Share

Bunga Puspajingga Melipatkan Tenaga Dalam

Beberapa jurus berlalu, tak satu pun pukulan berhasil menyentuh Suro Joyo. Pendekar berpakaian serba putih itu terus berkelit. Tak ada kemauan untuk menangkis atau balas menyerang.

Perilaku Suro Joyo membuat Garjitalung semakin murka. Dia secara cepat mencabut tombak pendek yang terselip di pinggangnya.

Mata tombak menyala merah membara, menimbulkan hawa panas di sekitarnya. Garjitalung menusukkan tombak pendek ke dada lawan.

Sontak Suro Joyo berjumpalitan di udara. Tombak hanya mengena angin, terus meluncur sehingga menghantam batu sebesar gajah.

Bhral!

Batu hancur berkeping-keping disertai ledakan yang memekakkan gendang telinga. Batu-batu berhamburan ke segala penjuru. Mencelat bersama tubuh Suro Joyo yang ramping.

Garjitalung celingukan ke segala arah mencari-cari lawannya. Sosok yang berpakaian serba putih itu lenyap seperti siluman. Ke mana dia? Apakah telah hancur bersama batu-batu itu?

“Ah, paling dia kabur karena takut melawan aku,” gumam Garjitalung sambil menyelipkan tombak pendeknya di pinggang. Dia tinggalkan pertigaan menuju arah tenggara.

Suro Joyo keluar dari balik batu, tempatnya bersembunyi. Senyum tipis tersungging dari bibirnya.

“Daripada meladeni pendekar syaraf, lebih baik menghindar saja,” gumamnya. Suro Joyo meneruskan perjalanan ke arah timur laut, menuju Gunung Sumbing.

Tujuan utama Suro Joyo adalah memetik Bunga Puspajingga. Dia melesat ke arah gunung yang tebingnya ditumbuhi bunga sakti itu. Dengan segala kemampuannya, Suro Joyo siap berebut Bunga Puspajingga di tebing Gunung Sumbing.

***

Cerita beralih ke sebuah tempat yang terletak jauh di utara Gunung Sumbing. Yakni di depan sebuah goa yang bernama Goa Barong.

Tampak dua pendekar yang sama-sama berkumis tebal bernama Banawa dan Banawi. Yang membedakan dari mereka adalah senjata yang mereka gunakan dan pakaian yang mereka kenakan.

Banawa suka berpakaian serba merah menyala, sedangkan Banawi suka mengenakan pakaian yang serba biru tua. Banawa menyelipkan golok besar di pinggangnya, Banawi menyelipkan pedang panjang di punggung.

”Banawi, benarkah bahwa di dalam goa ini ada harta karun yang berlimpah?” tanya Banawa pada saudara kembarnya.

”Aku tidak bisa memastikannya. Tapi berdasarkan kabar santer yang kudengar, mungkin itu benar,” jawab Banawi. ”Lagian, apa salahnya kita mencoba menjebol pintu goa ini? Kalau kabar itu benar, kita berdua bakal kaya raya.”

”Kalau kabar itu salah?”

”Tak apa-apa, hitung-hitung kita uji coba pukulan tenaga dalam jarak jauh yang pernah kita pelajari.”

Banawa mengangguk-angguk tanda mengerti. ”Kalau begitu, kita hantam saja pintu itu bersama-sama sekarang juga.”

”Benar. Ayo kita mulai!”

Dua pendekar berdiri kokoh menghadap ke mulut goa yang tertutup batu besar. Telapak tangan mereka masing-masing menempel dan berada di depan dada. Banawa berdiri di sebelah kanan, sedangkan Banawi berdiri di sebelah kiri.

Keduanya menghimpun tenaga dalam masing-masing untuk dipusatkan di kedua telapak tangan. Tubuh mereka bergetar hebat, asap mengepul dari telapak tangan masing-masing. Keringat mengalir deras di dahi mereka.

Pada puncak pencapaian tenaga dalam, keduanya saling bergeser ke kanan dan ke kiri. Tangan kanan Banawi bertapakan dengan telapak tangan kiri Banawa.

Tangan kanan Banawa dan tangan kiri Banawi secara bersamaan hantamkan pukulan tenaga dalam jarak jauh ke mulut goa yang tertutup rapat.

Zhab! Zhab!

Dari kedua telapak tangan mereka meluncur sinar biru. Terus melesat cepat ke mulut goa. Sinar itu menghantam tutup goa.

Ketika penutup goa terhantam, ada seberkas sinar merah mengelilingi batu penutup itu. Sinar merah melontarkan sinar biru kembali ke asalnya. Ke arah Banawa dan Banawi!

