"Im Kwan, kau sudah kembali? Kenapa kau tahu aku sedang di sini? Apakah ada yang memberitahumu? Aku khawatir kau tidak kembali, syukurlah, kau sudah kembali, aku merindukanmu."
Cang Sin bicara demikian seraya memeluk tubuh Im Kwan, wanita yang akan dinikahinya setelah ia mewarisi ilmu inti ayahnya. Namun, belum lagi Cang Sin puas dengan apa yang ia lakukan pada sang kekasih, tiba-tiba saja, tubuh Im Kwan berubah menjadi patung perempuan, dan bersamaan dengan itu, sebuah kekuatan mendorong tubuh Cang Sin hingga ia terpental dan menubruk dinding batu goa di mana ia sedang melakukan pencarian ramuan obat di tempat tersebut untuk obat-obatan herbal yang akan diolah ayahnya menjadi obat. Cang Sin belum tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya, namun ia buru-buru bangkit sambil memegangi dadanya yang berdenyut sakit akibat terpental tadi, dan ia berusaha untuk mencari keberadaan sang kekasih yang tidak nampak di mana-mana. "Im Kwan! Kau di mana?!" teriaknya berulang kali, namun bukan suara sang kekasih yang menanggapi teriakan darinya tapi suara seseorang yang menghardiknya dengan nada suara yang sangat terdengar terbalut dengan perasaan marah. "Manusia lancang! Kau masuk ke sini, sudah aku izinkan, tapi kau berani memeluk patung perempuan penunggu tempat ini! Kau, akan aku kutuk seumur hidupmu!" Sekelebat bayangan hitam terlihat mata Cang Sin, disertai dengan teriakan melengking yang mengucapkan kata-kata tadi padanya. Cang Sin melompat mundur tidak mau diserang oleh bayangan hitam tersebut, tapi perkiraannya salah. Ia mengira, bayangan hitam yang sekarang berwujud jelas di depan matanya itu ingin menyerangnya dengan pukulan, tapi ternyata tidak. Seorang perempuan berjubah hitam berdiri tegak di hadapannya. Ia mengacungkan tongkat di tangannya ke arah Cang Sin, seolah memberikan peringatan pada Cang Sin untuk diam saja di tempatnya. "Maaf, aku minta maaf. Aku tidak bermaksud berbuat sesuatu yang buruk di tempat ini, aku tidak berniat menyentuh patung perempuan itu, aku minta maaf." Cang Sin berusaha untuk menjelaskan apa yang dilakukannya pada perempuan berjubah hitam tersebut agar perempuan itu tahu ia tidak melakukan sesuatu yang buruk di tempat itu. "Dasar manusia! Sudah melanggar pun masih melakukan pembelaan, patung perempuan itu tersingkap, tidak memakai penutup lagi, kau yang menyingkapnya! Otakmu kotor! Kau sudah melanggar ketentuan masuk ke tempat ini, kau tidak akan lolos dari hukuman!" Baru saja perempuan berjubah hitam itu bicara, sekelebat bayangan hitam kembali datang dan tahu-tahu di tempat itu berdiri Cung Sin, kakak kembar Cang Sin hingga membuat Cang Sin mengerutkan keningnya mengapa kakak kembarnya itu bisa ikut berada di tempat di mana ia juga berada? "Kak Cung Sin? Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau bilang, kau tidak bisa ke tempat ini karena ada urusan di perbatasan? Mengapa kau ada di sini? Kau mengikutiku?" tanya Cang Sin bertubi-tubi. Mendengar pertanyaan sang adik kembar, Cung Sin hanya melirik Cang Sin sesaat, setelah itu, ia mengalihkan pandangannya pada perempuan berjubah hitam yang ada di hadapannya. "Mohon ampun pada Dewi Lembah Seribu Obat, adikku ini memang sedang dikuasai pikiran kotor karena sudah lama tidak bertemu dengan calon istrinya yang sedang pergi entah kemana, sebagai putra dari pendekar tersohor, aku mewakilinya untuk meminta maaf, bisakah, kami pergi sembari membawa tanaman obat yang dibutuhkan oleh perguruan kami?" Cung Sin berkata sembari menjura hormat pada perempuan berjubah hitam yang ia sebut dengan Dewi Lembah Seribu Obat. Menyadari ia dibela oleh sang kakak kembar, Cang Sin yang tadinya dipenuhi dengan berbagai macam pertanyaan jadi lega dan diam-diam mengucapkan terima kasih pada kakak kembarnya yang biasanya tidak pernah bersikap hangat padanya tersebut. Cang Sin tidak menyangka, Cung Sin membelanya hingga ia yakin perempuan berjubah hitam itu pasti akan memaafkan dirinya. Namun sebenarnya, ia tidak terima dikatakan memiliki pikiran kotor seperti yang disebutkan sang kakak kembarnya tadi padanya. Meskipun apa yang dikatakan oleh Cung Sin itu benar bahwa, calon istrinya, Im Kwan sangat dirindukannya semenjak tidak kembali setelah pamit padanya untuk ke perbatasan, tapi Cang Sin masih bisa mengatasi perasaan itu untuk tidak melakukan pelanggaran. Akan tetapi, yang tadi adalah sebuah hal yang tidak terduga. Sosok Im Kwan begitu nyata hingga ia mengira perempuan itu menyusulnya ke lembah seribu obat lalu ia sontak memeluk perempuan tersebut karena terlalu rindu. Bagaimana mungkin tiba-tiba sosok kekasihnya berubah menjadi patung perempuan terlarang yang memang ditabukan untuk disentuh apalagi dibuka kain yang menutupi tubuh patung perempuan yang terpahat tanpa pakaian di lembah itu? "Punya pikiran kotor seharusnya tidak diutus ketempat ini! Kalian pikir tempat ini milik siapa saja yang butuh obat? Adikmu itu sudah melanggar! Seseorang yang melakukan pelanggaran akan tetap mendapatkan hukuman dan adikmu itu harus menerimanya!" Dewi Lembah Seribu Obat itu kembali mengacungkan tongkat yang ia pegang pada Cang Sin. Bibirnya komat-kamit membaca mantra, tapi Cang Sin buru-buru menjatuhkan diri ke hadapan sang perempuan berjubah hitam itu sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam. "Tolong, maafkan aku, Dewi! Aku benar-benar tidak berniat kotor ketika aku masuk ke sini! Niatku hanya menjalankan perintah dari ayahku, mengambil daun obat, setelah itu pergi, tolong maafkan khilaf yang sudah aku lakukan, aku tidak tahu jika patung perempuan itu bisa berubah...." Cang Sin berusaha menjelaskan, agar perempuan berjubah hitam itu memaklumi apa yang ada dilakukannya. Akan tetapi, wajah perempuan berjubah hitam itu tetap garang seperti sebelumnya. Penjelasan Cang Sin tidak membuatnya puas sedikitpun. Tangannya masih mengacung pada Cang Sin dengan tongkat yang sejak tadi di arahkan pada Cang Sin. "Patung perempuan ini tidak pernah berubah menjadi apapun! Kakakmu mungkin benar, kau berpikir kotor setelah melihat patung ini karena patung ini telanjang, kau berimajinasi bahwa patung ini kekasihmu yang menghilang, lalu kau memeluknya, benar-benar tindakan yang kotor, kau tetap akan dihukum! Bersiaplah menerima hukuman!" Setelah bicara seperti itu pada Cang Sin, perempuan berjubah hitam itu kembali komat-kamit membaca mantra masih sambil mengacungkan tongkatnya ke arah Cang Sin yang posisinya tetap bersimpuh seperti tadi. Dari tempatnya, Cung Sin tidak