Share

PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI
PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI
Penulis: AlvinaMawar

Apa maksud Mas Hilman?

Penulis: AlvinaMawar
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-03 20:01:17

PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI (1)

''Dek, ini uang gaji dari kantor. Tolong pergunakan uang ini dengan baik, jangan sampai boros.'' Mas Hilman menyerahkan amplop berwarna cokelat. Gegas aku membuka dan menghitung uang.

''Hanya segini, Mas?'' 

Mas Hilman mengangguk. ''Iya. Memang kenapa? Apa kurang cukup?'' 

''Cukup, Mas!'' Aku menunduk dan memikirkan bagaimana caranya agar uang pemberian Mas Hilman cukup untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga selama satu bulan. Apalagi saat ini sudah ada empat orang anak dalam pernikahan kami.

''Sore ini ibu akan datang berkunjung ke rumah, secepatnya kamu belanja dan masak makanan yang enak untuk Ibu,'' 

''Baik, Mas.'' 

Aku mengangguk menuruti keinginan suamiku untuk pergi berbelanja dan memasak makanan yang enak untuk Ibu. Mas Hilman memberikan uang sebesar satu juta setiap bulannya. Setiap hari aku selalu pusing mengatur uang pemberiannya yang bahkan belum satu bulan uang sudah habis tak tersisa. 

Aku membeli kebutuhan dapur seperti daging ayam, bawang, bumbu opor instan, ikan, beras, minyak, penyedap, tahu, tempe, kentang dan sudah habis empat ratus ribu. Sisa enam ratus ribu akan aku pergunakan untuk kebutuhan bekal keempat anakku yang masih menunjang pendidikan sekolah. 

Setelah selesai berbelanja, aku langsung pulang dan menuju dapur. Kedua tangan ini sangat lihai mengerjakan tugas memasak. Perlahan, potongan daging ayam terbelah mencincang hingga menjadi banyak potongan. Kemudian, aku merebusnya di dalam panci yang sudah terisi air bersih. Selain itu, aku juga menggoreng tahu dan tempe. Makanan yang paling aku dan anak-anak sukai. Tidak dengan Mas Hilman.

''Kenapa harus ada tahu dan tempe sih, Dek? Ibu nggak suka makanan itu! Kenapa nggak goreng ikan saja?'' tanya Mas Hilman secara tiba-tiba sudah berada tepat di sampingku.

''Kita harus hemat, Mas. Ikan untuk besok. Lagipula aku akan membuat opor ayam untuk Ibu tidak hanya tahu dan tempe saja,'' ujarku menatap sekilas ke arah Mas Hilman.

''Yang kamu masak itu adalah uangku, Wulan. Ibuku akan datang ke rumah. Seharusnya sebagai menantu kamu harus menyiapkan makanan yang enak untuk Ibu mertuamu, bukan hanya opor ayam saja. Untuk tahu dan tempe lebih baik kamu makan saja bersama ke empat anakmu. Menyesal aku memberi nafkah kamu yang hanya bisa mengandalkan gaji suami,'' sentak Mas Hilman sinis.

Aku menatap wajah Mas Hilman tajam. Tidak ada lagi rasa cinta di hati ini, hanya ada kebencian yang membara tertanam di dada. Selama sepuluh tahun aku membina rumah tangga dengannya dan menerima berapapun uang pemberian dari suamiku. Memang, aku hanya mengandalkan gaji Mas Hilman, tetapi ketika ia mengatakan hal itu, kenapa hatiku begitu sakit sekali. Rasanya menyesal kenapa sebelum menikah aku menuruti keinginan Mas Hilman untuk resign dari tempat kerja dulu. 

''Sudah sewajibnya kamu memberi nafkah, Mas. Anak kita sudah empat. Seharusnya kamu paham dengan kondisi ekonomi rumah tangga ini. Walaupun aku Ibu rumah tangga, itu 'kan keinginanmu,'' ucapku lantang. 