Banawa dan Banawi tak menduga bakal terjadi seperti ini. Mereka menjatuhkan diri di bebatuan depan goa. Di atas mereka meluncur sinar biru dengan lesatan panas yang cepat. Meluncur keluar ke arah pohon besar.

Brual!

Pohon itu hancur berkeping-keping. Daun, batang, dan akarnya berhamburan jadi potongan-potongan kecil. Berjatuhan ke bumi. Berserakan di berbagai penjuru menjadi serpihan-serpihan kecil.

Kenyataan itu menunjukkan bahwa tenaga dalam Banawa dan Banawi sungguh dahsyat laur biasa. Tenaga dalam pendekar kembar itu tidak bisa dianggap enteng oleh siapa pun.

”Sebenarnya tenaga dalam kita sudah mencapai tataran tinggi,” kata Banawa. ”Tapi pintu goa itu ternyata dilapisi kekuatan pembalik.”

”Siapa yang memasang tenaga pembalik itu?” tanya Banawi.

”Tentunya orang yang ingin sesuatu di dalam goa itu aman.”

”Berarti di dalam goa itu ada harta karunnya.”

”Benar. Kurasa demikian. Orang yang memasangi tenaga pembalik itu pasti orang yang menyimpan harta karun di dalam goa itu.”

”Siapa ya nama orang itu?”

”Kita belum tahu. Tapi itu perlu dipikirkan! Sekarang yang penting adalah bagaimana menemukan cara agar tenaga dalam kita lebih sempurna. Setelah itu, kita dapat menjebol pintu goa.”

”Untuk mencapai taraf sempurna, kita mesti berlatih lagi selama satu setengah windu,” kata Banawi.

“Maksudmu kita berlatih lagi selama dua belas tahun?” tanya Banawa.

”Iya.”

“Kalau kita berlatih selama itu, mungkin orang lain sudah menguasai harta karun dalam goa itu. Kita tidak mendapatkan harta itu.”

”Tapi ada cara lain agar kita mencapai tenaga dalam sempurna dalam waktu singkat, mungkin hanya sehari,” Banawa berkata sambil menatap Banawi.

”Ah, kamu jangan ngelindur! Mana mungkin ada cara seperti itu?”

“Aku tidak ngelindur. Ini benar-benar ada cara paling gampang agar kita bisa mendapatkan tenaga berlipat-lipat dalam waktu singkat.”

“Bagaimana caranya?”

”Banawi...,kau sudah pernah mendengar tentang Bunga Puspajingga?”

”Pernah, ibu sering mendongengkan tentang kesaktian bunga itu pada waktu kita masih kecil.”

”Tapi bunga tersebut ternyata bukan dongeng. Bunga Puspajingga benar-benar ada. Bunga itu tumbuh di tebing Gunung Sumbing.”

“Banyak sekali kesaktian yang ada pada bunga itu,” Banawa menambahkan, “antara lain dapat melipatgandakan tenaga dalam. Seorang pendekar bisa memiliki  tenaga dalam berlipat-lipat dengan menggunakan Bunga Puspajingga.”

”Apakah kita akan memetik bunga itu?”

”Iya, aku yang akan mengambil bunga itu. Kau tetap berjaga di sini! Nanti bila telah didapat, bunga itu direndam dalam air putih.”

“Air putih rendaman Bunga Puspajingga kita minum,” kata Banawa, “maka tenaga dalam kita menjadi berlipat-lipat. Kita berdua nanti bakal mampu menjebol pintu goa itu.”

Banawi menghela napas sebentar. Baru kemudian berkata, ”Baiklah, aku berjaga di depan goa ini. Kalau kau ingin ke Gunung Sumbing, berangkatlah sekarang juga!”

Banawa meninggalkan Goa Barong. Berjalan menyusuri jalan setapak ke arah selatan. Pendekar muda yang suka berpakaian serba merah itu  terus berjalan tegap dengan semangat menyala.

Dalam benaknya timbul khayalan-khayalan. Misalnya setelah kelak mendapatkan Bunga Puspajingga, dia dan saudara kembarnya segera menjebol pintu Goa Barong.

Harta dibagi dua, lalu mereka akan kaya raya. Banawa berkeinginan mempunyai istri setelah menjadi orang kaya. Bahkan dia juga berkhayal ingin mempunyai istri  lebih dari  satu.

Khayalan Banawa terlalu melambung, hingga tak menyadari bahwa hari telah menjelang senja. Banawa juga tidak menyadari ketika dia telah melewati Bukit Tengkorak. Dia juga tak tahu kalau ada sepasang mata mengawasinya dari balik bebatuan.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status