bergerak sama sekali meskipun adik kembarnya ingin ia melakukan sesuatu agar perempuan berjubah hitam itu mengurungkan niatnya untuk memberikan hukuman. Cang Sin masih saja meminta keringanan pada perempuan tersebut untuk memaafkan dirinya. Namun, dari ujung tongkat yang diarahkan pada Cang Sin. Keluar asap hitam dan asap hitam itu langsung menyerbu ke arah Cang Sin hingga tubuh Cang Sin lenyap terselimuti asap hitam tersebut tanpa terlihat sama sekali!Mendengar sang anak mendesaknya sedemikian rupa, Cang San menatap wajah Cung Sin dengan tatapan mata serius seolah ia tidak mau apa yang dikatakannya nanti dianggap tidak bersungguh-sungguh."Jika kau dan Cang Sin tidak memenuhi syarat, untuk sementara, aku yang akan terus memimpin perguruan ini sampai ada salah satu dari kalian yang bisa melakukannya.""Apa? Ayah tidak salah?"Cung Sin sangat terkejut dengan apa yang ia dengar dari sang ayah, hingga ia menatap ayahnya dengan dua mata melotot berharap ayahnya tidak bersungguh-sungguh saat mengucapkan kalimat tadi.Namun, dari sorot mata sampai wajahnya, Cung Sin bisa melihat, ayahnya benar-benar serius. Hingga ia murka dengan semua yang dikatakan oleh ayahnya meskipun ia masih berusaha untuk menahan kemarahannya tersebut."Ayah! Ayah jangan asal ambil keputusan. Kaisar ingin perguruan kita memimpin penyerangan dan penumpasan pada sekelompok orang-orang di aliran hitam itu, kesehatan Ayah sudah tidak baik, tidak akan bisa melakukan itu
Cang San menarik napas ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Cung Sin, ia tidak mungkin mengatakan pada Cung Sin bahwa ia menunda pertemuan karena menunggu Cang Sin. Karena sampai saat ini pun, Cung Sin tidak tahu kalau sang adik kembar sebenarnya sedang keluar perguruan bukan di ruang khusus untuk melakukan perenungan seperti yang dikatakan olehnya.Cung Sin memang banyak mengalami perubahan, tapi secara emosional dia masih sangat meledak-ledak, berbeda dengan Cang Sin bisa mengendalikan diri, meskipun sedang marah, hal ini yang membuat aku sedikit ragu, apakah Cung Sin bisa menjadi pemimpin inti. Andai saja Cang Sin tidak terkutuk, alangkah baiknya....Hati Cang San bicara demikian sembari mengusap wajahnya dengan kasar."Keluarlah, persiapkan diri untuk pertemuan darurat."Cang San meminta Cung Sin untuk keluar dari ruangannya agar ia bisa sedikit menenangkan diri, namun, Cung Sin justru tidak bergerak sama sekali."Masih ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Cang San pada Cung S
"Kenapa tidak bisa?" Kedua mata Cang Sin yang tadi terpejam mendadak terbuka kembali karena heran saat ia berusaha untuk melakukan komunikasi batin dengan Im Kwan ia gagal. Ini membuat Dewi Lembah Seribu Obat yang mengikutinya tersenyum."Bukankah tadi aku sudah bilang padamu, dia tidak mau lagi menunggumu?" katanya dan itu membuat Cang Sin mengeratkan kepalan tangannya mendengar semuanya.Akan tetapi, Cang Sin tidak menanggapi hal itu, melainkan kembali berusaha untuk menghubungi lagi Im Kwan secara batin.Kali ini pun, Cang Sin gagal, sehingga ia segera beralih untuk melakukan komunikasi dengan ayahnya. (Ayah, kau mendengar suaraku?)Cang Sin langsung melontarkan pertanyaan itu ketika usahanya untuk menghubungi sang ayah secara batin berhasil.(Ya. Ada apa?)Cang Sin menarik napas lega ketika ia mendengar suara ayahnya merespon perkataannya. Ia segera menceritakan semua yang ia alami termasuk situasi desa yang kacau karena diserang para perampok.Semua diceritakan oleh Cang Sin