''Itu dulu ... saat penampilanmu sangat menarik. Aku tak ingin ada pria mana pun yang mendekatimu sesaat kamu kerja. Tapi sekarang, aku menyesal. Kamu gendut, tidak menarik lagi. Seakan-akan sekarang kamu menjadi beban buatku,'' sahut Mas Hilman.

Degh.

Plak!

Aku menampar wajah Mas Hilman keras hingga bersemu kemerahan. Aku tak menyangka Mas Hilman akan mengatakan hal itu. Ternyata selama ini, pirasaku benar, Mas Hilman sudah tidak mencintaiku jauh sebelum bentuk penampilanku tidak semenarik dulu. 

''Jadi, sekarang kamu apa?'' tanyaku menantang.

''Aku ingin kita ce—''

''Astaga! Ada apa ini?'' Ibu tiba-tiba saja datang sesaat Mas Hilman akan mengatakan sesuatu.

''Wulan, Bu. Aku suruh dia memasak ikan nggak mau. Padahal Ibu sebentar lagi akan datang, malah menggoreng tahu dan tempe!'' timpal Mas Hilman mengadu. Ingin sekali menyumpal mulutnya dengan besi agar suamiku merasakan sakit yang mendalam.

''Keterlaluan! Sudah tahu Ibu tidak suka tahu tempe, kenapa nggak kamu turuti kemauan suamimu, Wulan?!'' 

Aku terdiam menelan saliva, Ibu terlihat sangat marah dengan tatapan kedua matanya yang tajam. Aku sangat heran dengan keluarga ini, tidak ada rasa bahagia selama pernikahan. Seharusnya Mas Hilman membelaku bukan sama-sama memprovokasi. Hanya masalah ikan dipermasalahkan. Untung saja aku masih sabar dengan penghasilan suamiku yang tidak seberapa. 

Teringat ucapan Mas Hilman ketika ia hendak akan melamarku. 

''Pokoknya jika kita menikah aku akan selalu membahagiakan kamu dan juga anak-anak kita nanti. Kamu tidak akan kekurangan dan aku akan memperlakukan kamu dengan baik,'' ucap Mas Hilman kala itu. 

Mendengar ucapan itu, hatiku sangat berbunga-bunga. Aku mantapkan hati menerima lamarannya. Setelah menikah, aku baru menyadari, ternyata ucapannya kala itu hanya sebuah tipu muslihat buaya darat. 

Sekarang aku hanya bisa menjalani dan menerima takdir yang sudah Tuhan gariskan. Aku berharap suatu hari nanti akan ada dimana aku dan ke-empat anakku bahagia walaupun tanpa Mas Hilman.

***

''Kamu mau ke mana, Wulan?'' tanya Mas Hilman yang barusaja masuk ke dalam kamar. Dia melirik tubuhku dari atas hingga ke bawah.

''Aku mau pergi sebentar, Mas. Tidak akan lama.'' Aku menjawab sembari sibuk merapikan pakaian. Setelah kejadian tadi siang di dapur, sore ini aku memutuskan untuk pulang berkunjung menemui kedua orang tuaku. 

''Baguslah! Lebih baik nggak usah pulang saja sekalian!'' ujarnya sinis.

''Maksud kamu apa, Mas? Kamu mengusirku?'' Aku menatap Mas Hilman tajam. Dia tak akan bisa mengusirku. Sebab rumah yang kami tempati adalah hasil dari kerjaku selama sebelum menikah dengan Mas Hilman.

''Ya kalau kamu paham, Mas nggak perlu susah-susah mengusirmu, ya, kan?''

''Ini rumahku! Kamu tidak berhak mengusirku. Seharusnya kamu yang pergi dari rumah ini, bukan aku!'' Aku membentak. Bukannya ketakutan, Mas Hilman justru tertawa terbahak-bahak. Apa dia sudah tidak waras?

''Kamu salah, Wulan ... apa kamu lupa? Satu tahun lalu, kamu sudah menandatangi surat yang pernah aku berikan ke kamu. Rumah ini sudah beralih nama atas namaku sendiri Hilman Hendrawan. Jadi kamu tidak berhak menggugat ataupun mengusirku dari rumahku sendiri.'' 

