pintu, terlihat Ibu bersama adiknya sudah duduk di kursi teras rumah.

 "Loh, Hasan kok gak berangkat kerja?" tanya Ibunya terkejut melihat anaknya masih di rumah.

" Badan Hasan capek banget tadi, Bu. Sekali-kali ijin kan gak papa sih," ucapnya beralasan.

"Mana istrimu?"

"Di dalam, Bu. Tumben ke sini, ada apa?"

"Tadi, Ibu main ke pasar. Mau beli sarapan duitnya habis, ya ke sini mau makan."

"Owh, ya udah yuk, Bu. Masuk, tak qirai ada hal penting apa!"

Mereka berlenggang masuk, dan langsung membuka tudung saji ... 

"Astaga! Jam segini belum ada masakan matang, mana istrimu? kurang ajar sekali. Anakku mati kelaparan kalo kayak gini caranya!" ucapnya hendak berjalan ke arah kamar dan langsung dihentikan sama Hasan.

"Bu, udah jangan nyari masalah. Devi dari tadi lagi gak mood kelihatannya. Biar Hasan Masakin, Ibu pengen makan apa?" rayunya sambil menuntun ke arah ruang tamu.

"Gak usah, Ibu mau makan di rumah saja, mending minta mentahnya aja!" tolaknya sambil berjalan menuju kulkas.

Ibunya tanpa basa-basi mengambil semua stok makanan, bahkan daging juga tak disisain sedikit pun. Awalnya kulkas masih penuh, karena kemarin hari Minggu Devi belanja buat stok seminggu, kini kulkasnya seperti baru lagi, keju yang masih separo pun diambilnya juga.

Hasan yang melihat hanya bisa geleng-geleng, ingin melarang nanti dikiranya pelit. "Biarlah nanti istriku tak rayu biar tak marah," batinnya.

"Ya sudah Ibu Langsung pulang ya, eh sebentar," ucapnya sambil berjalan ke arah dapur. Dia mengambil bawang merah, putih yang terletak di samping kompor dan langsung menuangkan semuanya ke dalam plastik yang dia bawa tadi.

Setelah serasa cukup, Ibunya langsung pamit dan adiknya juga tak lupa meminta uang sama Hasan.

Hasan langsung beringsut karena sebelumnya uang gajian sudah sebagian besar ditransfer ke ibunya, tinggal uang dua ratus ribu buat jaga-jaga nanti.

"Dek, nanti minta sama Ibu saja ya! Mas udah gak punya pegangan, ini buat jaga-jaga nanti," bujuknya sambil memperlihatkan isi dompet yang memang tinggal dua lembar berwarna merah.

"Sini, besok Juga gajian lagi!" ucapnya sambil menyerobot paksa dompetnya dan langsung dikembalikan setelah uangnya diambil.

"Dek, kasian Mas," ucap Hasan mengiba.

Adiknya Elsa, langsung pergi tanpa menggubris kakaknya.

"Yuk, Bu. Pulang!" 

Ibunya langsung bergegas keluar, dengan susah payah membawa tentengan plastik di kanan kirinya.

Mereka tidak memperdulikan Hasan yang bersender di tembok, nasibnya sekarang sudah berada di ujung tanduk.

Hasan beranjak menghampiri Devi, dan mendapati istrinya tertidur dengan posisi terlentang di atas kasur.

Hasan pun berbalik karena perutnya sudah mulai mengeluarkan nyanyian yang tak bernada.

Dia mengambil piring, hendak memakan bersama (makan dengan) kecap. Saat membuka rice cooker, betapa terkejutnya melihat isinya kosong tanpa nasi, bahkan tempat nasinya pun tak terlihat, tinggal kerangka luarnya.

Perutnya yang tidak bisa diajak kompromi sekarang menyisakan rasa perih.

Dia hanya bisa menahan rasa lapar, karena untuk membeli nasi pecel pun uangnya tidak akan cukup. 

Terdengar langkah kaki berjalan ke arah Hasan,

 benar saja Devi sudah berjalan hendak membuka kulkas.

"Dev, jangan buka kulkas dulu!" cegah Hasan, sambil berlari agar tidak keduluan istrinya. Kemudian dia menyender tubuhnya di kulkas.

"Loh kenapa? Aku mau ngambil botol minum, udah sana geser!" usir Devi sambil mendorong tubuh suaminya ke samping.

Devi melihat isi di dalam kulkas mereka yang kosong, "Kemana semua stok makanan yang baru kubeli? Jangan-jangan ibumu kemari dan mengambil semuanya, Mas? Jawab?"

Hasan tak bisa menjawab karena semua dugaan Devi benar.

"Kalau seperti ini terus, ceraikan saja aku!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status