Perempuan dari alam gaib itu menampakkan wujud di hadapan Cang Sin hingga Cang Sin sadar, Dewi Lembah Seribu Obat pasti sedang ingin berdebat dengannya. Apakah dia masih marah karena aku mengabaikan apa yang dia mau?Ada pertanyaan seperti itu dibisikkan Cang Sin di dalam hati.Meskipun heran dengan kemunculan sang perempuan gaib tersebut, Cang Sin tetap berusaha untuk bersikap tenang."Ada apa, Dewi?" tanyanya, tanpa peduli, saat ini wujud perempuan itu bisa dilihat orang lain atau hanya matanya saja. Toh, itu urusan Dewi Lembah Seribu Obat, Cang Sin tidak akan ikut campur masalah orang lain."Hentikan semua usahamu, Cang Sin!" Tanpa basa-basi, Dewi Lembah Seribu Obat langsung mengucapkan hal itu pada Cang Sin.Mendengar apa yang diucapkan oleh Dewi Lembah Seribu Obat, Cang Sin mengerutkan keningnya, merasa heran apakah perempuan dari alam gaib itu bicara seperti itu karena perdebatan mereka beberapa saat yang lalu?"Dewi, aku tahu kau sedang marah, tapi aku juga punya pikiran sen
"Siap, Kek!" sahut Cang Sin dan Yi Wen secara bersamaan.Sang kakek berjanggut panjang itu segera mengambil pisau yang sudah disiapkan untuk membuat ujung jari pasangan yang sudah ia nikahkan itu bisa dilukai."Lakukanlah sendiri!" perintahnya pada Cang Sin. Cang Sin mengangguk. Ia lalu menggoreskan ujung lancip pisau itu ke jarinya hingga jarinya terluka. Darah keluar dari sana dan sang kakek meminta Yi Wen melakukan hal yang sama pada jarinya.Tanpa banyak membantah, Yi Wen juga melakukan hal yang sama pada ujung jarinya seperti yang dilakukan oleh Cang Sin tadi. Setelah itu, ia dan Cang Sin menyatukan darah yang keluar dari luka gores dijari mereka sebelum darah itu menetes ke lantai.Terlihat mulut kakek berjanggut panjang itu komat-kamit. Setelah itu, ia membuka matanya yang tadi terpejam."Selesai!" katanya sambil menatap ke arah Cang Sin dan juga Yi Wen. Ketua kelompok Yi Wen yang sejak tadi melihat proses pernikahan antara Cang Sin dan juga Yi Wen mendekat ke arah sang kake
"Maaf, apakah aku salah dengar?" Karena tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh ketua kelompok Yi Wen, Cang Sin melontarkan pertanyaan itu pada perempuan paruh baya tersebut, sekedar untuk meyakinkan saja. "Tidak. Kau tidak salah dengar."Dengan wajah yang masih serius, sang ketua kelompok Pendekar Panah Beracun menjawab pertanyaan Cang Sin."Aku tidak bisa memberikan pernikahan seperti itu, Kak. Aku melakukan hal ini hanya ingin menekan resiko yang terjadi jika orang memberikan ilmu inti padaku."Karena Cang Sin bingung memanggil dengan sebutan apa ketua kelompok Yi Wen, sebab, beberapa kali perempuan itu protes saat Cang Sin memanggilnya dengan panggilan tertentu, Cang Sin akhirnya memanggil perempuan itu dengan sebutan kakak, dan ketua kelompok Yi Wen tidak melancarkan aksi protes seperti sebelumnya, hingga Cang Sin merasa sebutan itu mungkin diterima oleh wanita tersebut."Aku tahu, kau penganut yang menikah harus dengan seseorang yang dicintai, tapi, cinta itu akan datang