Degh! 

''Apa?''

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Airen Chan
perempuan bego ga bahagia bisa bertahan 10 thn sampe punya anak 4 pula
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
dasar laki-laki LALAT
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI    Season 2 — Perjalanan

    “Mas pengen punya anak dari kamu, Dek,” ucap Tomi pada Wulan. Saat ini, mereka tengah berbincang di kamar sembari menatap langit-langit yang ada di dinding. “Sabar, ya, Mas. Maaf aku belum bisa kasih keturunan sama kamu. Tapi mudah-mudahan kedepannya aku bisa hamil nanti. Kita berdoa aja, ya,” ujar Wulan penuh harap. Dia berusaha meyakini suaminya—Tomi agar mau bersabar menunggu buah hati yang dia idam-idamkan dari rahim Wulan. “Tapi kapan, Dek?” Tomi menatap nanar wajah istrinya. Dia benar-benar sangat berharap Wulan hamil dan bisa memberikan keturunan untuknya. “Ntahlah, Mas. Lagipula Mas tahu sendiri aku sudah melahirkan empat orang anak, mungkin aku susah hamilnya karena itu.”Tomi menghela nafas berat, dia merasa sudah seharusnya menjadi ayah, pernikahannya sudah berjalan selama tiga tahun namun Wulan belum juga bisa memberikan keturunan kepadanya. Memang, Wulan sudah memiliki anak empat dengan pernikahan yang sebelumnya bersama Hilman. Akan tetapi, Tomi ingin memunyai anak b

  • PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI    Harapan terakhir

    “Tapi, kemarin Mama kaya lihat dia di penginapan ....” “Di penginapan?” tanyaku sedikit dengan nada terkejut. “Iya, benar. Persis seperti Bima. Waktu itu Mama pengen panggil dia tapi malah keburu masuk ke mobil.” Mama menjelaskan. Aku sedikit terkejut ketika mendengar ucapan Mama. Tetapi, aku nggak percaya. Sudah jelas satpam di rumahnya bilang kalau Bima meninggal dunia dan sudah di makamkan. Mana mungkin satpamnya berbohong. “Mungkin Mama salah lihat, jadi mikirnya dia Bima, padahal nyatanya Bima sudah meninggal dunia.”Mama terkekeh sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Iya mungkin ya, kayanya Mama salah lihat malah nyangka dia itu Bima.”“Iya, Ma, mungkin sudah nasib Bima harus seperti itu, aku juga masih belum menyangka dia pergi secepat itu,” lirihku dengan perasaan berkecamuk. Selama mengenal Bima dari dulu sampai sekarang, dia adalah laki-laki yang baik, punya rasa tanggung jawab yang tinggi, dan selama menjalin hubungan dengan dia pun aku selalu merasa tenang da

  • PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI    59

    Aku melangkah pelan bergegas membuka pintu, dan .....''Mas Tomi?''Aku menatap wajah suamiku dengan sedikit terkejut, rupanya yang mengetuk pintu adalah suamiku sendiri bukan seperti apa yang aku bayangkan.''Kamu kenapa?'' Tanya Mas Tomi heran.''Ah, nggak kenapa-napa kok, Mas,'' ucapku sembari terkekeh.Mas Tomi terdiam, dia melenggang dari hadapanku dan segera mencuci wajahnya.''Aku izin pagi ini mau pergi ya, Sayang,'' ujar Mas Tomi meminta izin.''Memangnya mau kemana sepagi ini, Mas?'' Aku kembali bertanya karena penasaran akan kemana perginya suamiku sepagi ini. Terlebih malam tadi kami tidak melakukan malam pert4ma yang seharusnya dilakukan oleh sepasang suami istri yang baru saja melewati proses ijab qobul kemarin, dan malah sekarang meminta izin untuk pergi?''Temanku ada yang meninggal,'' jelasnya lagi sambil menatapku dengan wajah serius.''Temanmu yang mana?'' tanyaku sembari menatap dengan pandangan dingin. Entah kenapa firasatku malah tertuju pada Bima.Ya, siapa lag

  • PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI    Ada apa sebenarnya?

    Hingga pada akhirnya ....Selimut tebal yang menutupi seluruh tubuhku terbuka. Sorot mataku menerawang pada sosok laki-laki yang berdiri sembari melayangkan senyuman tipis di sudut bib1rnya.“Bi—bima ....”Aku terperanjat karena keterkejutan dengan apa yang sedang aku lihat saat ini. Untuk apa Bima berada di kamar ini? Mas Tomi? Dia kemana? Kenapa yang datang bukan suamiku. Ada apa ini sebenarnya? Pertanyaan itu seakan melayang di atas kepalaku. Entah mengapa Bima yang tadi tidak datang ke acara pernikahanku, dia malah terang-terangan datang ke kamar ini. Mau apa dia? “Kenapa kamu bisa masuk ke kamar ini, haa?” tanyaku seraya menaikan nada bicara. Aku tak suka dengan kedatangannya yang main nyolonong masuk tanpa permisi. Apa dia nggak tahu kalau kamar ini akan menjadi saksi m4l4m pert4ma aku bersama Mas Tomi, yang kini sudah resmi menjadi suamiku. Betul-betul tidak ada rasa malu. “Aku datang ke sini ingin melihat kamu betapa bahagianya menikah bersama laki-laki itu,” jelasnya sam

  • PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI    Menikah

    PoV Wulan“Bagaimana, Wulan, apakah kamu setuju dengan permintaan aku minggu lalu?” tanya seorang laki-laki, dia duduk sembari tersenyum berharap mendapat jawaban yang dia inginkan dari mulutku.Seminggu lalu, dia mencoba melamarku, lalu setelah itu, aku melakukan shalat istikhoroh agar mendapatkan jawaban atas apa yang aku doakan selama seminggu ini. Dan ternyata ....Akan tetapi, hatiku seakan tak mampu membohongi, aku takut menikah lagi dan gagal untuk yang kedua kalinya. Apalagi aku dan dia belum lama saling mengenal, aku tidak tahu karakternya seperti apa dan bagaimana. Aku selalu merasa bimbang menentukan pilihan.“Jawab, Ma, kenapa diam saja. Gadis sama adik-adik setuju kok kalau Mama mau menikah lagi,” pungkas anak pertamaku menimpali.“Iya, Wulan, mungkin sudah saatnya kamu mulai membuka hati dan menata kehidupan yang baru, Mama sangat berharap kamu bahagia, dan Mama pun setuju jika kamu menikah lagi,” ujar Mama menimpali, sama halnya seperti Gadis.Aku menatap ke sekeliling

  • PEMBALASAN UNTUK SUAMI TIDAK TAHU DIRI    Mencabut laporan

    Seketika itu, raut wajahku berubah, aku tak percaya dengan apa yang saat ini aku lihat. Ternyata ....“Dinar?” Dinar menatap tajam ke arahku, sorot matanya seakan menahan penuh kebencian.“Aku akan melaporkan ke polisi kalau kamu yang sudah mencelakaiku, Bima,” pungkasnya berucap. Aku tidak tahu sejak kapan Dinar sudah sadarkan diri dari koma, saat sebelum kedatangan polisi bahkan setelah polisi pergi pun aku masih melihat Dinar dengan kedua matanya yang masih tertutup rapat.Apakah dia mendengar ucapanku barusan? Sepertinya iya. Apalagi melihat Dinar yang sengaja menjatuhkan gelas dan berucap bahwa akan melaporkan aku ke pihak kepolisian. Nggak bisa. Dia nggak akan mungkin bisa melapor, untuk bangun saja dia pasti akan sulit, apalagi sampai melapor langsung ke kantor polisi.“Maafkan aku, Dinar, aku nggak sengaja. Ini salah faham. Aku menyesal.” Aku berusaha memohon agar dia memaafkan aku. “Nggak sengaja katamu, hah? Kamu hampir akan membunuh aku, Bima, demi Tuhan, aku nggak ridh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status